NANGA PINOH, SP – Verifikasi terhadap usulan pengelolaan hutan desa dilakukan tim verifikasi yang hadir dari berbagai instansi dan lembaga. Verifikasi lapangan ini sendiri dilakukan untuk memastikan usulan hutan desa berasal dari masyarakat setempat serta mengecek lokasi atau titik rencana hutan desa.
Salah satu desa yang dilakukan verifikasi adalah Desa Manggala, Kecamatan Pinoh Selatan. Desa ini menjadi salah satu desa di Melawi yang ikut mengusulkan pengelolaan hutan desa.
Ketua Tim Verifikasi Usulan Hutan Desa, Nor Ifansyah, dalam pertemuan dengan tokoh masyarakat serta aparatur desa di aula kantor Desa Manggala, Kamis (25/7) menerangkan, tim yang melakukan verifikasi berasal dari berbagai pihak, mulai dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan (BPSK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Melawi, hingga pokja terkait dari Lembaga Gemawan dan Suar Institute yang melakukan pendampingan.
“Kehadiran kami untuk memverifikasi kebenaran usulan pengelolaan hutan desa oleh masyarakat Desa Manggala. Dalam verifikasi lapangan ini, kami melakukan pengecekan dokumen, apakah benar-benar dibuat oleh penduduk di sini serta sekaligus pengambilan titik wilayah,” katanya.
Pria yang akrab disapa Ifan ini menerangkan, setelah proses verifikasi ini, maka akan muncul rekomendasi tindak lanjut dari usulan hutan desa oleh masyarakat tersebut. Bila berlanjut, maka akan digelar rapat bersama pihak terkait hingga dipastikan bahwa tidak ada persoalan dalam usulan ini.
“Setelah itu, bisa dikeluarkan SK oleh Menteri LHK sehingga kawasan hutan yang diusulkan ini bisa dikelola oleh masyarakat,” ujarnya.
Ifan juga memaparkan bahwa hutan desa menjadi bagian dari skema perhutanan sosial. Beberapa skema lainnya, seperti hutan adat, hutan masyarakat, hutan tanaman rakyat hingga hutan kemitraan.
Hutan desa, kata dia, memberikan hak pengelolaan kawasan hutan pada masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan atau bercocok tanam tanpa mengubah fungsi kawasan.
“Karena ada hak yang diberikan, maka masyarakat yang mengelola juga dilindungi secara hukum. Bahkan bila ada orang lain yang ingin menguasai atau merambah hutan, bisa dilaporkan ke pihak berwajib karena masyarakat kita memiliki legalitas di atas hutan desa,” ujarnya.
Hutan desa, kata Ifan, menjadi upaya pemerintah untuk membangun masyarakat dari pinggiran. Pemberian hak kelola tentu bukan untuk menguasai atau memiliki lahan dalam kawasan hutan tersebut. Namun, untuk pemanfaatan kawasan sehingga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat dengan memaksimalkan potensi yang ada.
“Kita bersama mencari alternatif yang bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat yang mengelola hutan desa ini. Tentunya juga ada kesepakatan dalam pengelolaan hutan desa, misalnya tak boleh ditebangi kayunya sehingga hutan tetap lestari,” jelasnya.
Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Manggala, Sulaiman menuturkan, usulan pengelolaan hutan desa memang diusulkan oleh masyarakat dan mendapat dukungan dari pemerintah desa. Awalnya pihaknya ingin mengajukan hutan adat, namun melihat prosesnya yang rumit, maka diajukan pengelolaan hutan desa.
“Kami mengusulkan hutan desa seluas 543 hektare. Lokasinya berada di desa Manggala. Sebagian ini ada yang belum dikelola dan ada juga yang sudah pernah ditanami karet dan berbagai macam. Lahan yang dikelola ini ada yang sudah mencapaii belasan tahun,” ujarnya.
Sulaiman mengatakan, banyak potensi yang sekiranya bisa dimanfaatkan masyarakat dalam kawasan yang akan diusulkan sebagai hutan desa. Baik dari hasil hutan seperti damar dan rotan hingga potensi lain seperti wisata.
“Selama ini, pengelolaannya juga belum mampu mencakup semuanya itu. Nah, dengan adanya perhutanan sosial ini, setidaknya ada rencana bagi masyarakat di sini ke depan, apa yang akan dikelola atau dikembangkan dalam hutan desa nantinya,” katanya.
Diakui Sulaiman, usulan pengelolaan hutan desa masih memunculkan pro kontra bagi masyarakat Manggala. Namun, seiring dengan berjalannya proses usulan tersebut, ia meyakini bahwa masyarakat nantinya akan mendukung program tersebut.
“Ada yang kontra juga, mungkin karena dia ini belum memahami dampak positif perhutanan sosial. Tapi kami juga akan terus memberikan pemahaman pada kelompok masyarakat ini,” katanya. (eko/lha)
24,5 Ribu Hektare Kawasan Diusulkan sebagai Hutan Desa
Program Manajer Gemawan, Sri Haryanti, yang ikut mendampingi tim verifikasi usulan hutan desa di Manggala mengungkapkan secara total ada delapan desa yang mengusulkan pengelolaan hutan desa.
Delapan desa tersebut, yakni di Kecamatan Belimbing seperti Desa Nusa Kenyikap, Upit, Balai Agas, Desa Manggala dan Sungai Bakah dari Pinoh Selatan, Desa Nanga Potai dan Sepakat dari Kecamatan Sokan serta Desa Nusa Pandau, Kecamatan Nanga Pinoh.
“Tiga di antaranya sudah dilakukan verifikasi lapangan. Empat desa, termasuk Manggala sedang berjalan verifikasinya,” katanya.
Sri memaparkan, ada kurang lebih 24.500 hektare kawasan hutan yang diusulkan untuk ditetapkan menjadi hutan desa. Usulan terbesar berasal dari Desa Nusa Kenyikap. Sebagai lembaga pendamping, Gemawan juga ikut membantu mendorong desa-desa tersebut membangun program untuk pemanfaatan hutan desa ke depan.
“Dari usulan masyarakat di delapan desa ini, memang berbeda-beda rencana pemanfaatan hak kelola hutan desa. Ada yang memanfaatkannya untuk potensi wisata, pemanfaatan produk hutan, seperti madu, hingga obat-obatan tradisional,” jelasnya.
Gemawan, bersama Suar Institute, kata Sri, terus mendampingi desa yang menyampaikan usulan hutan desa, terkait apa usaha yang akan dikelola dari hasil hutan yang ada. Kemudian juga akan dilakukan analisis potensi hutan desa bersama lembaga tersebut dan LPHD. “Sehingga nantinya mereka dapat mengelola dengan maksimal hutan desa. Karena jangka waktu pengelolaan yang diberikan juga cukup panjang, ada yang 30 sampai 35 tahun,” katanya. (eko/lha)
Source: https://www.suarapemredkalbar.com/berita/melawi/2019/07/26/tim-lakukan-verifikasi-usulan-hutan-desa