Pada pameran BIMP-EAGA ke-25 ini, sebanyak 26 jenis produk kelompok diboyong dalam pameran. Produk-produk ini, tambah Maulisa, merupakan produk turunan dari komoditas unggulan di masing-masing desa mitra Gemawan, seperti dodol nanas, dodol salak, dodol nipah, sirup mangrove, minyak kelapa, dan sebagainya.
Sebagai upaya memperkenalkan produk kelompok mitra ke masyarakat luas, Lembaga Gemawan ikut serta dalam ajang pameran produk UMKM yang diselenggarakan untuk memeriahkan 25th BIMP-EAGA Ministerial Meeting di Kalimantan Barat. Berlangsung selama 4 hari sejak 23 hingga 26 November 2022, pertemuan tingkat menteri kali ini mengusung tema Support Competitiveness and Climate Resilience.
Mengutip dari situs resminya, BIMP-EAGA merupakan inisiatif kerjasama yang didirikan tahun 1994 dengan tujuan memacu pembangunan daerah terpencil dan kurang berkembang yang berada di empat negara Asia Tenggara yang berpartisipasi. Nama negara-negara anggota tersebut yang menginspirasi penamaan BIMP-EAGA, yakni The Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area.
Baca juga: Seminar Nasional Perubahan Iklim Respon Hasil Pertemuan G20
BIMP-EAGA Ke-25, Momentum Kolaborasi untuk Borneo Initiative
Maulisa, Kepala Divisi Ekonomi Kreatif Gemawan, menyebutkan kegiatan ini sebagai momentum Gemawan mempromosikan produk mitra di tingkat tapak hingga tingkat internasional. “Selama ini kami sudah ikut serta memeriahkan pameran serupa, seperti pada pembukaan Galeri Hutan Pemerintah Provinsi Kalbar, ulang tahun Kota Pontianak, MTQ XXX Se-Kalimantan Barat di Ketapang, dan beberapa ajang sejenis. Kali ini kami ingin meningkatkan level promosi itu lebih tinggi lagi,” ujarnya.
Pada pameran BIMP-EAGA ke-25 ini, sebanyak 26 jenis produk kelompok diboyong dalam pameran. Produk-produk ini, tambah Maulisa, merupakan produk turunan dari komoditas unggulan di masing-masing desa mitra Gemawan, seperti dodol nanas, dodol salak, dodol nipah, sirup mangrove, minyak kelapa, dan sebagainya.
“Kami menghimpun produk-produk dari social innovator yang ada di desa-desa Kalimantan Barat. Produk-produk ini, selain bernilai ekonomi, juga bernilai ekologis dan melahirkan resiliensi iklim di tingkat tapak,” jelasnya.
Baca juga: Menanti Langkah Kolektif Hadapi Krisis Iklim: Demi Masa Depan Manusia
Menurutnya, produk masyarakat desa tidak kalah saing dengan produk olahan industri. Dari segi kualitas bahkan lebih baik karena diolah secara alami. “Yang mereka perlukan adalah pembinaan kualitas dan terbukanya akses pasar,” katanya.
“Kami berharap momentum ini dapat membuka ruang kolaborasi ekonomi dengan stakeholder mancanegara serta menjadi salah satu inisiatif untuk Borneo yang keren, inklusif, dan berkelanjutan,” harapnya.
Penulis: Maulisa