Oleh : Ireng Maulana )*
Bahwa pendidikan politik bagi Rakyat lebih penting daripada PILKADA bulan November 2007 nanti. Penulis menyaksikan sendiri para PARPOL mengantarkan bakal calon yang hanya sekadar pergi mengambil formulir atau mendaftarkan diri ke KPUD.
Secara beramai – ramai mereka dengan maksud mengantarkan bakal calon, menghamburkan atribut Partai di tepi jalan, dimobil , disepeda motor dan kemudian dilanjutkan dengan pawai. Penulis berpikiran bahwa ini adalah bentuk unjuk kekuatan para PARPOL. Tapi setelah itu Penulis berkesimpulan bahwa ini tidak hanya sekedar ’Show up Force’ para PARPOL tapi ini merupakan salah satu bentuk kenorakan elite yang sedang mengalami keterbelakangan politik.
Upaya merekonstruksi kecerdasan politik masyarakat kalimantan barat dalam masa transisis dimana proses demokratisasi sedang berjalan, seharusnya PARPOL sudah meninggalkan cara – cara kuno untuk meraup simpati Rakyat. Bukankah cost besar yang dikeluarkan untuk perang gaung lebih baik dimanfaatkan untuk melakukan pendidikan politik kepada Rakyat-konstituen.
Elite Jangan menutup mata dengan realitas yang masih terjadi sekarang, jangan paksakan Masyarakat untuk terus bertahan dalam keadaan konstruksi abstrak yang dibuat elite, yang didayaguna hanya untuk satu interes, yang diperdaya hanya untuk satu tujuan kepentingan kekuasaan, atau singkatnya jangan pernah lagi memelihara keterbelakangan Politik kita walaupun itu adalah apa yang telah dan sedang terjadi.
Seharusnya ada upaya yang diimplementasikan demi mendorong peningkatan kapasitas Politik Masyarakat, selama ini kecerdasan Politik Masyarakat telah mengalami proses Pelemahan, oleh karena para Elite, Para PARPOL atau siapapun pihak yang menjadikan diri mereka supra Rakyat telah keliru, oleh karena memaksakan suatu tujuan yang masyarakat belum tentu mau menerimanya, betapa pun socio – demokrasi, misalnya berinti pada kata pada Rakyat, bahwa yang sebenarnya adalah Rakyat tidak pernah dibela kecerdasan Politiknya. Rakyat pada akhirnya hanya deretan jumlah suara dan digit angka sebagai data pemilih dan hitungan sebagai pendukung. Dalam kedudukan seperti itu kepada siapa tanggung jawab diserahkan ? kepada elite ? kepada Parpol ? kepada Bakal Calon gubernur ? atau kepada Siapa ?
Sebagaimana yang ingin disampaikan pada bagian ini bahwa harus ada usaha untuk mengkonstruksi kesadaran Politik dari dalam Masyarakat. Dari sini coba menyegarkan kembali tanggung jawab itu kepada siapa pun yang ditinggikan oleh Rakyat. Karena kesadaran dari dalam Rakyat berpijak kepada pilihan sadar yang dibangun dalam proses demokratisasi didaerah ( ini ).
Kesadaran dari dalam Masyarakat juga berdasar gen – gen penolakan terhadap cara – cara usang dan lama yang masih mengagungkan simbol – simbol dan atribut, harus ada usaha yang dapat merevitalisasi pemikiran konstruktif bagi masyarakat sehingga menjadi proses pembelajaran yang mampu mengakui baik keberadaan kelompok sendiri maupun keberadaan kelompok lain dan menghargai kelompok lain sebagai sebuah relasi dan interaksi masyarakat yang mencerminkan kekuatan sosial politik yang positif, sehingga cara pandang Politik kita dalam suasana politik berdasar kepada roh socio – nasionalisme, tidak melakukan pilihan terhadap calon gubernur hanya karena dorongan gemuruh gaung, poster, spanduk maupun konvoi dan pawai , tetapi roh tadi mencerahkan kebijaksanaan kita sebagai Rakyat untuk berani memilih yang “layak” dan bahkan roh tadi juga memperbolehkan kita sebagai Rakyat untuk melakukan penolakan, sebagai protes kita terhadap elite yang tidak cerdas karena masih membungkus demokrasi dalam politisasi memperdaya dan mengelabui mata Rakyat untuk meraup dukungan, yang sebenarnya kita adalah Rakyat tidak memberikan dukungan melainkan meninggikan seseorang yang kita nilai mampu mengurusi kita, dimana sewaktu-waktu kita dapat mengingatkan orang itu dengan keras dan tegas melalui kedaulatan politik Rakyat apabila Dia tidak lagi mengurusi kita .
