Produk itu adalah piring pelepah pinang yang berasal dari Desa Punggur Besar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Di sini, para perempuan petani pergi ke kebun mengumpulkan pelepah-pelepah pinang yang sudah mulai merebah. Yang sudah jatuh ke tanah pun tak luput dari genggaman mereka. Ditemani anak-anak mereka yang berlari menikmati rimbunan dedaunan teduh, satu per satu pelepah pinang dikumpulkan, menawarkan solusi untuk keberlanjutan lingkungan.
Ide membuat piring pelepah pinang muncul ketika Kades melihat pelepah pinang yang teronggok tak terpakai. Ia memikirkan cara agar pelepah pinang dapat berguna dan memberikan manfaat ekonomi tambahan bagi warga Punggur Besar. Sepengalamannya, pelepah pinang biasa digunakan sebagai alas penganan tradisional. Sebagai hasilnya, ia tergerak membuat mesin pencetak piring alami dari pelepah pinang.
Areca catechu, nama latin pinang, memiliki berbagai manfaat bagi manusia. Berikut adalah beberapa manfaat pinang bagi manusia dari sisi ekologi, sosial-budaya, dan ekonomi: pertama, dari sisi ekologi. Pinang memang dikenal sebagai tanaman obat dan kerap mengisi tradisi masyarakat di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat, sejak masa silam. Secara ekologis, warga menggunakan pohon pinang sebagai penyangga tanah dan benteng alami untuk lingkungan mereka. Karakter akarnya yang kokoh mampu mencegah tanah dari longsor dan menahan abrasi.
Kedua, Dari sisi sosial-budaya, buah pinang yang dikonsumsi bersama daun sirih melengkapi tradisi nyirih. Dalam pernikahan, buah pinang juga digunakan sebagai penyempurna prosesi adat-istiadat. Bahkan, kata meminang merupakan serapan dari bahasa Melayu, pinang (Indonesia, 2019). Batang pinang yang kokoh lazim dijadikan warga sebagai tiang tarup pada berbagai aktivitas. Daunnya yang rapat digunakan masyarakat sebagai bahan baku atap rumah sejak kurun waktu yang lampau.
Ketiga, dimensi ekonomi, permintaan pinang yang semakin meningkat dari luar negeri – karena diminati pasar raksasa seperti Cina, Arab Saudi, India, Pakistan, Iran, Bangladesh, juga Thailand, menggugah para petani pinang mengembangkan pinang sebagai komoditas unggulan. Satu hal lain, bercocok tanam pinang bahkan lebih menguntungkan dari sawit. Dengan harga jual pinang kering yang saat ini berada di kisaran Rp18.000 s.d. Rp23.000 per kilogram, pendapatan ekonomi para petani tak ayal bertambah.
Baca juga: Dua Langkah Strategis Menjaga Mangrove: Collaborative Efforts and Collective Action!
Baca juga: Kolaborasi Multi Pihak Aksi Jaga Bumi Tanam Mangrove di Hari Lingkungan Hidup Internasional 2022
Piring Pelepah Pinang, Inovasi untuk Alam yang Berkelanjutan
Melansir dari Rappler, styrofoam berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Bagi kesehatan, styrofoam memiliki kandungan benzena, satu dari 4 serangkai penyebab kanker pada manusia, yakni benzena, toluena, etilbenzena, dan xilena (BTEX).
Kedua, styrofoam bersifat mikroplastik. Mikroplastik berasal dari plastik, terutama styrofoam, yang dibuang ke perairan, secara perlahan akan terpecah-pecah menjadi mikroplastik yang tak kasat mata. Mikroplastik itu lantas dimakan oleh ikan yang akan kita konsumsi. Ketika ikan yang telah memakan mikroplastik itu dikonsumsi, maka mikroplastik masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan masalah bagi kesehatan manusia (Saputra, 2016).
Sedangkan dampak bagi lingkungan, limbah styrofoam sulit terurai dan masih menggunakan CFC. Kembali mengutip Rappler, limbah styrofoam yang sulit terurai ini dapat menyumbat sungai dan saluran air. Karena sifatnya yang sulit didaur ulang, jenis limbah ini paling jarang dicari oleh pemulung. Proses pembuatan styrofoam masih menggunakan chloro fluoro carbon (CFC), penyebab efek rumah kaca (Saputra, 2016).
Baca juga: Ini 5 Masalah Utama Perlindungan Hutan di Indonesia
Baca juga: Penelitian: Penyelesaian Konflik Perusahaan Sawit dengan Masyarakat di Kalbar Masih Belum Efektif
Inovasi muncul dari Punggur Besar ketika Anwar M. Nur, Kepala Desa Punggur Besar, membuat mesin yang bisa menyulap pelepah pinang menjadi produk baru yang ramah lingkungan. Ia menyadari dampak negatif penggunaan styrofoam bagi lingkungan. Produk itu adalah piring pelepah pinang, yang dikenal masyarakat Punggur Besar dengan nama piring opeh pinang. Opeh adalah sebutan masyarakat lokal untuk pelepah.
Ide membuat piring pelepah pinang muncul ketika Kades melihat pelepah pinang yang teronggok tak terpakai. Ia memikirkan cara agar pelepah pinang dapat berguna dan memberikan manfaat ekonomi tambahan bagi warga Punggur Besar. Sepengalamannya, pelepah pinang biasa digunakan sebagai alas penganan tradisional. Sebagai hasilnya, ia tergerak membuat mesin pencetak piring alami dari pelepah pinang.
Kembali ke Alam dengan Sejuta Keramahan: Piring Pelepah Pinang
Pelepah pinang yang sudah dikumpulkan warga Punggur Besar dijual pada pengepul dengan harga yang cukup baik – mengingat opeh hanyalah limbah. Kapanpun mereka ingin memperoleh pendapatan tambahan, mereka bisa mendapatkannya dengan menjual opeh. Opeh yang terkumpul itu dijual kepada Pemerintah Desa Punggur Besar untuk diproduksi menjadi piring pelepah pinang.
Pemerintah Desa Punggur Besar berharap kelak pengelolaan produksi piring opeh pinang akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa Punggur Besar yang hampir rampung. Piring pelepah pinang ini menjadi kontribusi berharga Desa Punggur Besar untuk mencegah kerusakan ekologis akibat penggunaan styrofoam dan plastik sebagai wadah makanan. Mari kembali ke alam, dengan sejuta keramahan.
References
Indonesia. (2019, May 03). Retrieved from www.indonesia.go.id: https://indonesia.go.id/kategori/kuliner/571/jejak-masa-lalu-sirih-dan-pinang
Saputra, Y. (2016, October 21). Rappler. Retrieved from www.rappler.com: https://www.rappler.com/world/149920-bahaya-styrofoam-kesehatan-lingkungan/
Simak video Piring Pelepah Pinang: Hadiah Alam untuk Kelestarian Bumi berikut:
Mohammad R.
Knowledge Management and Communications Manager Perkumpulan Gemawan