Kolektif Emehdeyeh bekerjasama dengan Gemawan menyelenggarakan Pameran Seni Rupa bertajuk Nugal. Pameran yang diinisiasi oleh Kolektif Emehdeyeh ini diselenggarakan pada tanggal 27 – 30 November 2022 di Rumah Gerakan Gemawan, bilangan Ujung Pandang, Pontianak. Pameran ini sekaligus menjadi pameran perdana yang diselenggarakan oleh Kolektif Emehdeyeh.
“Gemawan hingga saat ini memang berkomitmen mendukung partisipasi anak muda dalam berkarya, termasuk seperti sekarang mendukung Kolektif Emehdeyeh dalam menyelenggarakan pameran seni rupa lukisan,” ujar Hermawansyah, Dewan Pengurus Gemawan dalam sambutannya.
Wawan, sapaannya, menyebutkan Gemawan membuka ruang-ruang interaksi dengan beragam segmen sosial lain, tidak semata-mata dengan kerja yang biasa Gemawan lakukan. Karena awalnya Gemawan ini juga didirikan oleh dan berangkat dari mimpi anak muda.
Baca juga: Pelestari Kehidupan: Sebuah Kompilasi Situated-Knowledge dari Tingkat Tapak
“Dalam pameran ini, Gemawan merasa ada irisan semangat dan nilai dengan teman-teman – yang dalam pameran kali ini mengangkat tema Nugal, yakni tradisi menanam masyarakat adat Dayak. Itu menunjukkan adanya nilai keadilan ekologis yang juga diangkat oleh Kolektif Emehdeyeh,” paparnya. Menurutnya, hal ini selaras dengan salah satu prinsip utama Gemawan, yakni berkarakter dalam budaya lokal.
“Selain itu, sebagaimana tema pameran yang diangkat oleh teman-teman Emehdeyeh, ini juga sebangun dengan proses perkembangan Gemawan. Sebagai sebuah organisasi, Gemawan berangkat dari semangat dan harapan yang awalnya disemai, ditanam hingga tumbuh berkembang hingga saat ini,“ tambah pegiat demokrasi Kalimantan Barat.
Wawan menjelaskan, Gemawan saat ini mempersiapkan diri bertransformasi menjadi Rumah Gerakan Sosial Transformatif untuk Borneo yang Keren, Inklusif, dan Berkelanjutan. “Sehingga kami sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan siapapun yang ingin berkontribusi dalam pemajuan Borneo, khususnya saat ini Kalimantan Barat,” katanya. Karena itulah Gemawan, jelasnya, mengambil tema yang lebih luas, yakni peradaban baru Borneo.
“Kami menyadari kurangnya ruang-ruang publik untuk mengapresiasi karya seni di Kota Pontianak, karena itulah kami menyambut dengan tangan terbuka teman-teman seniman yang mengambil bagian menjadi lokomotif peradaban untuk Borneo kita,” tutupnya.
Baca juga: Seminar Nasional Perubahan Iklim Respon Hasil G20
Pameran Nugal: Membuka Ruang-Ruang Apreasiasi Seniman
Nugal menjadi tajuk yang diusung oleh Kolektif Emehdeyeh. Nugal merupakan istilah bahasa sub Suku Dayak Binayuh yang berarti berladang. Mereka menganalogikan ruang-ruang apresiasi itu sebagai ladang yang menjadi tempat para petani melakukan aktivitas nugal. Tandus dan gersangnya aktivitas seni di Kalimantan Barat direspon Komunitas Emehdeyeh dengan menamai pameran ini dengan Nugal.
“Layaknya nugal yang merupakan prosesi penanaman benih yang penuh dengan semangat gotong royong serta harapan, begitu pula kami menamai gelaran seni ini dengan Nugal, agar benih-benih baru apresiasi terhadap seni rupa juga tumbuh di Pontianak,” ucap Zakaria, ketua panitia.
Zakaria menjelaskan, memang tidak semua benih yang disemai itu unggul sehingga akan tumbuh subur. Tapi memang begitulah cara alam menyeleksi. “Apakah benih yang ditabur akan menjadi sebuah ladang yang subur sampai masa panen tiba dan dapat memberi manfaat atau malah menjadi sebuah ladang yang tandus? Hanya waktu dan proses yang mampu menjawabnya,” ucapnya.
Ia juga menyoroti perkembangan dan kemajuan seni rupa di Indonesia yang masih terfokus pada daerah sentral saja seperti, Yogyakarta, Bali, Bandung, dan Jakarta. “Ada hal penting yang tidak boleh terlewatkan, seperti pergerakan kecil di daerah-daerah Barat dan Timur Indonesia yang masih kurang dilihat dan direspon oleh khalayak luas, termasuk perkembangan seni rupa di Kota Pontianak,” tambahnya
“Pameran di Pontianak bisa dihitung dengan jari, satu sampai tiga kali dalam setahun, itupun karya yang dihadirkan sebagian besar merupakan karya lama yang selalu dipamerkan pada gelaran pameran seni rupa di setiap tahunnya,” katanya.
Baca juga: Strategi Percepatan Pencapaian SDGs 2030
Emehdeyeh merupakan salah satu kolektif seni rupa yang bergerak secara independen di Kota Pontianak. Berfokus pada penciptaan karya seni yang berbasis pada hasil riset mandiri seniman dan bergerak pada tata kelola seni. Sebagian besar anggotanya adalah seniman muda yang berharap Kalimantan Barat dapat mengkreasi ruang-ruang apresiasi para seniman daerah.
Dalam gelaran ini, Kolektif Emehdeyeh menampilkan 11 karya, di antaranya, lukisan berukuran 100 x 100 cm, digital printing dan patung buah karya para seniman yang ikut serta dalam pameran, seperti Zakaria Pangaribuan, Gilbert Joned, Alef Dasilelo, Sadri Rahmad, Muhammad Sobari Ansyori, dan Friscillia Pujianti Esa Putri. Mereka juga melibatkan penulis muda Pontianak.
“Pada pagelaran ini kami juga berkolaborasi dengan teman-teman UKM dan komunitas kampus, KSJL, IKANMAS, SENTRA, dan SANGSERTA,” tambahnya.
“Kolektif Emehdeyeh berharap pameran ini mampu memberikan suguhan yang inspiratif, edukatif, dan rekreatif bagi publik luas, khususnya masyarakat Pontianak, serta mampu memberikan motivasi untuk menumbuhkan kecintaan dan penghargaan kepada para seniman daerah,” tutup Zakaria.