Komunitas penambang sampan di Kampung Beting hanyalah sebagian dari beberapa komunitas serupa di Sungai Kapuas. Mereka saksi hidup perkembangan Pontianak dari masa ke masa. Pergantian kepemimpinan, pondasi-pondasi bangunan megah berdiri, hilir mudik moda transportasi silih berganti, mereka tetap membelah Sungai Kapuas dengan sampan. Bagi mereka, Sungai Kapuas adalah sumber penghidupan, meskipun kini kualitas airnya tak seperti dulu.
Melanjutkan rajutan asa di Kampung Beting, Kota Pontianak, Perkumpulan Masyarakat Sungai Indonesia dan Gemawan melakukan koordinasi lanjutan pembentukan koperasi para penambang sampan pada Rabu (18/01/2023) malam. Kegiatan ini mengambil lokasi di Pangkalan Sampan Beting Permai.
Belasan penambang sampan di Kampung Beting urun rembuk membahas struktur organisasi Koperasi Penambang Sampan Kampong Beting. “Kegiatan sekarang bertujuan membentuk dan memilih calon kepengurusan koperasi. Untuk pembentukan koperasinya sendiri sudah disepakati pada pertemuan sebelumnya,” terang Gusti Hendra Lahmudin, pegiat Perkumpulan Masyarakat Sungai Indonesia.
Een, demikian biasa ia disapa, dipercaya sebagai caretaker Koperasi. Ia menyebut tidak mudah meyakinkan para penambang sampan akan pentingnya keberadaan koperasi bagi mereka.
“Selain karena belum memahami manfaat koperasi, ada isu tertentu yang berhembus, sehingga sempat membuat ragu sebagian saudara-saudara kami dari penambang sampan membulatkan pembentukan koperasi,” Een menjelaskan tantangan yang dihadapinya.
Baca juga: Di Kampung Beting, Kolaborasi Pemerintah Kota Pontianak dan Gemawan dukung Forum Penambang Sampan
“Tapi karena keseriusan, tak kenal menyerah, serta nama baik yang masih terjaga, kami berhasil meyakinkan mereka,” ujar Een. Een sudah sejak lama menjalin ikatan dengan para penambang sampan di Kampung Beting. Pria kelahiran Mempawah ini, bersama komunitas pegiat seni di Pontianak menginisiasi event Beting Street Art sejak 2014 silam.
Beting Street Art, jelas Een, didesain sebagai strategi kampanye bagi warga di kawasan Kampung Beting. Melalui mural-mural di dinding rumah, pesan-pesan transformasi sosial disampaikan para pegiat seni. Selama ini Kawasan Beting dikenal dengan stigma negatif, sebagian menyebutnya dengan istilah “Texas from Pontianak”.
Kampung ini juga memiliki pemandangan lansekap yang sangat menarik. Bangunan dari kayu yang terhubung dengan jembatan kayu memberikan eksotisme tersendiri. Karena berdiri di atas sungai, tentu moda transportasi air jadi yang utama.
Hermawansyah, Dewan Pengurus Gemawan, yang ikut hadir dalam kegiatan menyebut stigmatisasi kawasan Kampung Beting justru menyebabkan warga di sini, khususnya penambang sampan, malah termarjinalkan. “Para penambang sampan ini punya andil besar menjaga peradaban sungai di Pontianak. Karenanya mereka harus diperhatikan, bukan justru terkungkung karena stigma,” tegas pegiat sosial kelahiran Desa Sungai Bakau Kecil, Mempawah.
Baca juga: Moderasi Kebudayaan: Menyambung Rantai Sejarah, Membangun Peradaban Emas 2045 dari Kalimantan Barat
Sudah sejak lama para penambang sampan hidup di atas Sungai Kapuas. Di masa lalu, sampan jadi moda transportasi primadona di Kota 1000 Sungai – julukan Kota Pontianak. Tapi perkembangan zaman telah menyudutkan para penambang sampan semakin ke tepi. Mereka kalah bersaing dengan moda transportasi modern.
Komunitas penambang sampan di Kampung Beting hanyalah sebagian dari beberapa komunitas serupa di Sungai Kapuas. Mereka saksi hidup perkembangan Pontianak dari masa ke masa. Pergantian kepemimpinan, pondasi-pondasi bangunan megah berdiri, hilir mudik moda transportasi silih berganti, mereka tetap membelah Sungai Kapuas dengan sampan. Bagi mereka, Sungai Kapuas adalah sumber penghidupan, meskipun kini kualitas airnya tak seperti dulu.
Kolaborasi Pentahelix untuk Penguatan Komunitas Penambang Sampan di Kampung Beting
“Penambang sampan di sini punya karakter khas, mereka terbuka dan sudah terorganisir dengan baik,” ucap Wawan. Pada dasarnya, paparnya, yang dilakukan adalah penguatan komunitas ini sehingga transformasi sosial dapat teraktualkan dari mereka sendiri.
Atas dasar alasan itulah Gemawan menginisiasi keterlibatan multi-stakeholder untuk aksi kolaborasi memberikan kontribusi di Kampung Beting. “Kami berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Pontianak, aparat keamanan, swasta, praktisi, akademisi, serta masyarakat sipil. Semakin banyak pihak yang terlibat tentu akan mengagregasi impact sosial yang diharapkan,” tambah Wawan, sapaannya.
“Sebagai contoh konkret, malam ini kami mengundang dan melibatkan praktisi UMKM Kalbar, Bang Hatta (Hatta Siswa Mahyaya, Editor), serta Bu Ely (Ely Nurhidayati, Editor), akademisi dari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Untan,” jelas Wawan.
Baca juga: Festival Komik 2022: Merajut Mimpi Lewat Cerita Komik Kampung Beting
Wawan menjelaskan, rajutan mimpi di kawasan ini sudah diguratkan dalam komik bertajuk Kampung Beting pula. Komik itu sudah rilis tahun lalu, bertepatan dengan Festival Komik yang digelar di Rumah Gesit Gemawan. “Tidak hanya wasiat yang harus dituliskan. Mimpi kan harus ditulis, agar kita selalu ingat dan termotivasi meraih mimpi,” terang Wakil Ketua PWNU Kalbar 2017-2022.
“Alhamdulillah, malam ini kita sudah berhasil membentuk dan menyusun struktur kepengurusan koperasi. Mudah-mudahan langkah positif ini bisa terus membesar,” tutup Wawan.