Dari perspektif ketahanan pangan, pertanian tanaman pangan memiliki urgensi yang lebih mendalam karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Meskipun perkebunan sawit memberikan keuntungan ekonomi dalam jangka pendek, manfaat jangka panjang dari mempertahankan lahan pertanian pangan adalah stabilitas pangan yang lebih baik bagi masyarakat lokal.
Pertanian di Kalimantan Barat memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sosial masyarakat, terutama di pedesaan. Sektor ini menyumbang 20,8% terhadap PDRB provinsi, dengan kontribusi utama berasal dari subsektor perkebunan, tanaman pangan, dan perikanan. Namun, meskipun pertanian menjadi sumber mata pencaharian utama, banyak tantangan yang harus dihadapi untuk memastikan keberlanjutannya di tengah dominasi perkebunan sawit.
Pertanian tanaman pangan di Kalimantan Barat memiliki peran sentral dalam mendukung ketahanan pangan lokal. Komoditas seperti padi, jagung, dan ubi kayu menjadi penopang kebutuhan pangan masyarakat, terutama di wilayah pedesaan yang bergantung pada hasil pertanian untuk konsumsi harian mereka. Namun, produktivitas tanaman pangan di Kalimantan Barat mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan ini dipicu oleh terbatasnya akses petani terhadap teknologi modern, rendahnya modal, serta kurangnya dukungan kebijakan yang berpihak pada pengembangan pertanian pangan lokal.
Pentingnya sektor pertanian pangan terletak pada kemampuannya untuk menyokong kebutuhan dasar masyarakat. Dalam konteks yang lebih luas, ketahanan pangan menjadi fondasi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Masyarakat yang memiliki akses pada pangan yang cukup dan berkualitas akan lebih resilient terhadap berbagai guncangan ekonomi. Namun, ironisnya, meskipun tanaman pangan penting untuk ketahanan pangan, sektor ini cenderung diabaikan dibandingkan dengan sektor perkebunan yang lebih menguntungkan secara finansial.
Perkebunan Sawit: Antara Manfaat Ekonomi dan Dampak Sosial-Ekologis
Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat mendominasi sektor pertanian dengan kontribusi signifikan terhadap perekonomian. Sawit menyumbang sekitar 77% dari total luas perkebunan di provinsi ini, memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui ekspor minyak sawit mentah (CPO). Tidak hanya itu, sawit juga menjadi salah satu pendorong utama dalam penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat pedesaan yang terlibat dalam produksi komoditas ini.
Namun, keberhasilan sawit dalam mendongkrak ekonomi membawa serta tantangan besar, baik dari segi sosial maupun ekologis. Pembukaan lahan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit sering kali menyebabkan deforestasi, hilangnya sumber air bersih, serta konflik lahan yang berdampak pada masyarakat adat dan petani kecil. Perubahan penggunaan lahan dari tanaman pangan menjadi perkebunan sawit juga berisiko memperburuk ketahanan pangan lokal. Alih-alih memproduksi makanan, lahan-lahan subur justru dimanfaatkan untuk tanaman komersial yang hasilnya diekspor keluar.
Perbandingan: Pertanian Pangan vs. Perkebunan Sawit
Dari perspektif ketahanan pangan, pertanian tanaman pangan memiliki urgensi yang lebih mendalam karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Meskipun perkebunan sawit memberikan keuntungan ekonomi dalam jangka pendek, manfaat jangka panjang dari mempertahankan lahan pertanian pangan adalah stabilitas pangan yang lebih baik bagi masyarakat lokal. Sayangnya, dalam praktiknya, banyak petani kecil yang tergiur dengan keuntungan finansial dari perkebunan sawit dan memilih untuk mengalihfungsikan lahan mereka. Ini memicu ketergantungan pada komoditas ekspor yang rentan terhadap fluktuasi pasar global.
Perbedaan utama antara pertanian tanaman pangan dan perkebunan sawit terletak pada dampak sosial dan lingkungan jangka panjang. Sementara sawit memberikan manfaat ekonomi langsung, pertanian tanaman pangan mendukung keberlanjutan sosial-ekologis dengan memperkuat ketahanan pangan, menjaga ekosistem, dan mendorong kesejahteraan petani kecil secara lebih berkelanjutan. Tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberlanjutan ekologi dan ketahanan pangan lokal.
Solusi dan Pendekatan Holistik
Untuk menciptakan pertanian yang berkelanjutan di Kalimantan Barat, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Salah satu solusi adalah meningkatkan adopsi teknologi modern oleh petani tanaman pangan. Teknologi digital dan sistem pertanian berbasis sains dapat membantu petani meningkatkan produktivitas lahan mereka tanpa harus beralih ke perkebunan sawit. Selain itu, diversifikasi pangan lokal juga harus terus digalakkan untuk mengurangi ketergantungan pada satu komoditas tertentu.
Kebijakan pemerintah dan intervensi dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk mendorong regenerasi petani dan memberikan insentif bagi petani muda untuk terjun ke sektor pertanian. Regenerasi ini penting mengingat petani yang sudah berusia lanjut memiliki produktivitas yang lebih rendah dan cenderung lebih tertinggal dalam penggunaan teknologi. Program-program pendidikan, pelatihan, dan akses modal yang lebih baik dapat menarik generasi muda untuk mengembangkan pertanian pangan yang lebih modern dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, urgensi sektor pertanian pangan di Kalimantan Barat tidak bisa dianggap sepele. Meskipun perkebunan sawit memberikan manfaat ekonomi yang signifikan, keberlanjutan sosial dan ekologi di masa depan sangat bergantung pada penguatan sektor pertanian tanaman pangan. Dalam konteks ini, peran pemerintah, sangat penting untuk mendorong kebijakan yang mendukung ketahanan pangan, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memberdayakan petani kecil untuk tetap bertahan di tengah tantangan globalisasi dan ekspansi perkebunan sawit.
Penulis: Muhammad Yamin Adysa Putra dan Ersa Dwiyana, Gemawan