“Gotong royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong! Prinsip Gotong Royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.”
Gotong royong bukanlah sebuah kata atau istilah yang baru ataupun tabu bagi bangsa Indonesia. Gotong royong merupakan kodrat anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa bagi setiap manusia, manifestasi dari identitas manusia sebagai makhluk sosial. Sangat tak mengherankan jika pendiri Bangsa Indonesia, Ir. Soekarno, meletakkan gotong royong sebagai dasar semangat dalam pidato 1 Juni 1945 yang berapi-api.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bekerja bersama-sama (tolong- menolong, bantu-membantu) (KBBI Daring, n.d.). Menurut Bung Karno, “Gotong royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong! Prinsip Gotong Royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.” (Basarah, 2020).
Bung Karno mendaratkan definisi gotong royong sebagai prinsip yang asali dari bangsa Indonesia “Satu perkataan Indonesia yang tulen,” ujarnya. Gotong royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan, yang menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan (Patria, 2018).
Baca juga: Borneo Mangrove Action: Uji Coba Petakan Kawasan Mangrove dengan Drone
Baca juga: Dua Langkah Strategis Menjaga Mangrove: Collaborative Efforts and Collective Action!
Menggali Gotong Royong dari Hulu Kalimantan Barat
Demikian halnya di dalam kehidupan sosial masyarakat Suku Dayak Uud Danum yang mendiami kawasan Sawang Senghiang, Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Paham ini melekat pada berbagai aktivitas sosial mereka. Mereka menyebutnya dengan hokavat atau hodohop, yang bermakna tolong-menolong atau bantu-membantu. Dalam kegiatan berladang, Suku Dayak Uud Danum memiliki beberapa istilah gotong royong yang khusus, yaitu handop, holau/ngolau, dan hinjam.
Handop adalah kegiatan gotong royong oleh sekelompok atau beberapa orang untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang sebelumnya telah disepakati terlebih dulu. Contohnya, kegiatan handop untuk membuka ladang.
Sebelum aktivitas pembukaan ladang dilakukan, misalnya handop monilik (menebas lahan untuk ladang), pihak-pihak yang terlibat akan menyepakati dahulu beberapa hal, seperti biaya makan dan minum saat handop berlangsung, waktu, urutan pelaksanaan, hingga denda jika mengingkari kesepakatan. Semua itu dilakukan dengan permusyawaratan dan permufakatan.
Handop diibaratkan arisan. Tapi tidak seperti arisan sebagaimana lazimnya dengan uang. Handop dilaksanakan di luar ruangan oleh beberapa orang. Dalam praktiknya, handop tidak hanya dilakukan untuk aktivitas perladangan, tapi juga dalam kegiatan sejenis lainnya.
Holau/ngolau, yaitu kegiatan semangat seseorang yang secara spontan mengumpulkan masyarakat sekampung untuk membantu memanen padi ladang seseorang. Gotong royong ini ditandai dengan alat yang dinamai sahkai pulang.
Baca juga: Strategi Percepatan Pencapaian SDGs 2030
Baca juga: 18 Poin SDGs Desa dan Rekonstruksi Paradigma Pembangunan Berkelanjutan
Sahkai pulang adalah alat tradisional yang terdiri dari sebatang bambu kuning (kaui) berumbai dengan rautan yang halus lemah dan membulat indah. Di atasnya menggantung tegak mandau, tombak dan keris – lambang senjata budaya Suku Dayak Uud Danum – terbuat dari kayu solomangun. Mengarah ke puncak, akan ada hiasan rumbai rautan batangnya. Di puncak sahkai pulang bertengger burung tiung yang paruhnya menjepit sebilah kolohping. Pada kegiatan holau/ngolau biasanya saling membalas dengan waktu yang tidak dapat dipastikan.
Hinjam, yaitu kegiatan seseorang meminta pertolongan atau meminjam tenaga orang lain, yang tak dibatasi jumlahnya – bahkan bisa hingga sekampung atau melibatkan orang luar kampung – untuk ikut melaksanakan suatu pekerjaan. Seseorang yang melaksanakan kegiatan hinjam atau tuan rumah hanya menyediakan atau menyiapkan makan dan minum dengan memotong ayam, babi, atau sapi.
Kegiatan hinjam biasa dilaksanakan oleh seseorang atau keluarga yang tingkat ekonominya berkecukupan, seperti memiliki hasil ladang yang melimpah dan luas dengan benih ratusan gantang. Selama satu hari penuh, mereka akan bekerjasama. Orang yang terlibat pada kegiatan hinjam tidak memperoleh imbalan apapun dari tuan rumah, karena hinjam didasari niat murni dan ikhlas tanpa pamrih. Beberapa macam hinjam seperti, hinjam monahti–novong yaitu membuka ladang (kegiatan membuka lahan ladang baik menebas maupun menebang); hinjam ngomavo, yaitu kegiatan menyiang padi/merumput; dan hinjam ngohtom (panen padi).
Catatan kearifan lokal tersebut di atas menggambarkan gotong royong sebagai bagian dari ornamen peradaban Indonesia. Sehingga sangat tepat ketika Bung Karno menyebutnya sebagai “satu perkataan yang Indonesia tulen”. Meski beragam kata yang digunakan, maknanya tetaplah gotong royong, de totale dari perasaan dasar bernegara Indonesia, yakni Pancasila.
References
Basarah, A. (2020, June 1). Pancasila Dan Gotong Royong Bangsa Hadapi Pandemi Covid 19. MPR RI. Retrieved February 13, 2023, from https://www.mpr.go.id/berita/pancasila-dan-gotong-royong-bangsa-hadapi-pandemi-covid-19
KBBI Daring. (n.d.). Arti kata gotong royong – Kamus Besar Bahasa Indonesia. KBBI. Retrieved February 13, 2023, from https://kbbi.web.id/gotong%20royong
Patria, J. (2018, October 4). Membumikan Ajaran Bung Karno: Gotong Royong, Ruh Bangsa (Bagian 1). Medium. Retrieved February 13, 2023, from https://medium.com/@jagatpatria/membumikan-ajaran-bung-karno-gotong-royong-ruh-bangsa-bagian-1-85b883e36912
Penulis:
Stefanus Kardi, pegiat Gemawan, aktivis PA GMNI.