BEDAH RAPBD 2016: Knowledge Management Program Transparency International (TI) Indonesia, Wawan Heru Suyatmiko (kanan) bersama Direktur Gemawan Laili Khairnur di diskusi terbatas bedah RAPBD Kota Pontianak 2016 di kantor Gemawan di Pontianak, Selasa (17/11/2015). FOTO: MAHMUDI/GEMAWAN
Pontianak, GEMAWAN.
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak tahun anggaran 2016, mengamanatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 22 persen. Cukup bagus jika dibandingkan rata-rata PAD Pemkot se-Indonesia hanya di kisaran 18 persen.
Kemudian PAD pemerintah kabupaten (Pemkab) se-Indonesia yang hanya di kisaran 8 persen, menjadikan PAD Kota Pontianak yang mencapai 22 persen terbilang cukup tinggi.
Demikian analisis Knowledge Management Program Transparency International (TI) Indonesia, Wawan Heru Suyatmiko di Seminar Membedah RAPBD Kota Pontianak 2016. Bertempat di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Selasa (17/11/2016).
“PAD Kota Pontianak di RAPBD 2016 mencapai 22 persen memang di atas kisaran ra-rata nasional namun jangan berpuas diri. Sebab jika melihat tren Kota Pontianak tiap tahun cenderung naik tapi kenapa kini menurun?” tanya Wawan.
Wawan menerangkan PAD Kota Pontianak tahun 2011 Rp151,139,421,188.00, tahun 2012 naik Rp208,628,660,840.82 atau 38 persen, tahun 2013 Rp265,271,762,170.33 atau 27 persen, tahun 2014 Rp298,768,480,274.53 atau 13 persen, tahun 2015 Rp357,094,036,323.15 atau 20 persen.
Dalam pos pendapatan sumber terbesar dari pendapatan RAPBD 2016 Kota Pontianak dari Dana Perimbangan 52 persen dari total pendapatan. Sedangkan PAD hanya 22 persen.
“Ini perlu jadi perhatian khusus Pemkot Pontianak untuk menggenjot PAD-nya. Misalnya menaikkan pajak-pajak hiburan dan sarang burung walet yang tercacat turun hingga 50 persendari APBD-P (Perubahan) 2015. Termasuk diantaranya meningkatkan retribusi pengendalian menara telekomunikasi,” papar Wawan.
Wawan mengutip hasil penelitian pakar dari Bank Dunia (World Bank) Glynn Cochrane menyatakan, era otonomi daerah ini batas minimum PAD adalah 20 persen. Sebab jika PAD kurang dari 20 persen daerah itu akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang mandiri. Jadi 20 persen hanya sebatas nilai aman dan PAD Kota Pontianak di kisaran batas minimum aman.
“Pajak daerah, sebagai salah satu komponen PAD, pajak dikenakan oleh pemerintah daerah ke penduduk di wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah,” tutur Wawan.
Retribusi daerah, lanjut dia, komponen lain termasuk komponen PAD, merupakan penerimaan yang diterima pemerintah daerah setelah memberikan pelayanan tertentu ke penduduk di wilayah yurisdiksinya.
“Perbedaan tegas pajak daerah dan retribusi daerah, terletak kontraprestasi yang diberikan pemerintah daerah. Jika pada pajak daerah kontraprestasi tidak diberikan secara langsung, maka pada retribusi daerah kontribusi diberikan langsung ke penduduk yang membayar retribusi itu,” jelas Wawan.
Walikota Pontianak H Sutarmidji SH Mhum menerangkan Pemkot Pontianak tidak terlalu maksimal dalam penarikan pajak dan retribusi daerah, sebab secara global sedang terjadi pelemahan ekonomi dunia. Jika terlalu banyak pajak dan retribusi daerah dikhawatirkan dunia usaha di Pontianak cenderung menghindar atau enggan berekspansi. (Gemawan-Mud)