Dari Jajak Pendapat Pemberantasan Korupsi Capres
Hasil jajak pendapat yang dilakukan Lembaga Gemawan bersama ICW (Indonesia Corruption Watch) pada 10 kota besar di Indonesia, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan akan kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemberantasan korupsi pada dua pasangan capres saat ini.
Laporan Leavy
Koordinator Pokja Antikorupsi, Hermawansyah kepada wartawan mengatakan bahwa hal ini disebabkan karena pada pemerintahan Megawati, rakyat sudah pesimistis, sedang untuk percaya kepada SBY, belum ada bukti konkrit kinerjanya terhadap hal tersebut. “Seperti memberikan cek kosong saja kalau menilai sekarang, karena ini masyarakat menjadi abu-abu,” tukasnya. “Namun semuanya hanya bisa kita lihat setelah 20 September mendatang,” katanya.
“Masih dibilang prematur untuk mengatakan SBY tidak menjanjikan, namun Megawati toh memang dinilai tidak bisa memperbaiki keadaan,” tukasnya.
Untuk pemberantasan korupsi, hasil poling yang dilakukan dengan responden dari Padang, Pontianak, Bandar Lampung, Samarinda, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar dan Mataram. Dikatakan Hermawansyah yang juga Ketua Gemawan, bahwa para responden adalah pemilih pada pilpres putaran pertama, dengan kerangka sampel daftar TPS yang terdapat pada data TI KPU. Dalam polling tersebut, sebanyak 73 persen responden menganggap peran Presiden/Wakil Presiden sangat penting dalam memberantas korupsi. Sedangkan untuk agenda 100 hari pemberantasan korupsi pemerintahan presiden terpilih, menempati urutan pertama adalah responden menginginkan penggantian Jaksa Agung, agenda berikutnya adalah merombak struktur birokrasi, urutan selanjutnya penggantian Kapolri serta membuka kembali kasus korupsi mantan presiden Soeharto.
Dalam kemampuan presiden mendatang menghindarkan keluarga serta orang terdekat dari KKN, SBY lebih unggul dari Mega. 63,5 persen responden percaya SBY mampu melakukannya, sedangkan 36,5 persen lainnya tidak percaya. Sedangkan pada pemerintahan Megawati, 41,5 persen responden percaya, sedangkan yang tidak percaya mencapai 58,5 persen. Kemampuan dalam memimpin perubahan, SBY memperoleh 77,9 persen, sedang yang tidak percaya 22,1 persen. Untuk Mega, yang percaya 46,8 persen sedang yang tidak percaya 53,2 persen. Komitmen serta keberanian dalam pemberantasa KKN, yang percaya pada SBY sekitar 76,9 persen sedangkan yang tidak percaya 23,1 persen. Untuk Megawati, yang percaya pada komitmennya sekitar 45,3 persen sedang yang tidak peraya 54,7 persen.
Rousdy Said SH MHum mengatakan bahwa dalam pemerintahan selanjutnya, pemerintah harus menempatkan korupsi dengan tidak mengandalkan kepada hukum pidana saja. “Pada pemerintahan Megawati sendiri, ia sebenarnya sudah tahu krusial korupasi yang terjadi di negeri ini dari tingkat atas hingga bawah. Namun tidak sadar bagaimana menyikapinya dengan jujur,” katanya.
Rousdy menambahkan bahwa perlu kemauan politik yang kuat untuk melakukan pemberantasan terhadap korupsi. “Jadi rahasia umum, Indonesia telah dan tengah mengalami masalah dengan naiknya tingkat KKN. Ini yang tidak dijawa secara jujur,” imbuhnya.
Kedepannya, kata Rousdy lagi, diperlukan pemerintahan yang tidak rentan terhadap intervensi. “Walau ada KPK, hal ini tidak akan tuntas jika intervensi masih ada,” tambahnya. “Kurangnya profesionalisme dalam menjalankan tugas dan fungsi para penegak hukum juga menjadi salah satu alasan,” tambahnya.(lev)< Hasil jajak pendapat yang dilakukan Lembaga Gemawan bersama ICW (Indonesia Corruption Watch) pada 10 kota besar di Indonesia, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan akan kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemberantasan korupsi pada dua pasangan capres saat ini.
Sumber: www.pontianakpost.com, Jumat, 17 September 2004