OPEN GOVERNMENT: Direktur Program TI Indonesia, Ilham B Saenong (kanan) bersama Direktur Gemawan Laili Khairnur (kedua dari kanan), mahasiswa S-3 dari Belanda yang meneliti Kalbar untuk tugas akhirnya Rosa (tengah), Dewan Pembina USC Satunama Yogyakarta Methodius Kusumahadi biasa disapa Pak Meth (kedua dari kiri), dan istri tercinta Pak Meth Rosa Maria Wowiling (kiri) di diskusi publik SP III Gemawan di Hotel Orchardz Pontianak, Selasa (03/11/2015). FOTO: A’LA/GEMAWAN
Pontianak, GEMAWAN.
Kurun 20-25 tahun ke depan untuk Indonesia dan daerah, isu strategis gerakan masyarakat perlu terus program good governance (tata pemerintahan yang baik). Ditambah open government (pemerintahan terbuka).
Demikian disampaikan Direktur Program Transparansi Internasional (TI) Indonesia, Ilham B Saenong ketika menjadi narasumber di diskusi publik pembuka Strategic Planning (SP) III Gemawan 2015 untuk program kerja lembaga tahun 2016-2035. Bertempat di Hotel Orchardz Pontianak, Selasa (03/11/2015).
“Dulu kita menyebutnya good governance, sekarang kita mengatakan open government. Melalui penerapan tata kelola yang baik, tujuan pembangunan yang berkeadilan, kemandirian, dan kesejahteraan akan tercapai,” kata Iham.
Menurut Ilham, pemerintahan terbuka secara sederhana to people by people with people (untuk warga dari warga bersama warga).
“Satu di antara perbedaan good governance dan open government, pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan,” tutur Ilham.
Sebelumnya dalam konsultasi publik, lanjut Ilham, bahannya sudah disiapkan pemerintah, bahkan putusannya kadang-kadang juga sudah disiapkan. Akhirnya perwakilan masyarakat di konsultasi publik yang digalakkan pemerintah, hanya dipinta setuju atau tidak.
“Sedangkan di sistem open government, pengambilan kebijakan publik utama menempatkan masyarakat sebagai bagian utama, bukan sebatas setuju,” timpal Ilham.
Ilham menyanjung Kabupaten Kayong Utara (KKU), Provinsi Kalbar, sebab pemerintah daerahnya paham betul untuk memanfaatkan dan memperkuat sosial ekonomi warganya melalui pemerintahan desa.
“Open government itu untuk pemerataan. Luasnya wilayah itu tidak sebanding terbatasnya aparatur pemerintah. Di sinilah masyarakat sipil menjadi penting,” terang Ilham.
Pemerintahan terbuka itu, sambung Ilham, harus mau membantu pemecahan masalah pelayanan publik. Kemudian harus menemukan kembali arti mitra kemitraan.
“Di negara-negara Eropa Timur, pembuatan regulasi (peraturan, Red) sudah memanfaatkan teknologi. Misalnya ada 100 ribu orang memerlukan peraturan ini atau tidak, mirip menggunakan sistem polling online, masyarakat memberikan suaranya secara online. Jadi suara warga tidak bisa lagi dihambat pemerintah,” papar Ilham. (Gemawan-Mud)