Sekolah Lapang, Belajar dari Alam: Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar oleh 3 KUPS Perempuan di Melawi

Di demplot padi seluas 6 hektar, kelompok berpraktik dan belajar langsung pasca sekolah lapang, didampingi oleh fasilitator desa. Mereka membersihkan lahan dengan ditebas dan memilah sisa ranting pohon secara kelompok. Traktor digunakan untuk menggiling sisa gulma atau rumbut, serta menggemburkan tanah. F1 Embio yang telah dibuat diimplementasikan dengan disiramkan di lahan. Pupuk ini mampu mengembalikan bakteri pengurai tanah, sehingga humus akan terbentuk kembali. Bakteri dalam F1 Embio juga akan menghancurkan sampah organik dan mengurainya menjadi kompos yang menghasilkan humus bagi tanaman.

Pembangunan demplot dengan terapan organik dan berkelanjutan telah dikembangkan oleh tiga KUPS, yang tersebar di Desa Manggala, Landau Garong, dan Sungai Bakah, Kecamatan Pinoh Selatan, Kabupaten Melawi. Kelompok yang keseluruhannya beranggotakan para perempuan petani tersebut menanam padi hitam dan merah di atas demplot (demontration plot) seluas 6 hektar melalui program Perempuan Desa Berdaya (Persada) di Kabupaten Melawi.

Program Persada memperoleh dukungan dari program Dana untuk Kesejahteraan dan Ekonomi Berkelanjutan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (Dana TERRA). Dana TERRA merupakan kerjasama Gemawan dengan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atas dukungan Ford Foundation. Program Dana TERRA bertujuan mendukung upaya pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

Praktik pertanian berkelanjutan dalam sekolah lapang yang diselenggarakan melalui program Perempuan Desa Berdaya (Persada). Sumber: Istimewa.

Program ini juga mendukung petani dalam implementasi demplot pertanian padi hitam dan merah yang dikelola para petani perempuan. Pendampingan dilakukan dari dari hulu hingga hilir. Dari proses pembukaan lahan, perawatan, hingga pasca panen, yang menghubungkan produk petani dengan pembeli atau pasar.

Salah satu metode yang digunakan adalah pengolahan lahan tanpa bakar. Sejak bulan Desember 2022, kelompok sudah mengerjakan pengolahan lahan dan penyemaian bibit padi. Di akhir bulan Januari 2023, mereka telah melakukan penanaman bibit padi hitam dan merah seluas 2 hektar di masing-masing desa. 

Baca juga: Gelar Sekolah Lapang Ke-2 Petani Persada Melawi: Wadah Kreasi Petani-Peneliti 

Baca juga: Mengawal Impelementasi Reforma Agraria: Resolusi Konflik Berbasis Komunitas, Studi di Mempawah

“Demplot ini merupakan media belajar bagi kelompok, seperti metode pembukaan, penyiapan dan pengolahan lahan pertanian menggunakan terapan pertanian tanpa bakar dan terapan organis,” ujar Stefanus Kardi, Programme Manager Persada Gemawan. Ia menyebut melalui program Dana TERRA ini, teknik pertanian dengan dua pendekatan tersebut diterapkan untuk memperkuat metode bercocok tanam secara alami yang sebenarnya telah dilakukan oleh masyarakat desa secara turun-temurun.  

Program ini, tambahnya, juga mendukung dan melatih kelompok untuk membuat dan mengembangkan pupuk organik dari bahan yang mudah didapatkan sekitar rumah serta murah. “Mereka sekarang sedang mempraktikkan penggunaan perangsang bakteri tanah yang menghasilkan humus dengan F1 Embio serta pupuk organik cair jenis KCL di demplot tiga desa,” kata Kardi, sapaannya pada Kamis (19/01/2023). 

Kardi menjelaskan, semula para petani sempat kebingungan dalam melakukan pembersihan atau pembukaan lahan tanpa bakar, karena belum ada solusi praktis. “Butuh proses dan metode agar pendekatan ini bisa diadopsi dan juga memberikan dampak dalam peningkatan hasil produksi pertanian petani. Melalui program ini, Gemawan melatih agar pengolahan lahan dikerjakan secara manual, mekanis dan biologis,” tambahnya.

Tiga pendekatan tersebut, kata Kardi, dalam praktiknya akan meminimalisir dan menghilangkan pengolahan lahan dengan cara dibakar dan penerapan pupuk kimia di lahan pertanian.

