Bekerjasama dengan Yappika-ActionAid, Gemawan melaksanakan Dialog Kebijakan Tingkat Komunitas Sekolah Kabupaten Sambas padaRabu (25/11). Menurut Nuryani, District Coordinator ProInqlued Lembaga Gemawan Sambas, kegiatan ini bertujuan untuk menginformasikan peran partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan, kriteria Standar Pelayanan Minimal untuk prasana sekolah dasar, serta mekanisme (pengajuan, pelaksanaan, dan pengawasan) rehab sekolah dasar di Sambas.
Nuryani menjelaskan bahwa masyarakat bukanlah objek dari proses pembangunan. Karena itulah partisipasi aktif masyarakat untuk terlibat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan menjadi hal penting agar pembangunan berlangsung dengan baik. “Semangat ini yang mengawal berjalannya program Promoting Civil Society-Led Initiative for Inclusive and Quality Education in Indonesia atau disingkat ProInQlued ini,” ujarnya.
Tata kelola dan akuntabilitas yang baik di sektor pendidikan di Indonesia selaras dengan pencapaian indikator Sustainable Development Goals (SDGs) melalui keterlibatan masyarakat sipil yang aktif dalam proses pembangunan publik. “Gemawan menjadi mitra Yappika-ActionAid dalam pelaksanaan program ini di Sambas. Program ini juga dilaksanakan di Bima oleh Yayasan Bahtera dan Sumba Barat oleh Solud,” tambahnya menerangkan program.
“Secara khusus, program ProInQlued ini ingin memperkuat dan meningkatkan kerjasama antara organisasi masyarakat sipil dengan pemerintah daerah untuk secara efektif mengimplementasikan penididikan inklusif dan berkualitas,” paparnya di sela kegiatan.
Kegiatan yang didukung oleh European Union ini dilaksanakan di SD Negeri 19 Medang, Kecamatan Sejangkung, Sambas. Mengambil tema Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Prasarana Sekolah Dasar, dialog ini menghadirkan Kepala Bidang Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sambas, H. Mufizar, dan Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sambas, Aswari, S. Sos,. M.A.P., sebagai narasumber.
Menurut Mursipah, Kepala SDN 19 Medang, keadaan sekolah sebelumnya begitu memprihatinkan. Selama ini hanya terdapat 1 ruang kelas yang disekat menjadi 2 kelas untuk proses belajar-mengajar, serta 1 kelas darurat di selasar dapur sekolah. “Setelah rehab di tahun 2019, dengan memanfaatkan pendanaan yang bersumber dari DAU, keadaan sekolah sudah lebih permanen,” terangnya.
Di tengah pesatnya perkembangan dunia, kondisi fisik SDN 19 Medang seolah tak tersentuh peradaban. Kondisi toilet yang begitu memprihatinkan, pondasi bangunan yang sudah rubuh dan lantai yang menempel di tanah. Semua itu diperparah dengan kondisi lingkungan yang berawa dan tidak jauh dari sungai, sehingga halaman sekolah sering tergenang banjir ketika air pasang.
Menurut Nuryani, aspirasi maupun rekomendasi yang telah ditampung dalam kegiatan dialog kebijakan tingkat komunitas ini akan disampaikan kembali dalam forum Dialog kebijakan di tingkat kabupaten. “Harapannya, permasalahan pendidikan khususnya sekolah rusak mendapat tambahan alokasi anggaran, sehingga layanan pendidikan bias berjalan lebih baik, adil dan merata,” tutupnya. Kegiatan ini menghasilkan kesepakatan dari Dinas Diknas Kabupaten Sambas dan DPRD Kabupaten Sambas untuk pembangunan kekurangan ruang belajar dan toilet yang akan direalisasikan di tahun 2022.