Pontianak, Gemawannews – Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Barat banyak menuai protes. Distribusi peruntukan dan penggunaan ruang dalam RTRW Provinsi Kalbar tidak memihak kepada kaum marginal, masyarakat adat dan Kaum Perempuan. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya konflik kawasan dan penguasaan kepentingan yang merugikan masyarakat.
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 68 tahun 2010 tentang rencana tata ruang, proses perencanaan tata ruang dibuat oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam hal ini antara lain seperti partisipasi dalam penyusunan, pemanfaatan dan pengedalian tata ruang. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat bukan objek pembangunan tetapi pelaku dan penerima manfaat dari kebijakan rencana tata ruang.
Jika dilihat dari analisis gender, kaum perempuan merupakan korban utama dari tata ruang. Diskriminasi gender terhadap perempuan dalam hal ini bisa berbentuk ketimpangan penguasaan aset tanah dan ruang kelola, tidak dilibatkannya perempuan dalam perencanaan tata ruang, kurang terakomodir hak perempuan dalam pembangunan sarana dan prasarana, dan kesenjangan partisipasi lainnya.
Menurut Laili Khairnur dalam diskusi dengan beberapa lembaga perempuan di kantor Lembaga Gemawan, Pontianak, (18/4), dia menilai Perda Tata Ruang Provinsi Kalbar yang akan ditetapkan oleh DPRD Provinsi tidak partisipatif serta diskriminatif terhadap kaum perempuan.
“Kaum perempuan memiliki peran ganda, tidak jarang perempuan ikut berpartisipasi dalam kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mereka biasa bekerja sebagai petani, buruh tani dan mencari kebutuhan dari alam dengan metode komunal. Tidak adanya partisipasi perempuan dalam perencanaan tata ruang merupakan salah satu bentuk diskriminasi oleh pemerintah, karena hak perempuan diakui dalam Undang-undang No. 7 tahun 1984 yang merupakan ratifikasi dari konvensi mengenai penghapusan terhadap segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.” ungkap Laili, Direktur Lembaga Gemawan.
Inpres No. 9 tahun 2000 menginstruksikan pengarusutamaan gender dalam siklus manajamen yaitu perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi di seluruh aspek pembangunan. Tata ruang wilayah provinsi berlaku selama 20 tahun dan menjadi pedoman sebagai penyusunan pembangunan, investasi dan penerbitan perijinan pembangunan. Apabila pembahasan RTRWP Kalbar luput dari pengarusutamaan gender, hal ini bisa menyebabkan ketimpangan pembangunan terhadap kaum perempuan.
Dalam upaya melahirkan mainstream tata ruang yang berpihak kepada masyarakat, maka perencanaan tata ruang seharusnya ada pengakuan hak atas tanah dan kelola, partisipasi dalam perencanaan, peningkatan ekonomi kaum marjinal, tata ruang berkelanjutan yang berdasarkan kepada situasi bencana, struktur tanah, air serta ekosistem.
“kita mendorong pengarusutamaan gender dalam tata ruang wilayah Kalbar agar integrasi gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan kalbar dan nasional.” jelas Laili. (zn)
2012-04-21