01-Komisi Kejaksaan RI ke Gemawan

AWASI JAKSA: Dua Komisioner KK-RI Indra Sugiarto (kiri) dan Pultoni (kedua dari kanan) berpose bersama Direktur Gemawan Laili Khairnur (kedua dari kiri), aktivis Andre Yuen, dan board Gemawan Hermawansyah (kanan), usai bahas rencana kerja pengawasan dan pemantauan Jaksa-Jaksa di Provinsi Kalbar, bertempat di sekretariat Gemawan, Selasa (01/12/2015). FOTO: MAHMUDI/GEMAWAN.

Pontianak, GEMAWAN.
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KK-RI) bertandang ke sekretariat Gemawan di Kota Pontianak. Guna menggalang kerjasama pengawasan dan pemantauan perilaku para jaksa, baik selama berdinas maupun di luar kedinasan di Provinsi Kalimantan Barat, Selasa (01/12/2015).

Anggota Komisi Kejaksaan RI Jilid III masa khidmat (pelayanan) 2015-2019, dilantik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara di Jakarta, Kamis, 6 Agustus 2015.

Komisi Kejaksaan RI Jilid III diketuai ‎Sumarno yang juga merangkap anggota, berasal dari unsur pemerintah. Komisioner lainnya, Erna Ratnaningsih (wakil ketua merangkap anggota) dari unsur masyarakat.

Kemudian anggota Komisi Kejaksaan RI, Ferdinand T Andi Lolo (unsur masyarakat), Pultoni (unsur masyarakat), Barita L H Simanjuntak (unsur masyarakat), Yuni Arta Manalu (unsur masyarakat), Indra Sugiarto (unsur masyarakat), Yuswa Kusuma AB (unsur pemerintah), dan Tudjo Pramono (unsur pemerintah).

Dua komisioner, Indra Sugiarto dan Pultoni, didampingi staf, mewakili Komisi Kejaksaan RI untuk mengajak kerjasama lembaga Gemawan dalam pengawasan perilaku jaksa di Kalbar. Apalagi Komisi Kejaksaan RI Jilid I pernah mengajak kerjasama dengan lembaga Gemawan di masa silam.

Kunjungan komisioner KK-RI disambut langsung Direktur Gemawan Laili Khairnur, didampingi board Gemawan Hermawansyah. Hadir pula aktivis Andre Yuen. Tak ketinggalan beberapa anggota maupun volunteer ikut dalam diskusi yang berlangsung hangat.

“Kesembilan komisioner Komisi Kejaksaan RI dipinta Presiden Jokowi, supaya kiprahnya lebih terdengar daripada Jilid I dan II. Mengingat salah satu prioritas Presiden Jokowi memberantas mafia-mafia kasus dan itu erat kaitannya dengan etika jaksa,” kata Indra.

Dikatakannya Komisi Kejaksaan RI hadir melalui pasal 38 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 (UU 16/2004) tentang Kejaksaan RI. Kemudian Peraturan Presiden (Perpres) 18/2005 tentang Komisi Kejaksaan RI, disempurnakan dengan Perpres 18/2011.

Perpres 18/2011 tentang Komisi Kejaksaan RI, bertugas melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai peraturan perundang-undangan, kode etik, baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan. Kemudian juga melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan.

Komisi Kejaksaan RI juga memiliki perluasan wewenang dalam menangani laporan pengaduan dari masyarakat. Yaitu, selain dapat mengambil alih permeriksaan, juga berwenang melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan yang telah dilakukan aparat pengawas internal Kejaksaan, apabila ada bukti atau informasi baru yang dalam pemeriksaan sebelumnya, belum diklarifikasi dan/atau memerlukan klarifikasi lebih lanjut, atau pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak dikoordinasikan sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan.

Komisi Kejaksaan RI juga berwenang mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.

“Komisi Kejaksaan RI dapat mengambil alih pemeriksaan, apabila pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak menunjukkan kesungguhan. Atau belum menunjukkan hasil nyata dalam waktu tiga bulan atau 90 hari, sejak laporan masyarakat atau laporan Komisi Kejaksaan diserahkan ke aparat pengawas internal Kejaksaan. Atau apabila diduga terjadi kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat internal Kejaksaan,” tegas Idra.

Hasil pemeriksaan dimaksud, jelas Indra, disampaikan kepada Jaksa Agung dalam bentukrekomendasi Komisi Kejaksaan untuk ditindaklanjuti.

“Apabila rekomendasi itu tidak ditindaklanjuti atau pelaksanaannya tidak sesuai rekomendasi, Komisi Kejaksaan RI dapat melaporkannya kepada Presiden RI.

Direktur Gemawan, Laili Khairnur mengaku mendapat banyak laporan dari rekan-rekannya yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di beberapa daerah, menginformasikan kalau ada oknum-oknum jaksa suka meminta ini dan itu.