Baca juga: Refleksi Gerakan Masyarakat Sipil di Kubu Raya, Hermawansyah: “Open-Door Policy” Menciptakan Ekosistem Kerja Kolaboratif

Baca jugaMangrove Action: Uji Coba Petakan Kawasan Mangrove dengan Drone

“Perlu dukungan dan kolaborasi berbagai pihak dalam mengembangkan adopsi pertanian ramah lingkungan sebagai alternatif mata pencaharian dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga di tiga desa. Model praktik yang sedang dikerjakan oleh kelompok akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak, khususnya masyarakat di desa tersebut,” ungkap Kardi.

Ayu, anggota KUPS Akya Laga, mengutarakan pembuatan pupuk organik ini sangat mudah dikerjakan. “Saya bersama kelompok sudah mempraktikkan memperbanyak bakteri dan pupuk organik cair. Dua bahan ini sangat mudah dibuat dan murah, tidak butuh ilmu tinggi untuk membuatnya,” ungkapnya sembari menunjukkan dua botol seukuran 2 liter berisi cairan penyubur tanah dan pupuk organik cair.

“Selama proses, kita, petani dilatih dengan sabar oleh narasumber dan didampingi oleh fasilitator desa untuk menerapkan proses yang ideal. Ini menjadi percontohan bagi kita, sebenarnya petani bisa mengolah lahan tanpa bakar, tetapi memang harus sabar. Ini pengalaman baik di tiga desa, bagaimana dua hektar diolah dengan terapan organik dan berkelanjutan,” ungkap Yanto, yang juga Direktur BUM Desa Darma Jaya.

Sekolah Lapang Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar, Berguru pada Alam

Di demplot padi seluas 6 hektar, kelompok berpraktik dan belajar langsung pasca sekolah lapang, didampingi oleh fasilitator desa. Mereka membersihkan lahan dengan ditebas dan memilah sisa ranting pohon secara kelompok. Traktor digunakan untuk menggiling sisa gulma atau rumbut, serta menggemburkan tanah. F1 Embio yang telah dibuat diimplementasikan dengan disiramkan di lahan. Pupuk ini mampu mengembalikan bakteri pengurai tanah, sehingga humus akan terbentuk kembali. Bakteri dalam F1 Embio juga akan menghancurkan sampah organik dan mengurainya menjadi kompos yang menghasilkan humus bagi tanaman. 

Pengelolaan Hutan Berkelanjutan dengan Pertanian Tanpa Bakar dan Pupuk Organik
Sekolah Lapang | Pelaksanaan Sekolah Lapang ke-1 dalam program Perempuan Desa Berdaya (Persada) di Kabupaten Melawi pada Desember 2022 lalu. Sekolah lapang diharapkan melahirkan inovator sosial dari tingkat tapak yang akan mengakselerasi transformasi sosial dari desa. Sumber: Istimewa.

“Sebenarnya pengolahan lahan secara praktis dan kimiawi, dalam waktu singkat akan menghasilkan produk yang tinggi. Tetapi dampak negatif yang ditimbulkan sangat tinggi bagi tanah dalam jangka waktu lama. Ini tentu akan menambah beban ekonomi yang sangat tinggi juga,” ucap Joko Wiryanto, dalam Sekolah Lapang Petani Perempuan yang dihelat 12-14 Desember 2022.

Baca juga: Sekolah Lapang Petani Gambut Cetak 20 Kader Petani

Baca juga: Gelar Sekolah Lapang Ke-2 untuk Petani Persada Melawi: Wadah Kreasi Petani-Peneliti

Ia menambahkan, petani akan mengalami kondisi ketergantungan pada pertanian kimiawi dengan membeli pupuk kimia yang hari ini sangat mahal dan langka. 

Sementara metode pembakaran lahan pertanian juga akan membunuh bakteri dan cacing yang berperan penting untuk memberikan kesuburan tanah. “Kedua hal tersebut, penggunaan pupuk kimia dan pengolahan lahan dengan bakar, membuat petani dan lahan mengalami ketergantungan jangka panjang. Tentunya berdampak bagi ekonomi, lingkungan dan ketergantungan hidup. Sekarang kita kembalikan kepada alam dan biarkan alam bekerja secara alami pada pertanian kita,” ungkap penemu F1 Embio. 

 

Penulis: Muhammad Zuni Irawan

 

Sekolah Lapang, Belajar dari Alam: Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar oleh 3 KUPS Perempuan di Melawi
Tag pada: