PERKOSA KEWENANGAN DESA: Board Gemawan, Hermawansyah menerangkan alur penyusunan APBD kabupaten hingga APBDes hingga penelikungan aspirasi dewan yang patut diduga membonceng kewenangan desa di Kelas I Angkatan I Sekolah Desa Gemawan di kompleks kantor Swandiri Institute (SI) Pontianak, Sabtu (12/12/2015). FOTO: MAHMUDI/GEMAWAN.
Pontianak, GEMAWAN.
Dana aspirasi anggota dewan, patut diduga sarana legislator untuk pemberdayaan konstituennya di daerah pemilihan (Dapil). Walaupun UU Desa mengambil belasan kewenangan desa yang biasanya menjadi aspirasi dewan, namun legislator tetap bisa berkolaborasi dengan Pemdes supaya aspirasi dewan bisa tetap langgeng.
“Kami bingung sebenarnya beberapa program pembangunan dan pemeliharaan fisik di desa, sudah menjadi kewenangan desa. Sebab alokasi dana desa (ADD) 70 persen untuk fisik dan 30 persen untuk pembiayaan lain. Akan tetapi aspirasi dewan tetap saja ada dan jasi kesannya tumpang tindih,” kata Firdaus, Kepala Urusan (Kaur) Pemdes Sungai Kelambu kecamatan Tebas kabupaten Sambas di pendidikan dan latihan (Diklat) Kelas I Angkatan I Sekolah Desa Gemawan di kompleks kantor Swandiri Institute (SI) Pontianak.
Kewenangan lokal berskala desa di bidang sarana dan prasarana desa meliputi pembangunan dan pemeliharaan kantor dan balai desa, jalan desa, jalan usaha tani, energi baru dan terbarukan, rumah ibadah, pemakaman desa dan petilasan, sanitasi lingkungan, air bersih berskala desa, irigasi tersier, lapangan desa, taman desa, saluran untuk budidaya perikanan, dan pengembangan sarana dan prasarana produksi di desa.
Sedangkan kewenangan lokal berskala desa bidang pengembangan ekonomi lokal desa, seperti pembangunan dan pengelolaan pasar desa dan kios desa. Pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik desa.
Pengembangan usaha mikro berbasis desa. Pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan. Pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan dan penetapan cadangan pangan desa. Penetapan komoditas unggulan pertanian dan perikanan desa.
Pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit pertanian dan perikanan secara terpadu. Penetapan jenis pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan. pengembangan benih lokal. Pengembangan ternak secara kolektif. Pembangunan dan pengelolaan energi mandiri. Pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu. Pengelolaan padang gembala. Pengembangan wisata desa di luar rencana induk pengembangan pariwisata kabupaten. Pengelolaan balai benih ikan. Pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian dan perikanan. Pengembangan sistem usaha produksi pertanian yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal.
Kewenangan lokal berskala desa di bidang kemasyarakatan desa meliputi membina keamanan, ketertiban, ketenteraman wilayah, dan lain-lain masyarakat desa.
Kewenangan lokal berskala desa bidang pemberdayaan masyarakat desa antara lain pengembangan seni budaya lokal, pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat.
Fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat melalui kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok seni budaya. Kelompok masyarakat lain di desa seperti pemberian santunan sosial kepada keluarga fakir miskin, fasilitasi terhadap kelompok-kelompok rentan, kelompok masyarakat miskin, perempuan, masyarakat adat, dan difabel.
Pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat desa.
“Sudah rahasia umum aspirasi anggota DPRD Kabupaten di Provinsi Kalbar memiliki dana aspirasi antara Rp1 sampai 2 miliar pertahun anggaran berjalan, sesuai kemampuan keuangan daerah dan deal-deal politik lokal. Sebenarnya aspirasi dewan tidak dikenal di sistem pengganggaran negara dan desa kita,” kata Hermawansyah, menjawab pertanyaan Firdaus.
Hermawansyah alur penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) kabupaten, dimulai dari musyawarah pembangunan desa (Musrenbangdes), naik ke kecamatan hingga sampai Musrenbang tingkat kabupaten.
“Ketika tiba-tiba muncul apirasi dewan di satuan kerja perangkat daerah (SKPD), baik kantor, badan, maupun dinas di daerah karena tekanan anggota dewan, itu yang bikin rancu. Biasanya ini imbas dari kesepakatan politik lokal. Pihak SKPD yang dititipi aspirasi dewan itu juga langsung bikin program kerja yang menumpang di instansi tersebut. Bahkan sudah rahasia umum, kontraktor maupun konsultan yang akan mengerjakan program itu, sudah membayar uang komitmen ke anggota dewan dan oknum SKPD itu,” kupas Wawan, sapaan akrabnya.
Walaupun undang-undang nomor 6 tahun 2014 (UU 6/2014) tentang desa mengambil kewenangan yang dulu jadi aspirasi dewan, namun anggota dewan masih bisa berkolaborasi dengan Pemdes.
“Istilahnya nitip. Sebenarnya posisi dewan itu memastikan aspirasi dari Musrenbangdes, khususnya di RKPDes yang jadi program satu tahun berjalan, masuk dalam dukungan program pemerintah daerah. Ketika ada sinkronisasi hingga kolaborasi, percepatan pembangunan desa berjalan dengan baik. Bukan malah aspirasi dewan menjadi ‘dagangan’ dewan,” sindirnya. (Gemawan-Mud)