PENUH HIKMAT: Para peserta yang didominasi kaum ibu-ibu dan remaja putri penuh hikmat mendengarkan dan memahami pemaparan Direktur Gemawan, Laili Khairnur di Workshop Persiapan Pelaksanaan Program MCA-Indonesia 2016-2017 di Hotel My Home di Sintang, Kamis (18/08/2016). Foto: Mahmudi/GEMAWAN.
Sintang, GEMAWAN.
Direktur Lembaga Pengembangan Masyarakat Swandiri (Gemawan), Laili Khairnur menerangkan dalam program penguatan pengembangan ekonomi perempuan di kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, lebih memilih pertanian ramah lingkungan daripada pertanian organik.
“Ramah lingkungan yang kami maksud itu minim input zat kimiawi dan lebih menggembangkan produktivitas dibanding harus melakukan ekspansi lahan,” kata Laili Khairnur di Workshop Persiapan Pelaksanaan Program MCA-Indonesia 2016-2017 di Hotel My Home di Sintang, Kamis (18/08/2016).
Mengusung tajuk, “Inisiatif Penguatan Pengembangan Ekonomi Kelompok Perempuan Melalui Pemberdayaan dan Pertanian Berkelanjutan”.
Diselenggarakan Konsorsium Perempuan dan Keberlanjutan Kehidupan Kalimantan Barat dengan Host diemban lembaga Gemawan, beranggotakan Yayasan Dian Tama, Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Borneo, Simpai Kapuas Kabupaten Sintang, dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK). Melalui dukungan program Millennium Challenge Account (MCA) Indonesia.
“Sedangkan metode Hazton, yakni metode perlakuan pada tanaman dengan memaksimalkan pada bibit dan tata cara tanam yang baik,” papar Laili Khairnur.
Kemudian, lanjutnya, menggunakan sumberdaya lokal dalam pertanian, misal menjinakkan hama dan penyakit dengan mengembangkan predator alami dan tumbuhan alami pengusir hama. Kemudian menggunakan sampah rumput, limbah organik, dan kompos sebagai pupuk.
Termasuk kompos arang yang sudah diketahui manfaat pembenah tanah, pengikat, dan pembentuk spora yang bermanfaat bagi tanaman.
Cara ini tidak menjadi sumber limbah racun bagi lingkungan sekitar. Program ini juga memilih varietas yang unggul dan adaptif terhadap pertanian lokal.
“Pertanian ini juga menopang praktek agroforestri yang dikembangkan masyarakat melalui hutan karet dan hutan tua di beberapa wilayah di sekitar lahan pertanian di wilayah program,” tegas Laili Khairnur.
Pertanian ramah lingkungan itu lebih difokuskan pada pemeliharaan agro ekosistem, namun tetap berusaha mencapai produksi optimal. Agroekosistem yang baik menjadi penting sebab berdampak pada sistem usaha tani yang berkelanjutan.
Pada intinya pertanian ramah lingkungan sebagai upaya mencapai produksi optimal namun tanpa merusak lingkungan, baik fisik, kimia, biologi, maupun ekologi. Sekaligus menjadikan budidaya pertanian tanpa sampah (zero waste).
Contohnya memanfaatkan limbah padi, seperti jerami diproses menjadi pupuk kompos. Model pertanian ramah lingkungan juga mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyumbang pemasan global (dunia). Tanaman padi mengeluarkan emisi metana yang berpengaruh terhadap GRK.
“Kita lebih memilih penguatan pertanian ramah lingkungan di masyarakat karena berkelanjutan. Sedangkan pertanian organik harus dari hulu sampai hilir dan mengubah budaya masyarakat desa perlu waktu yang lama,” timpal Laili Khairnur.
Dikatakannya pertanian organik pada umumnya produksi akan menurun pada awal aplikasi pertanian organik. Ditambah lagi, residu kimia dalam pertanian konvensional ataupun organik, tidak serta-merta hilang. Sebab masih membekas dalam beberapa tahun, terutama pupuk yang mengandung fosfor yang biasa dipakai petani desa.
Masyarakat perlu kembali ke pertanian ramah lingkungan dan pertanian organik. Supaya agar lahan dan ekosistemnya kembali membaik dan dapat dipakai ke genarasi berikutnya. (Gemawan-Mud)