Ridho Faizinda memaparkan Love Mangrove

Pilar.ID | Total luasan mangrove Indonesia berdasakan peta Mangrove Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2021 mencapai 3.364.076 Ha. Dari jumlah itu, sebanyak 700.000 area Mangrove ini mengalami deforestasi alias rusak.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan 620.000 hektare lahan rusak akan ditanami mangrove sebelum 2024 berakhir.

Kalimantan Barat (Kalbar) pun punya pekerjaan rumah dalam merehabilitasi area gambut yang mulai banyak rusak. Di Kalbar total luas Mangrove mencapai 177.023.738 hektar. Hutan Mangrove tersebar di lima kabupaten. Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Ketapang.

Baca juga: Hari Perempuan International 2023: Embrace Equity, Menegakkan Keadilan untuk Semua

Baca juga: Jejak Perempuan Aktivis: Laili Khairnur

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) mencatatkan penanaman 572.920 bibit Mangrove pada area seluas 65,64 Ha yang tersebar di dua provinsi di Kalimantan, yaitu di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Meski upaya pemerintah untuk merestorasi hutan Mangrove menggebu-gebu, nyatanya banyak pihak dilibatkan dalam upaya pemulihan kawasan gambut ini. Kerja bersama, instruksi pemerintah dan lembaga hingga melibatkan banyak komunitas. Salah satunya getol masuk dalam lingkup anak muda.

Pemerintah mulai melirik anak muda untuk kerja bersama dalam isu lingkungan, tak hanya soal Mangrove saja. Begitu juga lembaga swadaya yang milirik anak muda untuk menebark kampanye lingkungan masif mereka.

Baca jugaDua Langkah Strategis Menjaga Mangrove: Collaborative Efforts and Collective Action!

Baca jugaSirup Gedabu dan Dodol Nipah, 2 Inovasi Mangrove dari Tangan Perempuan Bumi Bertuah

Deputi Direktur Gemawan, Ridho Faizinda, menyampaikan materi Love Mangrove.
Kampanye Anak Muda

Anak muda atau anak yang hidup di masa generasi Z, generasi awal 2000 yang punya pola pikir cepat dan sarat teknologi. Keterlibatan Anak muda sama pentingnya dalam upaya maksimal dalam penyusunan strategi banyak pihak, termasuk LSM yang bergerak soal lingkungan. Seperti diungkapkan Deputi Direktur Bidang Program Gemawan Kalbar, Ridho Faizinda.

Anak muda tak hanya soal kegesitan dalam menerima berbagai informasi, tapi anak muda adalah sarana efektif mengakselerasi kampanye yang digagas dan ingin dicapai. Kampanye melibatkan anak muda menurut Ridho akan jauh lebih fleksibel. Apalagi era digitalisasi dengan penggunaan media sosial sebagai komunikasi yang dikenal ampuh dan mencapai sasaran.

Ridho dan lembaganya paham, melibatkan anak muda dalam setiap kampanye berbau lingkungan akan berbuah manis.

“Kami sudah melibatkan anak muda, anak generasi Z yang punya sosial tinggi dan rasa ingin tahu yang besar. Jika kita melibatkan mereka dalam isu lingkungan, dampanya bisa jauh lebih baik,” ujarnya.

Baca jugaTanam 50 Mangrove dengan Metode Selongsong, Menjaga Ekosistem Mangrove Berbasis Local Knowledge

Baca jugaMedia Sosial, Masyarakat Sipil, dan Panopticon Digital

Cegah Abrasi Kawasan Pesisir
Suasana pasca pelatihan penulisan konten lingkungan. Gambar: Istimewa.
Ubah Midset Generasi Z

Isu lingkungan faktanya tidak menarik anak muda atau generasi Z. Ini membuat banyak upaya untuk menarik anak juda agar tertarik dengan isu ini. Program yang ramah dengan mereka menjadi strategi menarik minat kalangan ini.

Seperti diungkapkan Aktivis Lingkungan, Andi Fachrizal. Melebur dengan anak muda menjadi salah satu cara yang akan membuat mereka ‘ngeh’ akan topik yang ingin digaungkan.

Jika topik lingkungan ingin masuk di kalangan anak muda, paradigma generasi Z ini yang harus pelan-pelan diubah dan dibentuk untuk mau terlibat dalam isu lingkungan.

“Kita yang harus ke mereka. Tak bisa kita beri mereka program yang tidak pada segmen mereka. Mau membangun aware akan lingkungan, maka kita harus terlibat dengan mereka. Apa topik kekinian, kesukaan hingga komunitas mereka,” ujarnya.

Membangun kesadaran lingkungan di kalangan anak muda perlu kerja sistematis dan butuh kolaborasi banyak pihak. Dengan karakter anak muda era saat ini, program yang ditujukan pun harus tepat sasaran.

“Saya yakin, jika program tak hanya menyentuh kepentingan para anak muda ini tapi membangun sistem hulu dan hilir agar mereka peduli dan merasa dibutuhkan dalam persoalan lingkungan ini,” ujarnya.

Baca jugaMengisi Ruang di Media Sosial

Baca jugaIni 5 Masalah Utama Perlindungan Hutan di Indonesia

Mangrove Merajut Masa Depan

Mangrove adalah masa depan. Masa depan bagi keberlangsungan hutan untuk dikelola generasi muda. Ini mengapa pemerintah, lembaga swasta hingga lembaga non profit berlomba-lomba menghidupkan area Mangrove yang banyak rusak, tak terkecuali di pesisir Kalbar ini.

“Mangrove itu adalah kita ke depan bagaimana. Jika kita tidak peduli dan abai saja, maka masa depan Mangrove kita akan makin parah. Luasan lahan akan makin bergeser masif,” kata Andi Fachrizal.

Saat ini saja, kata pria yang akrab disapa Daeng Rizal luasan area Mangrove berkurang dan kian tahun jumlah itu makin masif.

Berbagai peran, termasuk anak muda sangat diharapkan guna menggerakkan seluruh SDM untuk berjibaku mengembalikan kerusakan Mangrove ini.

“Kita ingin mencari aktivis lingkungan muda yang peduli akan lingkungan sekitar mereka. Sudah banyak anak muda yang terjun ke dunia lingkungan, dan kita akan mencari bibit-bibit anak muda untuk kita dorong mereka bekerja dengan lingkungan.

Jadi, fokus anak muda yang ideal adalah bagaimana peran mereka juga terlihat nyata dalam isu-isu lingkungan. Tak hanya konsen isu lain yang dikuasai anak muda, tapi anak muda juga mengambil peran dalam isu lingkungan ini.

“Merajut masa depan lingkungan perlu kaderisasi dan anak muda akan tumbuh menjadi seseorang di masa depan. Kita ingin mereka tumbuh menjadi orang yang peduli akan isu lingkungan. Entah di pemerintahan, di lembaga swasta bahkan bisa jadi pemuda penggerak,” paparnya optimis.

Sumber: Pilar.ID dirilis kembali di laman Gemawan.

Mangrove, Anak Muda, dan Masa Depan