Hari Bumi Earth Day 2020

Pernyataan Pers Bersama

ECOTON – GEMAWAN – ELSAM

 

Peringatan Hari Bumi:

Berpijak Pada Perlindungan Hak Atas Air Sebagai Bagian Aksi Iklim

 

Hari ini, Rabu, 22 April 2020 merupakan peringatan Hari Bumi ke-50 dengan tema “Climate Action”. Tantangan besar ¾ tetapi juga peluang besar¾ aksi perubahan iklim telah membedakan isu ini menjadi topik paling mendesak untuk peringatan 50 tahun. Mengingat perubahan iklim merupakan tantangan terbesar bagi masa depan umat manusia dan sistem pendukung kehidupan yang membuat dunia kita layak huni.

Pemerintah Indonesia, merupakan salah satu negara yang memiliki komitmen besar dalam Aksi Iklim, yakni  mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 29 persen dari emisi yang akan dihasilkan jika tidak ada perubahan yang dilakukan pada tahun 2030. Namun sementara itu, secara geografis, Indonesia merupakan negara yang memiliki intensitas bencana yang tinggi yang ditimbulkan berbagai sebab, diantaranya kebakaran hutan dan lahan, banjir, longsor dan sebagainya. Salah satu sumber permasalahan climate adalah pencemaran sungai dan sumber-sumber air lainnya.

Daerah aliran sungai (DAS) menyediakan beragam fungsi (ekologis, sosial, budaya, dan ekonomi) untuk menyokong kehidupan manusia. Kegagalan pengelolaan DAS menyebabkan hilangnya satu atau lebih fungsi DAS dan mengakibatkan bencana bagi manusia.

ECOTON, Gemawan dan ELSAM pada tahun 2019 telah melakukan penelitian pada dua DAS (Pawan dan Sambas) di Kalimantan Barat yang dipengaruhi oleh perkebunan sawit di Kalimantan Barat. Dari hasil penelitian tersebut, telah menunjukkan kegagalan Pemerintah dalam pengelolaan DAS, yakni:

  1. Hilangnya Sumber Air Bersih Masyarakat. Sebelum masuknya perkebunan, masyarakat menggunakan sungai sebagai sumber air bersih (air minum, mandi, cuci, dan kakus). Masuknya perkebunan menyebabkan sungai tidak dapat digunakan sebagai sumber air bersih. Pada anak-anak sungai, pencemaran lebih terasa saat musim penghujan karena pencemaran dari pupuk dan pestisida yang terakumulasi di kanal-kanal lepas ke anak-anak sungai. Gatal setiap kali mandi dengan air sungai menjadi makanan sehari-hari bagi pengguna air sungai. Hilangnya sumber air bersih akibat pencemaran tidak dibarengi diberikannya kompensasi terhadap penyediaan air bersih kepada warga.
  2. Pencemaran. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter klorin bebas yang terukur pada sungai melebihi baku mutu PP No. 82/2001 dengan rata-rata 0.05 mg/L pada Sungai Sambas dan 0.033 mg/L pada Sungai Pawan. Konsentrasi klorin bebas yang terukur pada kanal perkebunan sawit berkisar antara 0-3,61 mg/L dengan rata-rata 0,36 mg/L. Sumber pencemaran klorin berasal dari pupuk dan pestisida yang mengandung klorin.  Pada saat pemantauan juga ditemukan pelanggaran berupa pembuangan limbah mill dengan memompa limbah langsung dari kolam pengelolaan limbah cair dan dialirkan ke sungai. Pengujian sampel limbah yang dialirkan ke kanal menunjukkan pelanggaran baku mutu buangan limbah cair pada parameter BOD dan COD.
  3. Penurunan Keanekaragaman dan Populasi Ikan. Perubahan aliran (misal: pembuatan DAM/ pintu air) dan pembersihan vegetasi riparian anak-anak sungai yang difungsikan sebagai kanal irigasi menyebabkan ikan kehilangan habitat untuk memijah/ bertelur, mencari makan dan berlindung dari arus selama banjir. Konsentrasi klorin bebas yang tinggi juga diduga turut menambah tekanan populasi ikan sungai, karena klorin menyebabkan kerusakan pada insang dan kematian pada anak ikan. Pada Juli 2019, terjadi kematian ikan massal di Sungai Sambas hulu dan hingga saat ini belum diidentifikasi sumber pencemaran. Penurunan populasi ikan selaras dengan menurunnya hasil tangkapan nelayan. Salah seorang nelayan menyebutkan bahwa sebelum adanya perkebunan, mereka mendapatkan 10-20 kg ikan/ilar (alat tangkap ikan) dan sekarang hanya mendapatkan dari 1-2 kg ikan/ilar yang dipasang.
  4. Penggunaan Pestisida yang Dilarang. Dalam prakteknya, penggunaan paraquat masih berlangsung di perkebunan, hal ini ditemukan baik pada perkebunan RSPO maupun ISPO. Dari hasil identifikasi pestisida yang digunakan, 4 dari 5 pestisida termasuk pestisida yang sangat beracun (highly hazardous pestisida – HHP) dengan karakteristik: menyebabkan kerusakan mata, iritasi kulit dan saluran pernafasan, mengganggu kesuburan dan pertumbuhan janin, kerusakan organ, beracun pada biota air dan burung. Sehingga penggunaannya harus dilakukan secara hati dan berikut dengan pengelolaan limbahnya. Pada kenyataannya, masih ditemui pembuangan kontainer pestisida sembarangan di perkebunan dan ditemui pekerja penyemprot tidak menggunakan APD lengkap.
  5. Tidak Tersedianya Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah. Warga membuang dan/ membakar sampah ke sungai disebabkan karena tidak tersedianya sarana pengelolaan sampah (termasuk tempat sampah dan pengangkutan ke TPA).

