Kemandirian Ekonomi Perempuan Gemawan

“Hal ini dilakukan demi mewujudkan kemandirian ekonomi perempuan,” ujar Maulisa. Ia juga menjelaskan pembentukan unit usaha ini didasarkan potensi sumberdaya manusia dan sumber daya alam di masing-masing desa. Tiga sektor yang akan dikembangkan terdiri atas pertanian, perikanan, serta pengolahan produk turunan dan aneka kerajinan.

Gemawan menginisiasi dan memfasilitasi pembentukan tiga kelompok usaha di tiga desa berbeda. Sejak Rabu (22/06) hingga Jumat (25/06), community organizer Gemawan di Kayong Utara, Maulisa, menemui kelompok perempuan anggota Serikat Perempuan Kabupaten Kayong Utara (Setara) yang berada di Desa Wonorejo, Desa Podorukun, dan Desa Seponti Jaya. 

Baca juga: Gemawan Bentuk Kelompok Perempuan di Lima Desa di Kayong Utara

“Hal ini dilakukan demi mewujudkan kemandirian ekonomi perempuan,” ujar Maulisa. Ia juga menjelaskan pembentukan unit usaha ini didasarkan potensi sumberdaya manusia dan sumber daya alam di masing-masing desa. Tiga sektor yang akan dikembangkan terdiri atas pertanian, perikanan, serta pengolahan produk turunan dan aneka kerajinan.

Pembentukan unit usaha ini mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Kayong Utara. Melalui Dinas Pertanian Kabupaten Kayong Utara, Kelompok Perempuan Delima Desa Podorukun akan memperoleh bantuan 1000 bibit cabai. Di Desa Seponti Jaya, Kelompok Perempuan Sumber Rezeki akan mendapatkan bibit ikan. Demikian pula Kelompok Perempuan Anggrek Desa Wonorejo, rencananya akan mendapat bibit ikan.

“Pembentukan unit usaha kelompok ini juga diketahui oleh pemerintah desa setempat. Kami ingin agar kelompok perempuan mitra Gemawan bisa berkontribusi dalam capaian perubahan di desa, terutama SDGs Desa,” jelasnya lagi.

Baca juga: Gemawan Bentuk Serikat Perempuan Kabupaten Kayong Utara (Setara) untuk Wujudkan Perempuan yang Maju, Bersatu, Berdaulat, dan Bermartabat

Bangun Kemandirian Ekonomi Perempuan di Desa 
Kemandirian ekonomi perempuan | Bangun kemandirian ekonomi perempuan desa di Kayong Utara, Gemawan bentuk unit-unit usaha perempuan berbasis potensi lokal dengan dukungan Pemerintah Daerah.

Sebelumnya, tutur Maulisa, kesadaran kemandirian ekonomi perempuan terlebih dulu ditumbuhkan. “Kelompok Sumber Rezeki sudah membangun unit usaha yang dinamakan Rumah Bibit Kelompok Usaha Perempuan Sumber Rezeki. Modalnya bersumber dari swadaya anggota kelompok,” terangnya.

Rumah bibit itu akan menyuplai bibit untuk daerah sekitar, juga akan ditanam di masing-masing lahan anggota. Hasilnya kelak akan menjadi penghasilan bersama, sesuai dengan kesepakatan anggota kelompok.

Penggunaan lahan yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan telah menyebabkan bencana baru bagi manusia, yakni krisis iklim. Melalui berbagai pertemuan tingkat tinggi, negara-negara di dunia berupaya merumuskan langkah cepat dalam menghadapi perubahan iklim ini. Teranyar digelar COP26 yang menghasilkan kesepakatan ambisius untuk mencegah kenaikan suhu permukaan Bumi di atas 1,5 derajat Celcius dan net zero emission pada 2050.

Maulisa menjelaskan, perempuan rentan terdampak perubahan iklim. “Akses mereka terhadap sumber-sumber penghidupan semakin terbatas karena krisis iklim, hal ini juga berdampak terhadap ekonomi perempuan dan keluarga,” papar pegiat perempuan ini. “Karena itu kami mengarahkan mereka untuk menciptakan sumber-sumber penghidupan baru dengan jalan yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim. Bersamaan dengan itu pula, kami bangun kemandirian ekonomi perempuan,” tukasnya.

Mengusung konsep pertanian terpadu yang menggabungkan pertanian, perikanan, peternakan di satu lahan, diharapkan program ini mampu mewujudkan cita-cita bersama anggota kelompok, yakni mandiri secara ekonomi, berbasiskan kearifan lokal dan keadilan ekologis. “Ini juga langkah adaptasi terhadap perubahan iklim. Kami harus mengajak ibu-ibu mitra kami di tingkat tapak untuk ikut merespon perubahan iklim,” ujarnya.

Baca juga: Menanti Langkah Kolektif Hadapi Krisis Iklim: Demi Masa Depan Manusia

Perubahan iklim telah sampai pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. Di sebagian besar belahan dunia telah mengalami krisis akibat perubahan iklim, sehingga muncul istilah baru yang menggambarkan peristiwa-peristiwa mengerikan itu sebagai krisis iklim. Krisis iklim memiliki dampak berbeda di setiap kawasan, bahkan bagi setiap individu. Tentu saja, yang paling berisiko besar terdampak krisis iklim adalah komunitas paling rentan. “Kita harus mampu mencegah krisis ini menjadi lebih parah, dengan jalan yang paling mungkin kita lakukan. Tak ada lagi Bumi yang lain,” tutupnya.

Penulis: Maulisa

Bentuk Unit Usaha, Bangun Kemandirian Ekonomi Perempuan di 3 Desa Kayong Utara
Tag pada: