“Untuk mengurangi potensi risiko kebakaran areal gambut, perlu diberikan support insentif bagi desa-desa yang memang melakukan pembukaan lahan tanpa bakar.” Laili Khairnur, Direktur Gemawan.
Prakiraan cuaca memang tidak memberikan kepastian musim kemarau atau musim hujan. Per 31 Desember 2022, di Kabupaten Kubu Raya sudah disuguhkan dengan kebakaran di Rasau Jaya Umum. Ini berlanjut di tanggal 1 dan 2 , bahkan tim patroli darat BPBD Provinsi dan Kubu Raya masih melakukan patroli, karena sisa-sisa kebakaran ini memang tidak mudah padam walaupun hujan.
“Apalagi tadi kita cek di daerah Rasau Jaya dan sekitarnya hujan tidak selebat di Kota Pontianak. Nah, asap ini memang akibat dari curah hujan yang membasahi lahan gambut, dimana di permukaan seperti padam tetapi sesungguhnya masih membara karena gambut kita cukup dalam,” papar Kepala Satgas Informasi BPBD Kalbar, Daniel, saat Dialog Ruang Terbuka di RRI Pontianak, Kamis (5/1/2022).
Daniel mengakui walaupun dalam pemadaman BPBD menggunakan suntik gambut dengan memasukkan air ke lahan gambut, tetapi karena luasan gambut cukup banyak sehingga tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Menurut Daniel, berdasarkan laporan-laporan yang masuk ke mereka, ada dua kabupaten yang sudah mulai terbakar, yaitu di Kubu Raya dan Ketapang.
“Memang pada umumnya di area terbakar ini area gambut, dan kemarin saya sebagai ketua Satgas juga turun ke lapangan, melihat memang tumbuh-tumbuhan yang ada berupa tumbuhan pakis yang banyak yang sudah mati dan daunnya kering dan mungkin bukan sengaja dibakar, tetapi mungkin ada kelalaian masyarakat membuang puntung rokok berpotensi menimbulkan kebakaran. Apalagi lokasinya di tepian jalan raya yang banyak tumbuhan pakis dan rumput yang kering. Begitu pula di Ketapang,” tuturnya.
Mitigasi Krisis Iklim
Senada hal itu, diungkapkan Direktur Ekskutif Gemawan, Laili Khairnur, yang menyatakan bahwa krisis iklim tidak dapat memprediksi antara musim kemarau ataupun musim hujan, sehingga strategi-strategi adaptasi, mitigasi harus dilakukan dalam konteks mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalbar.
Laili Khairnur mengakui krisis iklim ini bukan hanya isu, tetapi kenyataan. Karena fakta di lapangan, para petani harus merubah pola dan jadwal tanam karena situasi iklim yang tidak menentu. “Ini persoalan habit, sehingga penyadaran sangat penting,” ucapnya.
“Tetapi yang kedua menurut saya, tata kelola itu juga sangat penting, dalam konteks misalnya kalau ini memang terbakar di kawasan industri (private area) tentu penegakkan hukum juga harus dilakukan,” harapnya.
Baca juga: Mengawal Implementasi Reforma Agraria: Resolusi Konflik Berbasis Komunitas
Pentingnya Penegakan Hukum
Ia mencontohkan beberapa kasus kebakaran yang terjadi, ada yang melihatnya semacam ketidakpercayaan dalam proses penegakan hukum, yang masih beranggapan dalam proses hukum akhir hanya akan dilepas, khususnya untuk yang industri.
“Untuk masyarakat, menurut kami, penting juga bagi kita – terutama Pemda. Bahkan hasil diskusinya dengan Badan Restorasi Gambut dan Manggrove yang memang banyak bekerja di Kubu Raya, terkait bagaimana restorasi sebaiknya – menurut saya, kita juga memberikan support insentif desa-desa yang memang melakukan pembukaan lahan tanpa bakar,” ujarnya.
“Fakta ini tentu memberikan praktik dan contoh baik bagi yang lainnya, bahwa ketika mereka melakukan pertanian yang ramah lingkungan, Negara memberikan insentif kepada mereka,” katanya.
Laili Khairnur menyebut total kawasan hutan di Kalbar lebih dari 8 juta hektar. Tetapi, menurutnya, tegakan hutan sebesar itu harus dibuktikan dan perlu ground checking lagi.
Baca juga: Upacara Bendera di Lahan Gambut Peringati HUT 77 RI
Kebakaran Gambut perlu Aksi Kolaborasi
“Kenyataannya lingkungan kita sudah rusak, sehingga yang dibutuhkan ini kerja-kerja kolaborasi. Tidak bisa Pemerintah kerja sendiri, menganggap bahwa ini urusan Pemerintah, dan sektor-sektor lain itu diabaikan atau bahkan tidak diawasi,” tambahnya menawarkan solusi.
Dialog Ruang Terbuka RRI Pontianak yang dipandu Kepala Stasiun LPP RRI Pontianak, Widi Kurniawan, SH dan Alvian Alhadi tersebut juga menghadirkan Akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak, DR. Erdi Abidin dan Kabid Pemadaman dan Sarana Prasarana Kabupaten Kubu Raya Sulistyono.
Sumber: RRI
Rilis pertama kali di laman RRI dengan judul Hujan Tidak Serta Merta, Mampu Padamkan Kebakaran Gambut, pada tanggal 5 Januari 2023. Dirilis kembali di laman Gemawan dengan beberapa penyuntingan.