Cardiff University’s Water Research Institute and the University of Vermont pada tahun lalu telah menemukan hasil studi terbarunya, bahwa peningkatan kualitas air dapat mengurangi dampak ekologis perubahan iklim terhadap sungai. Pada catatan yang lebih positif, upaya untuk meningkatkan kualitas air, seperti perbaikan pengolahan air limbah dan regulasi yang lebih ketat, berpotensi menangkal beberapa efek pemanasan iklim. Pada titik ini, penting sekali bagi Negara untuk dapat memperhatikan kembali tentang isu kebersihan sungai dan sumber-sumber air lainnya.

Hal ini penting diperhatikan dan dilaksanakan Pemerintah, karena UUD 1945 di Pasal 28A menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Kemudian Pasal 28H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak sejahtera lahir dan batin dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selanjutnya, Hak atas air adalah bagian dari terpenuhi dan terlindunginya hak untuk hidup, sebab air adalah komponen terpenting untuk memenuhi dan melindungi hak untuk hidup yang merupakan hak mutlak dan tidak bisa dikurangi (non derogable right). Selanjutnya, General Comment No. 15 terkait The Right To Water (arts. 11 and 12 of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) menegaskan bahwa hak atas air memberikan hak kepada setiap orang atas air yang memadai, aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik, dan mudah didapatkan untuk penggunaan personal dan domestik. Jumlah air bersih yang memadai diperlukan untuk mencegah kematian karena dehidrasi, untuk mengurangi risiko penyakit yang berkaitan dengan air, serta digunakan untuk konsumsi, memasak, dan kebutuhan higienis personal dan domestik.

‘Outbreak’ Covid-19 yang terjadi sekarang menyebabkan masyarakat, terutama kelompok perempuan dan anak-anak menjadi sangat rentan akibat hilangnya akses terhadap sumber air bersih dan sehat, paparan toksikan/racun selama bekerja, dan kontak dengan air tercemar secara terus menerus.

Karena hal-hal yang disebutkan di atas maka kami mendesak:

  1. Pemerintah Indonesia terus berkomitmen dalam pemenuhan dan perlindyngan ha katas air bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa terkecuali, serta menjalankan Tujuan 6 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yakni “menjamin ketersediaan dan manajemen air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan bagi semua”;
  2. Pemerintah Indonesia serius dalam menjalankan aski iklim dengan cara menetapkan visi bersama, mengatasi kebijakan tumpeng tindih antar lembaga, dan memantau kemajuan pelaksanaan aksi iklim dengan metodologi yang terukur;
  3. Pemerintah Indonesia atau Pemerintah Daerah terkait untuk menetapkan aturan terkait pengelolaan pencemaran yang berasal air kanal irigasi perkebunan sawit sebelum dibuang/dialirkan langsung ke sungai; melalui penerapan pemantauan dan evaluasi yang melibatkan masyarakat; mengidentifkasi sumber pencemaran dan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan/ perkebunan yang memberikan efek jera; menyediakan sarana dan prasaraana pengelolaan sampah; menyediakan sumber air bersih dan sehat bagi masyarakat.
  4. Pemerintah Indonesia dengan tegas menegak hukum untuk memberikan sanksi bagi Perusahaan yang terbukti melakukan pencemaran terhadap DAS;
  5. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)  untuk memberikan edukasi/sosialisasi kepada Perusahaan anggota dan masyarakat terkait prosedur pelaporan/pengaduan pelanggaran terhadap prinsip dan kriteria sertifikasi keberlanjutan, kebersihan sumber air bagi masyarakat di sekitar perkebunan sawit dan hak-hak pekerja;
  6. Perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk: (1) mengembalikan aliran anak-anak sungai ke dalam bentuk alaminya sehingga menjadi habitat yang memadai bagi perkembang biakan ikan; (2) menyediakan APD yang lengkap dan melakukan pengawasan terhadap praktek pengelolaan nutrient dan pengendalian hama di lapangan; melakukan restoking ikan asli sungai untuk membantu mengembalikan populasi ikan sungai

 

Surabaya – Pontianak – Jakarta, 22 April 2020

ECOTON – GEMAWAN – ELSAM

 

Untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi Riska Darmawanti (ECOTON), telepon: 081252031456; Uray Endang Kusuma (GEMAWAN), telepon: 08125582004; Andi Muttaqien (ELSAM), telepon: 08121996984

Pernyataan Pers Bersama – Peringatan Hari Bumi 2020: Berpijak Pada Perlindungan Hak Atas Air Sebagai Bagian Aksi Iklim
Tag pada: