SAMBAS – Sidang kasus pengrusakan rumah Kepala Desa Semayong, Teluk Keramat menuai protes. Pada saat sidang perdana, tahapan pembacaan dakwaan terdakwa tidak didampingi penasehat hukum. Baru pada sidang kedua, Selasa (18/1) terdakwa Rahmadi dan Sarimi didampingi penasehat hukumnya.Lembaga Gemawan yang mendampingi kasus ini sejak awal memprotes Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena pada sidang pertama tidak memberi informasi kepada penasehat hukum terdakwa. “Kita terkejut ternyata sudah sidang kedua. Padahal jaksa tahu terdakwa ini didampingi penasehat hukum sejak di polisi dan kejaksaan,” kata Dewan Pengurus Lembaga Gemawan, Hermawansyah.
Meski pada sidang kedua dengan tahapan pemeriksaan saksi terdakwa didampingi penasehat hukum, hak-hak terdakwa sudah hilang. Yakni terdakwa dan penasehat hukum tidak dapat lagi mengajukan eksepsi untuk membantah dakwaan yang dibacakan JPU pada sidang pertama. “Jelas ini merugikan terdakwa, pada eksepsi itulah kesempatan membantah dakwaan terhadapnya,” tegas Hermawansyah. “Kami tidak habis pikir mengapa jaksa bersikap demikian,” tambahnya.Dia menilai sikap tidak profesional jaksa ini melanggar prinsip persamaan di muka hukum. Hal ini menurutnya melukai masyarakat. “Jangan mentang-mentang masyarakat kecil lantas diremehkan. Pendampingan terdakwa oleh penasehat hukum diatur dalam KUHAP. KUHAP sebagai penjamin hak asasi manusia, ketika diabaikan artinya ada pelanggaran hak. Ini persoalan prinsip,” katanya.
Pihaknya, kata Hermawansyah, akan melaporkan hal ini kepada Komisi Kejaksaan dan Jaksa Muda Pengawas di Kejagung. “Akan kita laporkan ketidakprofesionalisme jaksa ini,” tuturnya.Rahmadi dan Sarimi didampingi 12 penasehat hukum yang tergabung dalam Tim Pembela Masyarakat Korban Sawit. Terdiri dari empat pengacara asal Kalbar dan delapan dari Public Interest Lawyer Network (Pil-Net).Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sambas, Taliwondo mengungkapkan, kewenangan melanjutkan sidang bukan pada jaksa. Melanjutkan atau menunda sidang adalah kewenangan majelis hakim. Menurutnya, sebelum sidang majelis hakim bertanya kepada kedua terdakwa apakah ada penasehat hukum. Kemudian hakim kembali bertanya, apakah terdakwa mau melanjutkan sidang tanpa penasehat hukum. “Terdakwanya memang bilang ada penasehat hukum tapi tidak tahu siapa. Kemudian keduanya bersedia mendengarkan pembacaan dakwaan oleh JPU,” jelasnya.
Kuasa penasehat hukum untuk Rahmadi dan Sarimi juga, kata dia, baru ditandatangani pada saat sidang kedua, Selasa (18/1). Sebelumnya, tidak ada kuasa yang ditandatangani penasehat hukum terhadap kedua terdakwa ini. “Surat kuasanya baru ditandatangai pada saat sidang,” ujar Taliwondo. (hen)
Sumber : http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=86257