Enam tahun berjalannya Undang-Undang Nomor 06 tahun 2014 tentang Desa menyisakan sejumlah hal yang dinilai perlu diperbaiki, terutama pada level daerah hingga level desa. Lembaga Gemawan pun menyoroti sejumlah hal, terutama terkait kapasitas pemerintahan desa, demokratisasi desa, serta ekonomi dan tata kelola sumber daya alam desa.

“Setelah 6 tahun Implementasi UU Desa, prasyarat kemajuan desa setidaknya dapat diukur dari dua tantangan utama. Satu, bagaimana peran aktor dan kelembagaan di tingkat pusat, daerah, dan desa. Kedua, bagaimana kapasitas pemerintahan desa, bekerjanya demoktatisasi desa, munculnya skema ekonomi baru melalui BUMDes, serta tata kelola sumberdaya alam desa,” ungkap Direktur Gemawan, Laili Khairnur, Jumat (5/4).

Pada level pengambil kebijakan di tingkat pusat, menurutnya, sudah terbangun harmonisasi antara kementerian, namun masih menyisakan masalah konsolidasi, efektifitas dan efisiensi. Sementara pada level daerah, dia menilai masih dibutuhkan kepala daerah yang responsif dan cepat membuat kebijakan yang memfasilitasi, serta pada tingkat desa, dibutuhkan corak kepemimpinan yang populis dengan melibatkan partisipasi warga.

Di samping itu, kapasitas pemerintahan desa dinilainya masih ada yang lemah lantaran minimnya sarana dan prasana pelayanan, SDM perangkat desa, serta kepala desa yang berorientasi pada kerabat sendiri. “Padahal semestinya demokratisasi desa dapat berjalan dengan adanya warga yang aktif dan berdaya, pemerintah desa yang responsif dan aspiratif, fungsi pengawasan BPD berjalan, musyawarah desa partisipatif dan representatif, serta kebijakan desa yang berorientasi pada kesejahteraan,” jelas dia.

Sementara pada sisi perekonomian, dia berharap tercipta skema pengembangan ekonomi baru melalui BUMDes. Melalui BUMDes, dia berharap dapat menggali potensi ekonomi lokal, mempertahankan, serta melindungi sumberdaya lingkungan sebagai aset dan sumber penghidupan yang berkelanjutan di desa. Selain itu, kata dia, peningkatan perekonomian desa dapat dilakukan dengan produk unggulan yang dihasilkan berdasarkan potensi-potensi sumber daya alam. “Terlebih saat ini, pemerintah telah memberikan peluang dengan terbitnya Permen LHK Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial yang menjadi pedoman bagi desa untuk mengelola hasil hutan bagi desa yang berada di sekitar kawasan hutan,” ucap dia.

Laili mengatakan, di Kalimantan Barat, perkembangan implementasi UU Desa menggambarkan dinamika yang beragam. Dia menilai, ada yang cukup maju karena pemerintah kabupaten responsif memfasilitasi dan cepat dalam menetapkan berbagai kebijakan turunan UU Desa, namun sebagian besar malah belum dapat bergerak maju karena kurang optimalnya peran pemerintah kabupaten.

“Sayangnya di banyak desa masih berkutat dengan masalah mendasar seperti tapal batas, manajemen pengelolaan dan pelaporan keuangan, fasilitas pelayanan publik minim, lemahnya partisipasi warga, akses informasi kebijakan turunan yang telah ditetapkan pemerintah kabupaten, termasuk transparansi penetapan formulasi anggaran yang diterima desa,” kata dia. Karena itulah pihaknya telah merumuskan Rekomendasi Bersama Menuju Masyarakat Swadaya Mandiri, yang disepakati pada 4 – 5 April lalu, dengan dihadiri perwakilan dari 14 kabupaten/kota di Kalbar. Beberapa rekomendasi tersebut, sebut dia, yakni mendesak Pemerintah Pusat  untuk segera mengonsolidasikan urusan percepatan pembangunan desa, melalui satu kementrian, mendesak pemerintah daerah untuk melakukan peningkatan kapasitas aparatur desa, serta memastikan perluasan partisipasi dan inisiatif masyarakat dalam proses pembangunan desa.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kalbar, Aminuddin, juga menilai masih perlu penguatan aparatur desa dalam membuat kebijakan desa, yang berorientasi pada kesejahteraan, serta kemampuan sumber daya manusia dalam mendorong perekonomian desa. Dalam hal ini, menurutnya, pemerintah tidak mampu bekerja sendiri, sehingga dibutuhkan tenaga-tenaga pendamping desa yang berkompeten mendampingi desa. “Perlu penguatan aparatur desa, dan SDM di desa yang didampingi oleh tenaga pendamping, sehingga mendorong pengelolaan desa secara baik dan profesional,” tutur dia. (sti)

 

dipublish oleh https://www.pontianakpost.co.id/gemawan-soroti-belum-optimalnya-undang-undang-desa?fbclid=IwAR25YgrlZAtQrdrl_O1DMUIxM6phNxBk9QbCz4lbVVZltSSrtqHNnYoJQNY

Gemawan Soroti Belum Optimalnya Undang-Undang Desa