“Misalnya ketika mau balik kampung di jelang liburan, ada oknum jaksa minta belikan tiket pesawat dan lain-lain. Mereka mau melaporkan ke mana tidak tahu. Namun lebih banyak tidak melapor karena ketakutan. Akhirnya beberapa rekan-rekan PNS di daerah enggan jadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan lain-lain pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah,” kata Laili.

Sekaliber PNS saja ketakutan untuk melaporkan tingkah oknum jaksa di dalam maupun di luar kedinasan, kupas Laili, apalagi masyarakat biasa yang awam akan perkara hukum yang menimpa dirinya.

Padahal, PNS yang berhak menjabat PPK maupun PPTK harus memiliki spesifikasi keahlian hingga paham akan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)nya. Namun kekurangan sumber daya manusia, membuat pejabat yang ada menjadi PPK maupun PPTK.

Seperti di kejadian di suatu dinas di sebuah pemerintah daerah, sang PPK terpaksa dipenjara terkait kasus pengadaan barang dan jasa karena adanya temuan jaksa.

Ketika trauma, akhirnya banyak PNS enggan jadi PPK dan PPTK, imbasnya kegiatan pengadaan barang dan jasa di dinas itu jadi tersendat. Program pembangunan bagi masyarakat, pertanian menyangkut irigasi hingga pupuk untuk petani misalnya jadi terhambat.

“Kemudian ada dugaan pelaku illegal logging (pembalakan liar, Red) maupun illegal mining (pertambangan liar, Red), digemukkan dulu oleh aparat. Ketika sudah gemuk, baru disembelih. Maksudnya ditangkap aparat penegak hukum karena sudah mampu memberikan uang atau barang. Kita percaya masih banyak jaksa yang baik namun kelakuan segelintir oknum ini menodainya,” kupas Laili.

Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Indra Sugiarto mengupas ada gerakan tersembunyi di Indonesia, untuk pelemahan peran aktif masyarakat dalam penegakan supremasi hukum. Seperti melemahkan laporan masyarakat terhadap kasus-kasus korupsi, menggunakan pasal pencemaran nama baik dan tindakan tidak menyenangkan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Ada kejadian, pelapor kasus korupsi pejabat di daerah, didakwa pencemaran nama baik. Saksi ahli yang dihadirkan mengatakan, kalaupun kasus korupsinya pejabat terbukti, si pelapor tetap dikenakan pasal pencemaran nama baik. Akhirnya sang pelapor diputus bersalah atas pidana pencemaran nama baik, walaupun akhirnya semua bukti-bukti yang dibawanya membenarkan sang pejabat itu benar melakukan tindak pidana korupsi,” kata Indra.

Pihak Komisi Kejaksaan RI mengaku menyesalkan putusan bersalah kepada pelapor kasus korupsi pejabat itu. Jaksa penuntut umum dalam kasus pencemaran nama baik itu, juga disesalkan karena menuntut pelapor korupsi yang rupanya benar memang si pejabat terlapor melakukan korupsi.

“Jadi memang ada upaya-upaya pelemahan posisi masyarakat sebagai pelapor terhadap kasus korupsi, demikian juga terhadap perilaku aparat penegak hukum. Bersama lembaga Gemawan, Komisi Kejaksaan RI mengajak untuk bekerjasama dalam pengawasan jaksa, baik selama berdinas maupun di luar dinas di wilayah kerja Provinsi Kalbar,” pinta Indra.

Sementara itu, komisioner lainnya, Pultoni menerangkan pihak Komisi Kejaksaan RI juga akan mengadakan penandatanganan nota kesepakatan dan kesepahaman (Memorandum of Understanding-MoU) dengan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (Untan) dalam pengawasan dan pemantauan perilaku jaksa.

“Direncanakan pertengahan tahun 2016 MoU bersama Fakultas Hukum Untan Pontianak dapat kita selerenggarakan. Kita menginginkan juga lembaga Gemawan ikut membantu Komisi Kejaksaan RI dalam pemantauan dan pengawasan perilaku jaksa menyangkut kasus-kasus hukum di masyarakat,” kata Toni, sapaan akrabnya.

Kalau perlu, lanjut dia, ada pelatihan supaya laporan yang diberikan dapat cepat diproses. Misalnya sudah memenuhi standar pemberkasan untuk dapat dipersidangkan. Jadi bukti dan saksi, sangat terpercaya atau A-1.

“Kita punya kebijakan, ketika ada masyarakat dari daerah yang jauh melaporkan kasus langsung ke kantor Komisi Kejaksaan RI di Jakarta, harus sudah ada penyelesaian awal. Kasihan mereka sudah meluangkan waktu dan tenaga dari daerah jauh datang ke kantor kita di Jakarta,” timpal Toni.

Board Gemawan, Hermawansyah menyambut baik ajakan Komisi Kejaksaan RI. “Namun kita akan bahas dulu di internal, sebab kita juga perlu menyiapkan segala sarana dan prasarana dalam menunjang pengawasan dan pemantauan jaksa di Kalbar ini,” timpal Wawan, sapaan akrabnya. (Gemawan-Mud)

Komisi Kejaksaan RI Ajak Gemawan Awasi Jaksa-Jaksa