DERAJAT KESEHATAN: RSUD Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Kota Pontianak diharapkan meningkatkan derajat kesehatan warga kota Pontianak. FOTO: Istimewa.
Pontianak, GEMAWAN.
Keterlibatan masyarakat sipil di sektor kesehatan pada area kebijakan dan pengawasan, cukup tinggi. Akan tetapi keterlibatan masyarakat sipil pada area pengganggaran, masih rendah.
Disampaikan dalam Diskusi Publik dan Media diadakan lembaga Gemawan dan Transparancy International (TI) Indonesia di Pontianak, 23 Desember 2015.
Penelitian sektor kesehatan ini, juga didukung lembaga Cikal Pontianak pimpinan Andre Yuen yang konsen di isu-isu kesehatan.
Keterlibatan masyarakat sipil berdasarkan area advokasi, menggunakan penilaian 1 sampai 4 poin. Rinciannya 1 berarti keterlibatan sangat rendah, 2 keterlibatan rendah, 3 keterlibatan tinggi, dan 4 keterlibatan sangat tinggi.
“Hasil pengukuran pemetaan korupsi sektor kesehatan pada area kebijakan, tepatnya pada uraian menerima dana dari pihak asing (Bloomberg Initiative) sebagai “sponsor” penyusunan peraturan daerah (Perda), khas sSuap-menyuap untuk meloloskan kepentingan bisnis atau usaha, dampak 3 poin dan potensi 3 poin,” kata Encep Endan, peneliti lembaga Gemawan.
Kemudian, lanjutnya, hasil pengukuran pemetaan korupsi sektor kesehatan pada area penganggaran pada markup atau titipan nomenklatur belanja, dampak 3 poin dan potensi 3 poin. Uraian pada posisi tawar antara eksekutif dan legislatif dan pengusaha atau penyedia alat kesehatan, dampak 3 poin dan potensi 3 poin.
Memasuki hasil pengukuran pemetaan korupsi sektor kesehatan pada area pengawasan ada dua uraian. Pertama, terbukanya peluang suap-menyuap antara petugas dan warga masyarakat perokok dalam pelaksanaan denda berdasrkan Perda Pemkot Pontianak tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dampak 2 poin dan potensi 2 poin.
Kedua, markup dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan atas bantuan kesehatan/subsidi bidang kesehatan dari pemerintah bagi warga kurang mampu, dampak 2 poin dan potensi 2 poin.
Sedangkan hasil pengukuran kualitas partisipasi masyarakat sipil pada sektor kesehatan pada area advokasi kebijakan, derajat kualitas partisipasi kecil atau 1 poin, derajat kapasitas partisipasinya juga 1 poin saja.
Pada area penganggaran, derajat kualitas partisipasi 1 poin dan derajat kapasitas partisipasinya 1 poin. Arena pengawasan, derajat kualitas partisipasi 1 poin dan derajat kapasitas partisipasinya 1 poin.
Hasil pengukuran kualitas manajemen program pada sektor kesehatan pada indikator relevansi, nilai rata-rata 3 poin, masuk kategori besar atau program menjawab problem korupsi.
Indikator efektivitas, nilai rata-rata 3 poin, masuk kategori besar atau realisasi program antara 25-75 poin.
Indikator efisiensi, nilai rata-rata 4 poin, masuk kategori sangat besar atau anggaran program terealisasi di atas 70 persen.
Indikator sustainable, nilai rata-rata 3 poin, kategori besar atau program mendorong program anti-korupsi lain.
“Kesimpulannya, hasil penilaian pemetaan korupsi di sektor kesehatan pada area advokasi kebijakan dan anggaran, cukup tinggi. Sedangkan pada area pengawasan, rendah. Kualitas dan kapasitas masyarakat sipil pada area kebijakan, penganggaran dan pengawasan masih sangat rendah. Kualitas manajeman program anti korupsi terhadap penurunan resiko korupsi sektor kesehatan; relevansi, efektifitas, keberlanjutan tinggi, begitu juga efesiensi, sangat tinggi,” pungkas Encep Endan. (Gemawan-Mud)