“Kami berharap SPKM dapat menjadi pelopor dalam melakukan berbagai kegiatan aksi iklim di Mempawah,” ucapnya. Menurut Wati, aksi iklim tidak hanya dipahami dengan menjaga lingkungan semata, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan produk ramah lingkungan, dan sebagainya.
Risiko krisis iklim yang mengancam masa depan manusia mendesak respon segera dari banyak pihak. Dalam konsolidasi dan evaluasi internal Serikat Perempuan Kabupaten Mempawah (SPKM) pada Selasa (11/10/2022), Siti Rahmawati, Ketua Divisi Perempuan Gemawan, menjelaskan komunitas-komunitas di tingkat tapak memiliki risiko yang tinggi karena aktivitas mereka.
Mempawah memiliki risiko tinggi banjir serta kebakaran hutan dan lahan. Dua bencana ini mengancam sumber penghidupan masyarakat lokal, terutama para petani dan nelayan.
“Para perempuan yang tergabung dalam SPKM rata-rata adalah seorang petani. Krisis iklim yang melanda saat ini, berpengaruh pada perubahan musim dan ancaman bencana menjadi tantangan ibu-ibu dalam mengelola ruang hidup mereka, apalagi ini sangat berkaitan dengan keberlanjutan dan resiliensi ekonomi mereka,” terangnya.
Baca juga: Mangrove Action: Uji Coba Petakan Kawasan Mangrove dengan Drone
Perempuan Pelopor Aksi Iklim
“Perempuan termasuk kelompok rentan terdampak krisis iklim, karena itu peringatan hari jadi SPKM ini bisa sekaligus menjadi ruang berbagi pengetahuan untuk meningkatkan resiliensi kelompok perempuan,” tambahnya. SPKM dibentuk pada tahun 2021 lalu, hasil musyawarah kelompok perempuan mitra Gemawan di Kabupaten Mempawah pasca mengikuti pelatihan kepemimpinan perempuan.
“Kami berharap SPKM dapat menjadi pelopor dalam melakukan berbagai kegiatan aksi iklim di Mempawah,” ucapnya. Menurut Wati, aksi iklim tidak hanya dipahami dengan menjaga lingkungan semata, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan produk ramah lingkungan, dan sebagainya.
“Melalui pendidikan, inovasi, dan kepatuhan terhadap komitmen iklim, kita dapat membuat perubahan yang diperlukan untuk melindungi Bumi,” tandasnya. Bagi perempuan aktivis ini, perempuan berpotensi besar menjadi penggeraknya.
Wati menjelaskan aksi iklim ini bisa dimaknai lebih luas, termasuk membangun benteng-benteng sosial yang responsif terhadap risiko krisis iklim. Dalam Sustainable Development Goals (SDGs), terang Wati, aksi iklim tercantum sebagai tujuan ke-13. “Dengan pencantuman aksi iklim dalam SDGs, ini menandakan kesadaran ekologis sudah semakin besar. Tantangannya adalah membangun kesadaran bersama untuk melakukan aksi kolaboratif,” papar Wati di Kantor Desa Sekabuk.
Baca juga: 2 Hari Pelatihan, Bentuk Serikat Perempuan Kabupaten Mempawah untuk Perempuan Mampu Berdaya
Penulis: Muhammad Yamin A.P.