Sekali lagi Rakyat perlu kembali untuk mengedepankan pilihan kepada ” Profesionalisme ” bakal calon gubernur sebagai gen lain yang dapat ikut serta berperan menggali kembali potensi kecerdasan Politik masyarakat , seperti yang dikemukakan oleh Pak Ibrahim, dengan indikator prestasi kinerja dan moralitas yang unggul sebagai plafon kepemimpinan di daerah ini, maka visi agar daerah ini kondusif untuk mempersiapkan pembagunan menyeluruh dimasa depan akan dapat terwujud melalui kontribusi pemilih yang akan memilih calon gubernur cakap dan handal. Jangan lagi terjebak dengan kemeriahan acara yang disiapkan oleh Para elite dan Para PARPOL atau jangan lagi mengedepankan identitas suku yang melekat pada diri bakal calon Gubernur tapi sebagai Rakyat dengan kedaulatan politik di tangannya memaksakan untuk menanyakan prestasi, dedikasi dan reputasi baik serta kapasitas kepemimpinan yang melekat pada para bakal calon gubernur, masyarakat supaya benar-benar berani memihak kepada calon gubernur, yang benar-benar berkompetisi dan demi keberpihakannya kepada Rakyat.
Selain itu , penulis juga tidak jemu-jemunya mengemukakan bahwa Politisasi etnis dalam jabatan Politis telah menjadi kekhawatiran seperti apa yang dikemukan oleh Pak Ibrahim ( ptk post, 5 sept 2006 ) yaitu langgengnya kekuasaan dan kepentingan elite yang tidak memihak masyarakat , maupun terhadap tampilnya pemimpin yang berasal dari kelompok etnis tertentu tetapi tidak berpihak kepada dan memperjuangkan kepentingan daerah, karena terlalu sibuk dengan kepentingan sempit jangka pendek elite mereka sendiri – sendiri. jadi diantara elite dan kepentingan kekuasaan, tidak ada tempat bagi Rakyat yang walaupun kita berasal dari etnis yang sama, jawabannya tetap sama, rasa kesukuan sengaja dibangkitkan sehingga kesetian kita itu dapat dieksploitasi dan dimanfaatkan tanpa kita harus tahu apakah pilihan yang kita lakukan pada orang yang “tepat” . Dari kelompok etnis manapun kita, melihat kerugian yang cukup besar bagi daerah ( ini ) jika kita salah menentukan pilihan dan tentu saja dampaknya langsung menghantam kita, maka jangan bertahan dalam kepungan kekuatan negatif sosial politik yang oleh selamanya kita selalu menjadi objek kepentingan , maka sudah sewajarnya menentukan keberpihakan dari sekarang dengan berdasar kepada socio-demokrasi ( Demokrasi Rakyat ), yaitu kemampuan untuk menyeleksi calon gubernur yang kedudukan dan kepemimpinannya akan mampu menyelenggarakan keberesan Politk dan menyelenggarakan keberesan ekonomi di daerah ( ini ) .
Penulis pikir sudah cukup alasan bagi kita untuk meninggalkan sejenak keterbelakangan cara – cara berpolitik. siapa pun yang maju dan menjadi calon gubernur dalam pemilihan kepala daerah nanti, maka tanyakan kepada mereka tentang prestasi reputasi, dedikasi serta kapasitas demi kesejahteraan, keadilan dan kedamaian bagi Rakyat sebagai pihak yang mendaulat mereka untuk memimpin, tinggalkan identitas kesukuan yang melekat pada diri mereka karena kesadaran etnis yang kita miliki adalah socio nasionalisme, kekuatan rakyat untuk memilih siapa pun yang memiliki “ profesionalisme “ kepemimpinan. Maka kita akan memilih dengan cerdas untuk Daerah ( ini ).
(*Beraktifitas di Lembaga Gemawan )