Perwakilan masyarakat melakukan pertemuan membahas program reforma agraria di Desa Sekabuk

Di Indonesia, penguasaan ruang oleh masyarakat secara legal hanya diperbolehkan di luar kawasan hutan atau disebut sebagai Areal Penggunaan Lain (APL). APL sendiri diperuntukkan bagi kegiatan di luar sektor kehutanan.

Sementara kawasan hutan, merujuk Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Di masa rezim Orde Baru, masyarakat tidak memiliki akses yang leluasa untuk mengelola kawasan hutan, berbanding terbalik dengan dominasi korporasi atas penguasaan dan pengelolaan hutan di Indonesia. 

Melalui program Reforma Agraria, Pemerintah Indonesia membuka kesempatan komunitas tapak untuk memiliki akses legal terhadap penguasaan ruang, tidak hanya di APL, juga di kawasan hutan.

Tujuan pokok Reforma Agraria adalah penciptaan keadilan sosial yang ditandai dengan adanya keadilan agraria (agrarian justice), peningkatan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan rakyat.[1] Dari kacamata sosial-budaya, Reforma Agraria memberikan penghargaan terhadap model-model pemanfaatan ruang hidup yang dijalani masyarakat secara turun-temurun berbasis kearifan lokal dan pengetahuan tradisional. 

Baca juga: Menanti Langkah Kolektif Hadapi Krisis Iklim: Demi Masa Depan Manusia

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, Pemerintah menetapkan tujuh tujuan Reforma Agraria di Indonesia.

Tujuh tujuan itu, yakni:

Pertama, mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah;

Kedua, menangani sengketa dan konflik agraria;

Ketiga, menciptakan sumber-sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agrarian;

Keempat, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan;

Kelima, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi;

Keenam, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; serta

Ketujuh, memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.[2] 

Di era Presiden Joko Widodo, agenda reforma agraria masuk dalam Program Prioritas Nasional untuk membangun Indonesia dari pinggir dan meningkatkan kualitas hidup. Agenda ini diharapkan mewujudkan tujuan Undang-Undang Pokok Agraria untuk menata ulang struktur agraria yang timpang jadi berkeadilan, menyelesaikan konflik agraria, dan menyejahterakan rakyat pasca berjalannya reforma agraria.

Program Reforma Agraria ini diimplementasikan melalui tiga forma, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah, dan perhutanan sosial. Di masing-masing bentuk itu, Pemerintah mengalokasikan luasan yang bisa dilegalkan masyarakat. 

Menyoal Perkara Tumpang Tindih Lahan Masyarakat di Mempawah: Studi Implementasi Reforma Agraria di Desa Sekabuk 

Melalui program redistribusi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), masyarakat Desa Sekabuk, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah, mengajukan legalitas atas ruang hidup yang telah dikelola secara turun-temurun tersebut.

Sebagai upaya untuk memenuhi hak masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam, Pemerintah Desa Sekabuk menyurati Badan Pertanahan Kabupaten Mempawah dengan Nomor: 225/12/Sekabuk tanggal 17 Desember 2021 perihal Permohonan Pelaksanaan Program Redistribusi Tanah 2022. Harapannya agar Pemkab Mempawah memberi kuota atau alokasi program redistribusi di Desa Sekabuk. 

Surat tersebut direspon oleh BPN Mempawah dengan mendatangi langsung Pemerintah Desa Sekabuk dan melakukan pengukuran di lokasi lahan masyarakat. Dari proses itu diketahui seluas 421,594 hektar berpotensi masuk dalam lokasi pelaksanaan redistribusi obyek landreform di Desa Sekabuk.

Peta Lokasi Redistribusi Tanah Desa Sekabuk
Reforma Agraria | Peta Lokasi Redistribusi Tanah Desa Sekabuk. Sumber: Gemawan Spatial Center

Berdasarkan data pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang di BPKH Wilayah III sampai dengan bulan Desember 2021, diketahui lokasi redistribusi tanah seluas ± 694,77 hektar tumpang tindih dengan areal PBPH-HP PT. BAL. Analisis BPN Mempawah menyebutkan bahwa berdasarkan hasil pengukuran areal yang tumpang tindih ditemukan seluas 237,404 Ha masuk dalam lokasi program redistribusi. 

