Pada workshop perhutanan sosial, Direktur Eksekutif Lembaga Gemawan Laili Khairnur mengungkapkan, bahwa program pemerintah Indonesia dalam percepatan proses perhutanan sosial saat ini masih jauh dari target yang diharapkan, serta keresahan dari masyarakat desa atas ketimpangan yang terjadi di wilayahnya, terhadap pengelolaan hutan dan lahan oleh pihak investor.
Fakta terkait ketimpangan penguasaan dan pengelolaan lahan dan hutan antara masyarakat dan industri berbasis lahan dan hutan, serta program dari Pemerintahan Jokowi yaitu perhutanan sosial seluas 12,7 juta ha, maka dari itu Gemawan menggelar workshop perhutanan sosial untuk membangun serta memberikan informasi atas pemahaman warga desa dalam mengambil peluang hak atas pengelolaan hutan dan lahan, Sabtu (25/8/2018).
Workshop perhutanan sosial yang bertemakan ‘Desa Berdaya, Sumber Daya Alam Terlindungi dan Rakyat Sejahtera’ itu, digelar selama 2 hari dan berlangsung di ruang pertemuan Wisma Nusantara, Jln. Suprapto, Pontianak Kalimantan Barat, dan dihadiri oleh 50 peserta yang merupakan perwakilan dari desa yang merupakan desa potensial dalam mengajukan skema Perhutanan sosial.
Workshop Perhutanan Sosial, Meraih Target Melalui Perhutanan Sosial
Direktur Eksekutif Lembaga Gemawan Laili Khairnur mengungkapkan, bahwa program pemerintah Indonesia dalam percepatan proses perhutanan sosial saat ini masih jauh dari target yang diharapkan, serta keresahan dari masyarakat desa atas ketimpangan yang terjadi di wilayahnya, terhadap pengelolaan hutan dan lahan oleh pihak investor.
“Sebenarnya ketimpangan atas kepemilikan hutan dan lahan itu sudah mereka rasakan, misalnya dibanding kepemilikan masyarakat dengan investasi itu sangat jauh sekali, nah karena ini peluang itu dimanfaatkan oleh masyarakat, dan menurut kami itu adalah persoalan informasi yang belum tersampaikan kepada masyarakat. Makanya saat ini kita mengundang desa-desa yang masuk dalam peta indikatif areal perhutanan sosial,” ujar Laili saat diwawancarai oleh Tribun.
Untuk mencapai tujuannya menurut Laili Gemawan memberikan beberapa program kepada masyarakat desa, dalam pemahamannya untuk dapat memiliki status pengelolaan hutan dan lahan oleh masyarakat itu sendiri.
Baca juga: Ini Komoditi Perhutanan Sosial Mitra Gemawan yang Dipamerkan di KLHK
“Untuk programnya sendiri nanti di masyarakat kita bentuk kelompoknya, kemudian pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas, dan bagaimana juga masyarakat desa mengorganisir dirinya dalam mengajukan ke pemerintah atas kepemilikan pengelolaan hutan dan lahan, dan itu akan kami dampingi,” kata Laili.
Saat ditanya mengenai kendala dalam proses percepatan perhutanan sosial oleh masyarakat ini, Laili menyayangkan jika sikap masyarakat yang kurang yakin dan pesismis atas proses yang lama, susah, dan belum diterima oleh pemerintah terhadap pengajuan mereka dalam status hak pengelolaan perhutanan sosial itu sendiri.
“Tapi kita ambil contoh ya, pulau Maya itu hampir 8 tahun loh proses mereka, tapi mereka tetap semangat, dan pada akhirnya 2017 kemarin SK dari kementerian keluar untuk mereka terkait atas hak pengelolaan itu,” ujar Laili.
Dari workshop perhutanan sosial ini Laili berharap masyarakat setelah ini dapat memanfaatkan peluang ini, peluang yang dimana masyarakat itu sendiri telah memiliki dana desa, dan dana tersebut boleh digunakan untuk perluasan perhutanan sosial itu sendiri.
“Atas apa yang telah mereka lakukan, yaitu perlindungan hutan dan lahan dengan menggunakan dana mereka itu, mereka dapat menggunakannya untuk kesejahteraan mereka sendiri,” tutup Laili.