Seminar Sehari “Mendorong Praktek Pengelolaan Lahan berkelanjutan”
Sambas – Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam menyediakan bahan pangan dan menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Tetapi, perubahan iklim yang mempengaruhi kenaikan suhu dan perubahan curah hujan membawa dampak negatif bagi sektor pertanian.
Kondisi ini bukanlah hanya fenomena atau wacana, namun realitas terjadi di lapangan yang menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim terkait pola-pola perubahan cuaca telah dirasakan oleh masyarakat di desa khususnya masyarakat petani dan nelayan.
Seperti yang disampaikan oleh Muhaimin dalam seminar sehari dengan tema “Mendorong Praktek Pengelolaan Lahan berkelanjutan,” di Kantor Desa Kampung Bugis, Sambas (25/5), kondisi ini bukan hanya persoalan siklus tahunan yang sering terjadi namun juga karena faktor rusaknya alam sekitar dengan semakin berkurangnya hutan tempat hama dan penyakit tinggal, lahan yang kering dan tidak subur lagi karena terlalu lama diolah dan efek dari penggunaan pupuk kimia dan juga dikarenakan kekeringan.
“Dampak cuaca ekstrim dan tidak didukung dengan penyangga alam membuat kondisi ini sangat berdampak kepada petani,” kata Muhai, panggilan sehari-hari Penggiat Gemawan ini kepada peserta seminar.
Selain Muhaimin yang memaparkan materi inisiatif lokal dalam pengelolaan lahan berkelanjutan, hadir juga Priyanto dari Dinas Pertanian Kab. Sambas yang menyampaikan materi komitmen dan upaya Pemerintah Kabupaten atau Kota dalam mempromosikan dan mendukung pengelolaan lahan yang Berkelanjutan.
Menanggapi pertanyaan dari peserta terkait alih fungsi dan konflik lahan terkait perkebunan sawit, Priyanto tidak banyak menjawab. “Memang ada investasi besar perkebunan kelapa sawit yang menimbulkan dampak negatif dan ini jadi perhatian kita dan SKPD di dinas perkebunan dan LH sering pengambilan sampel terhadap dampak perkebunan sawit, saya tidak bisa menyampaikan secara teknis,” kata Priyanto
Selain itu, salah seorang peserta dari Desa Sulung, menyampaikan pengalaman bahwa petani di Sambas rata-rata sudah bekerja di sektor pertanian sudah beberapa generasi.
“Solusi tepat jika sektor pertanian berkelanjutan ini terus dikembangkan agar petani bisa menghadapi siklus cuaca yang ekstrim. Wajar saja serangan hama ini membludak disaat musim kemarau, karena hutan kita banyak yang alih fungsikan,” kata Budiana, anggota Serumpun (Serikat Perempuan Pantai Utara) Sambas
Hal senada juga disampaikan oleh Yesi dari Gapemasda Sambas, bahwa petani hanya mendapatkan pengetahuan dari pengalaman alam, sedikit informasi pengetahuan yang didapatkan dari luar. “Kalau di lapangan itu pandai-pandai petani saja karena pengetahuan terbatas,” kata Yesi
Informasi yang disampaikan oleh Budiana dan Yesi ini ditambahkan oleh Sri Wahyuni, anggota Serumpun Singkawang, bahwa pada tahun 2013-2014 merupakan tahun-tahun yang berat dihadapi oleh petani di Kalbar. Petani mengalami gagal panen akibat musim kemarau yang muncul tidak terprediksi hingga menyebabkan kekeringan dan serangan hama. Tahun 2013 panen rata-rata petani gagal total sedangkan ditahun 2014 hasil panen hanya sekitar 50%.
Seminar sehari yang dilaksanakan oleh Gemawan dan Samdhana ini selesai pukul 12.00 WIB diikuti sebanyak 39 peserta dari Petani Perempuan Serumpun Sambas dan Singkawang, Perguruan Tinggi (Poltesa) Sambas, Perangkat Desa Sulung, Media lokal, Penggiat Gemawan dan NGO Lokal. Menurut Siti Rahmawati, kegiatan ini dilaksanakan bertujuan memberikan pemahaman bersama tentang praktek pengelolaan lahan yang berkelanjutan agar petani bisa menerapkan sistem pertanian ini dalam praktek sehari-hari.
“Melalui saluran komunikasi melalui seminar yang dilaksanakan ini, petani bisa mendapatkan banyak informasi terkait pertanian berkelanjutan serta yang terpenting kita bisa mendapatkan informasi terkait komitmen pemerintah dalam meningkatkan perekonomian petani,” kata Siti Rahmawati. (M. Zuni I)