Baca juga: Pengujung 2022, Panen Perdana Ikan di Kawasan Perhutanan Sosial Sekabuk: Siapkan Pondasi untuk Geliat Ekonomi Baru Mempawah

Berdasar Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat Nomor. SK.733/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014, mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.7/Menlhk/2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan, wilayah tersebut berada pada kawasan berstatus APL.[3]

Peta Kerja Redistribusi Kabupaten Mempawah Tahun 2022.
Peta Kerja Redistribusi Kabupaten Mempawah Tahun 2022.

Sejalan dengan itu, telaah yang dilakukan Gemawan Spatial Center mengonfirmasi bahwa sebagian areal PBPH-HP PT. BAL berada pada wilayah APL. Data ini selaras dengan Peta Kerja Redistribusi Kabupaten Mempawah Tahun 2022 di Desa Sekabuk yang juga berada di APL. Sehingga areal ini dapat dijadikan lokasi pelaksanaan program redistribusi. 

Karena pihak PT. BAL belum melakukan perubahan luasan areal PBPH-HP di areal yang sudah menjadi APL, program redistribusi ini menjadi terhambat. Selain itu, ditemukan pula lahan masyarakat yang sudah bersertifikat sejak tahun 1980, namun masuk dalam areal PBPH-HP PT. BAL.

Pemerintah Desa Sekabuk telah melewati berbagai upaya untuk mencari jalan keluar, baik dengan menyurati dan menemui stakeholder terkait untuk meminta bantuan fasilitasi penyelesaian persoalan tumpang tindih lahan ini. Ketidakjelasan dan berbelitnya prosedur menyebabkan ketidakpastian mekanisme penyelesaian. 

Baca juga: Gemawan Gelar Workshop Perlindungan Sumber Penghidupan di Sambas

Baca juga: Silvofisher, Tebar 1100 Bibit Ikan di Kawasan Perhutanan Sosial Desa Sekabuk

Mengembalikan Ruang Hidup Masyarakat: Resolusi Konflik Lahan secara Partisipatif dan Proaktif berbasis Komunitas

Hingga pada Kamis (22/12/2022), melalui BPN Mempawah, masyarakat dipertemukan dengan pihak PT. BAL dalam rapat dengan agenda memaparkan hasil pengukuran dan pemetaan kadastral. Rapat itu dihadiri BPN Mempawah, pimpinan PT. BAL, Pemdes Sekabuk, serta perwakilan masyarakat sipil. Dalam pertemuan itu, Direktur PT. BAL menyampaikan kesediaannya untuk melepaskan dan mengembalikan lahan yang masuk dalam izin perusahaan kepada masyarakat.

“Kami akan mematuhi dan sesuai dengan peraturan yang ada, bersedia melepaskan dan mengembalikan lahan garapan masyarakat yang berada di APL maupun dalam Hutan Produksi,” ucapnya dalam rapat. Ia juga mengatakan pihaknya akan mengeluarkan surat pernyataan tidak keberatan bagi masyarakat yang ingin menyertifikatkan tanahnya yang berada di APL pada lokasi izin PT. BAL.

Setidaknya dua hal krusial disepakati dalam rapat multi-pihak ini, pertama perusahaan sepakat untuk melepaskan kawasan yang berada dalam APL masuk dalam izinnya dan mengembalikan kepada masyarakat. Kedua, perusahaan akan segera memproses pelepasan kawasan dan pembaharuan izin tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Akhirnya masyarakat Desa Sekabuk mendapatkan titik terang atas hak kelola lahannya setelah PT. BAL – selaku pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) – bersedia melepaskan dan mengembalikan lahan yang tumpang tindih dan berada dalam kawasan APL kepada masyarakat.

Kita menanti berjalannya komitmen tersebut, sekaligus agar preseden ini menjadi momentum aksi kolaboratif stakeholder melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kewajiban perusahaan yang beroperasi di daerah, serta menyediakan mekanisme penyelesaian konflik lahan yang transparan dan partisipatif.

Referensi:

[1] http://ikuswahyono.lecture.ub.ac.id/files/2015/11/DBReforma-Agraria-untuk-Indonesia.pdf

[2] https://www.hukumonline.com/berita/a/perpres-reforma-agraria-telah-terbit–begini-isinya-lt5bb87956d3684

[3] Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III, 2022

 

Penulis:

Sri Haryanti, Ketua Divisi Good Governance Gemawan.

Mohammad R., KM & Comms.

Mengawal Implementasi Reforma Agraria, Mengurai Masalah Kehutanan dan Lahan berbasis Komunitas: Studi di Mempawah
Tag pada: