“Kepemimpinan dan pengorganisasian saling berkaitan erat dengan isu gender. Perempuan di Sadaniang perlu memahami konsep gender agar dapat memperkuat peran mereka, baik di keluarga maupun komunitas”.
Perempuan adat di Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah, mendapat kesempatan untuk memperkuat kemandirian dan kapasitas mereka melalui Pelatihan Pengorganisasian Perempuan Adat yang digagas oleh Gemawan bersama Institut Dayakologi dari tanggal 19 hingga 20 November 2024. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari di Gedung Pertemuan Kantor Camat Sadaniang dan melibatkan peserta dari enam desa, yakni Desa Sekabuk, Pentek, Ansiap, Amawang, Bumbun, dan Suak Barangan.
Pelatihan ini bertujuan memberikan ruang bagi perempuan adat untuk belajar, berbagi, dan membangun komunitas yang mandiri. Ageng, seorang pegiat dari Gemawan, menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk memperkuat peran perempuan adat dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis tradisi leluhur.
“Harapannya, setiap kelompok perempuan di enam desa ini mampu mengorganisasi komunitas mereka secara mandiri. Dalam praktiknya, ini terkait dengan pelestarian tradisi warisan leluhur yang erat kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam,” ujar Ageng.
Ia menambahkan, masyarakat adat memiliki hubungan yang mendalam dengan alam, terutama hutan, yang mereka anggap sebagai sumber kehidupan. “Hutan bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga tempat mereka mendapatkan makanan, air, dan kebutuhan lainnya. Nilai-nilai ini harus dijaga agar tidak hilang,” lanjutnya.
Menghidupkan Tradisi yang Mulai Ditinggalkan
Pelatihan ini juga menjadi momentum untuk menggali kembali praktik-praktik tradisional yang mulai ditinggalkan. Di Desa Suak Barangan, misalnya, masyarakat masih melaksanakan tujuh tahapan ritual sebelum memulai proses bertani, termasuk memberi waktu tanah untuk ‘beristirahat’ setelah panen. Tradisi seperti ini, menurut Ageng, mencerminkan kearifan lokal yang harus terus dilestarikan.
“Pelatihan ini juga menjadi upaya untuk mengembalikan hakikat masyarakat adat. Tradisi yang mungkin mulai dilupakan harus dihidupkan kembali agar nilai-nilai ini tetap diwariskan kepada generasi mendatang,” jelasnya.
Integrasi Kepemimpinan dan Gender
Sementara itu, Erniliana, aktivis dari Institut Dayakologi, menjelaskan bahwa pelatihan ini menggabungkan pengorganisasian dan kepemimpinan perempuan adat. Selain itu, peserta juga diberikan pemahaman tentang dasar-dasar gender untuk mendukung peran perempuan dalam komunitas mereka.
“Kepemimpinan dan pengorganisasian saling berkaitan erat dengan isu gender. Perempuan di Sadaniang perlu memahami konsep gender agar dapat memperkuat peran mereka, baik di keluarga maupun komunitas,” ungkapnya.
Pelatihan ini juga menghasilkan pembentukan organisasi tingkat kecamatan yang menjadi wadah komunikasi dan peningkatan kapasitas perempuan adat. Wadah ini diharapkan menjadi sarana bagi perempuan muda untuk berbagi pengalaman, memperkuat jaringan, dan membangun solidaritas.
Perempuan Muda Sebagai Kunci
Pelatihan ini secara khusus menargetkan perempuan muda sebagai upaya regenerasi tradisi dan keberlanjutan komunitas. Emi menjelaskan bahwa perempuan memiliki peran strategis, baik di ruang publik maupun di keluarga.
“Perempuan adalah ujung tombak keluarga. Mereka mendidik generasi berikutnya, dan ibu yang cerdas akan menciptakan generasi yang cerdas pula,” katanya. Ia juga berharap perempuan muda Sadaniang dapat berperan aktif dalam pemerintahan desa, organisasi lokal, hingga ekonomi keluarga.
Membangun Masa Depan dengan Tradisi
Melalui pelatihan ini, Gemawan dan Institut Dayakologi berupaya memperkuat posisi perempuan adat sebagai penjaga tradisi sekaligus pemimpin komunitas. Dengan kemandirian dan kapasitas yang ditingkatkan, perempuan adat di Kecamatan Sadaniang diharapkan mampu menjaga kelestarian lingkungan, memperjuangkan hak-hak adat, dan mendorong kesejahteraan keluarga.
“Pesan utama dari pelatihan ini adalah agar mereka kembali ke komunitas masing-masing dengan ilmu baru, berbagi pengalaman, dan bersama-sama menjaga tradisi. Ini adalah langkah untuk memastikan keberlanjutan komunitas adat mereka di masa depan,” pungkas Emi.
Penulis: Izar
Penyunting: Mohammad R, pegiat Gemawan.