“Jika dulu masyarakat sipil mengambil posisi vis a vis dengan pemerintah, tapi pasca Reformasi terjadi transformasi gerakan masyarakat sipil.” Hermawansyah, Dewan Pengurus Lembaga Gemawan.
Hermawansyah, Dewan Pengurus Lembaga Gemawan, mengapresiasi sikap Pemerintah Kabupaten Kubu Raya yang dengan tangan terbuka menerima kehadiran kelompok masyarakat sipil di Kubu Raya. Hal itu disampaikannya saat hadir menjadi narasumber diskusi bertajuk Refleksi Gerakan Masyarakat Sipil di Kubu Raya pada Sabtu (14/01/2023).
Menurut Wawan, sapaan akrabnya, masyarakat sipil melakukan perubahan metodologi dan pendekatan pasca Reformasi. “Jika dulu masyarakat sipil mengambil posisi vis a vis dengan pemerintah, tapi pasca Reformasi terjadi transformasi gerakan masyarakat sipil,” ujarnya mengawali diskusi.
“Pada dasarnya concern CSO (Civil Society Organization, Editor) tidak berubah, yakni mengenai cara pemerintah menjalankan fungsi tata kelola untuk kemaslahatan umat,” tambahnya.
Wawan menjelaskan, saat ini Negara telah membuka akses bagi masyarakat sipil untuk mengawal proses transformasi sosial, seperti pada isu pelayanan dasar, pelayanan publik, fasilitas pendidikan dan kesehatan, pertumbuhan hijau, serta climate change dan pemanasan global.
Baca juga: Mangrove Action: Uji Coba Petakan Kawasan Mangrove dengan Drone
Diskusi yang dihelat Jari Indonesia Borneo Barat ini mengambil lokasi di Cafe Bumi Gemawan, bilangan Ujung Pandang, Pontianak. Sejumlah perwakilan masyarakat sipil menghadiri kegiatan yang dipandu pegiat senior, Muhammad Hermayani Putera.
Ekosistem Kerja Kolaboratif
Di Kubu Raya, lanjut Wawan, hampir semua agenda masyarakat sipil dapat disinergikan dengan program Pemkab Kubu Raya. “Jika dulu Orde Baru menerapkan kebijakan Open Door Policy untuk mengundang investor, saat ini Pemerintah Kabupaten Kubu Raya mengimplementasikan hal serupa untuk mengundang para pihak mengkreasi harmoni sehingga menciptakan ekosistem kerja kolaboratif,” jelas pegiat sosial kelahiran Desa Sungai Bakau Kecil, Kabupaten Mempawah.
Hal lain, ia juga menjelaskan ekosistem kerja kolaboratif tersebut hanya berlangsung jika ditopang oleh model kepemimpinan adaptif seperti yang telah dipraktikkan selama ini di Kubu Raya.
Baca juga: Mengawal Implementasi Reforma Agraria: Resolusi Konflik Berbasis Komunitas, Studi di Mempawah
Firdaus Darkatni, Direktur Jari Indonesia Borneo Barat, menyebut Kabupaten Kubu Raya mengalami peningkatan drastis selama 5 tahun terakhir. “Saat ini peringkat IPM Kubu Raya berada di urutan ke-tiga, di bawah Kota Pontianak dan Kota Singkawang,” terang Firdaus.
Selain menyampaikan data-data peningkatan di Kubu Raya, Firdaus juga menambahkan aktivitas CSO memberikan kontribusi terhadap pemerintah daerah dalam mencapai target yang diinginkan.
Kohesi Sosial, Dampak Gerakan CSO
Mengutip RMOL Kalbar, Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan, menyebut gerakan masyarakat sipil dirasakan sangat membantu pemerintah daerah dan masyarakat dalam melakukan percepatan-percepatan. “Gerakan masyarakat sipil ini juga turut memastikan kohesi sosial atau solidaritas sosial antarmasyarakat tetap terjaga, sehingga integrasi antara isu sosial, ekonomi, dan lingkungan bisa semakin kuat,” paparnya.
“Inspirasi dan inovasi justru didapat pemerintah daerah dari gerakan-gerakan masyarakat sipil yang terus menggerakkan masyarakat sehingga akhirnya membuat semacam narasi kepada pemerintah daerah,” katanya.
Baca juga: Menanti Langkah Kolektif Hadapi Krisis Iklim: Demi Masa Depan Manusia
Tantangan Gerakan Masyarakat Sipil
Direktur Gemawan, Laili Khairnur, memaparkan tantangan baru yang dihadapi. “Narasi perubahan sosial khas masyarakat sipil saat ini juga sudah diusung pemerintah,” ucapnya.
“Di satu sisi, kita senang agenda masyarakat sipil telah terintegrasi dalam program-program pemerintah. Di sisi lain, kita tak ingin agenda strategis masyarakat sipil itu justru tereduksi dan terjebak pada dimensi administratif dan teknokratis khas birokrasi,” kupasnya.
Laili menyebut keterbukaan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya memang menarik kelompok masyarakat sipil untuk mengimplementasikan program. Bersamaan dengan itu, ia mengingatkan agar masyarakat sipil tidak terlena pada wilayah yang memang terbuka.
“Masyarakat sipil jangan sampai kehilangan spirit gerakan dan perubahan sosial sehingga memilih implementasi program di wilayah yang relatif mudah,” terang pegiat gender ini.
Baca juga: 18 Poin SDGs Desa dan Rekonstruksi Paradigma Pembangunan Berkelanjutan
Menurut Laili, masih ada wilayah aktivitas lain yang menunggu sentuhan gerakan transformasi sosial. “Sebagian wilayah masih belum terbuka terhadap gerakan masyarakat sipil, masih ada kecurigaan terhadap masyarakat sipil yang datang dengan membawa agenda perubahan,” imbuhnya.