Laili Khairnur, Gemawan, MEA,

HADAPI MEA: Direktur Gemawan Laili Khairnur memberikan keterangan pers di depan para awak media cetak maupun elektronik, mengajak berbagai pihak meningkatkan kapasitas SDM, satu di antaranya melalui sertifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan menghadapi MEA di Indonesia. FOTO: ABANG RUSTAMAN/GEMAWAN

Pontianak, GEMAWAN.
Awalnya per 1 Januari 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diluncurkan. Melihat kendala peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam negeri, tahun 2015 sebagai persiapan bangsa Indonesia, kemudian MEA diluncurkan 1 Januari 2016.

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) atau Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Perbara) didirikan di Bangkok-Muangthai (Thailand) pada 8 Agustus 1967. Sekitar lima tahun silam, anggota ASEAN bersepakat untuk membuka perdagangan bebas sesama anggotanya.

Kantor pusat ASEAN berkedudukan di Jakarta. Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN saat ini Le Luong Minh asal Vietnam menerangkan MEA dirancang untuk mewujudkan MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020.

“Mau tidak mau karena sudah menjadi kesepakatan bersama, perdagangan bebas melalui MEA ini harus dijalankan. Untuk Indonesia MEA ini bukan ketakutan dari perdagangan, tapi kualitas SDM-nya,” ungkap Laili Khairnur.

Laili menerangkan di Jakarta, tenaga buruh, konsultan, jurnalis, hingga pekerja Non-governmental organization (NGO) di Jakarta sudah dihadiri SDM dari negara-negara tetangga.

“Kita juga melihat ada surplus demografi, anak-anak muda kita terancam pengangguran kalau kualitas SDM tidak meningkat. Di sinilah forum-forum warga menjadi penting. Kita punya forum-forum warga dan warga dampingan,” kata Laili.

Anggota Dewan Pembina USC Satunama Yogyakarta, Methodius Kusumahadi menerangkan negara paling siap menyambut MEA ini adalah Singapura.

“Tenaga kerja hingga profesional di Singapura sudah memiliki sekitar 20 sertifikasi ketika akan bekerja di luar negaranya. Sedangkan SDM Indonesia, menurut informasi teman di kementerian, baru mampu di 16 sertifikasi bidang keahlian. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama dalam menyiapkan SDM yang bersertifikasi internasional,” kata Pak Meth, sapaan akrabnya.

Secara umum, lanjut Pak Meth, MEA cukup positif bagi Indonesia. Kalau mengacu perkiraan perkembangan perekonomian Indonesia di masa depan masih cukup positif. Diperkirakan tahun 2017, Indonesia memiliki pendapatan domestik bruto (PDB) 20 besar dunia.

“Kemudian ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi sepuluh besar perekonomian global dunia, diperkirakan puncaknya tahun 2030. Saat ini ada 16 usaha manufactur dunia ada di Indonesia,” kupas Pak Meth.

Namun, timpalnya, pemerintah Indonesia baiknya bukan hanya mengejar ekonomi besar tapi rakyatnya tidak bahagia. Sebab saat ini negara-negara maju menggunakan indeks bahagia untuk mengukur kesejahteraannya.

“Kemudian dimensi lingkungan juga menjadi acuan utama. Indeks bahagia dan pro lingkungan menjadi penting bagi kemajuan negara kita,” tutur Pak Meth.

Mulai 1 Januari 2016, kata Pak Meth, bahasa pengantar perdagangan di kawasan MEA adalah Bahasa Inggris. “Kita harapkan SDM kita mulai menjadikan Bahasa Inggris bahasa kedua setelah Bahasa Indonesia,” sarannya.

Direktur Program Transparansi Internasional (TI) Indonesia, Ilham B Saenong dalam menyabut MEA, Indonesia harus memperkuat pemerintahan desa. Di sinilah partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan menjadi penting dari tingkat desa. (Gemawan-Mud)

MEA 2016 SDM Indonesia Terkendala Sertifikasi