Perempuan Terabaikan

PONTIANAK. Direktur Eksekutif Lembaga Gemawan, Laili Khairnur mengatakan, peran perempuan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) sering terlupakan dan tidak mendapat perhatian. Dampaknya pada program pembangunan dan kebijakan yang belum mengakomodir ruang dan peran perempuan.

“Perempuan belum dilibatkan secara maksimal dalam proses pengambilan keputusan yang bisa berdampak mata pencarian mereka menjadi hilang,” kata Leli saat diskusi bersama caleg perempuan, aktivis perempuan dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) di kantor redaksi Pontianak Post, Jumat (24/1).

Menurutnya, alam adalah identitas diri, terutama di kampung. Kehidupan mereka lebih dekat dengan SDA. Dalam konteks pengelolaan SDA, perempuan tidak hanya punya satu status seorang ibu, tapi juga status petani, nelayan, pengerajin dan lainnya. Dari sinilah penghasilan mereka yang ikut menghidupi keluarga

Leli mencontohkan untuk masalah perbaikan jalan, bayangkan saja jika perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, akibatnya perempuan menjadi makin tertindas. “Pernah saya temui di suatu daerah yang kondisi jalannya rusak. Padahal jalan ini sering dipakai ibu-ibu di kampung tersebut untuk mengangkut hasil pekerjaan mereka,” kata Leli.

Tapi, lanjutnya, karena si pemanfaat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, wajar saja pembangunan menjadi tidak tepat sasaran. Karena biasanya kalau pembangunan ini yang dimintai suaranya adalah tokoh-tokoh masyarakat bukan si

pemanfaat langsung.

Peserta yang turut hadir menanggapi persoalan yang dikemukakan Laili. “Peran perempuan bisa dimaksimalkan dengan memanfaatkan lahan tidur. Sangat disayangkan saat ini hampir kebanyakan untuk bahan baku didatangkan dari luar atau dari Pulau Jawa,” kata Sri Cahayawati.

Sri menjelaskan dirinya bisa manfaatkan lahan tidur. Selain itu memiliki teman-teman komunitas jamu gendong sekitar 350 orang. Mereka ini pagi-pagi sudah menumbuk jamu. Keinginan mereka mendapat bantuan pemberdayaan perempuan. Jadi saya dorong mereka buat payuguban, nanti kalau sudah ngumpul bisa buat pabrik jamu. “Jadi harapan saya, kita bisa bina mereka agar lebih maju,” ujar Sri, caleg dari Demokrat.

Satu di antara Caleg Golkar, Aida Mukhtar, mengatakan pengelolaan alam sangat ‘maskulin’, belum lagi sangat mengedepankan eksploitasi serta profit oriented (keuntungan semata). Sehingga ia mendorong dirinya dan teman-teman caleg perempuan yang akan maju menjadi legislator harus punya visi misi khususnya yang terkait untuk

kepentingan alam.

Aida mengaku jengah dengan persoalan sawit, yang menurutnya saat ini untuk izin sawit di Kalbar sudah melampaui dari lahan yang ditargetkan pemerintah untuk sawit. “Ini menandakan otonomi daerah ini apa? Apakah otonomi rakyat ataukah otonomi kepala daerah, yang seenaknya saja memberikan izin. Sehingga yang harus dilakukan sekarang adalah fungsi kontrol dari wakil rakyat untuk memberikan ini. Moment Pemilu nanti harus bisa melahirkan wakil rakyat yang benar-benar bekerja untuk rakyat. Tapi jangan pula nanti wakil rakyat malah ikut berkolaborasi mengeruk untung,” ucapnya dalam diskusi tersebut.

Tak hanya para caleg perempuan, para aktivis pun turut memberikan tanggapan mereka. Aktivitis Perempuan dari Yayasan Dian Tama (YDT), Nurul Meutra, menjelaskan YDT sangat concern terhadap perempuan yang bekerja sebagai petani. Bahkan YDT memberikan pendampingan.

Menurutnya YDT banyak membantu perempuan (petani) dalam bentuk kegiatan petani berkelanjutan. “Kami banyak melakukan pedampingan untuk kelompok perempuan di wilayah Kubu Raya dan Mempawah. Kami ajarkan juga kelompok perempuan ini untuk

membuat kompos, arang,” kata Nurul.

Harus diakui, kata dia, kaum perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya menggarap lahan, dan kewajiban dalam rumah tangga. Bahkan di Sanggau, perempuan bisa bekerja sampai malam yaitu menganyam. Sehingga ini menjadi perhatian kita,” katanya. (lin)

Sumber : http://www.pontianak-times.com/politica/270114/perempuan-terabaikan

Perempuan Terabaikan