JUMLAH titik api di Kabupaten Sambas meningkat. Sebelumnya Juni 2009 dari data BMG Pontianak, ada11 titik api di Kabupaten Sambas. Memasuki bulan Agustus 2009 meningkat menjadi 29 titik api.
Kepala Dinas Hutbun Sambas, Bulyamin Rabu (5/8), mengatakan, saat ini untuk menanggulangi pihaknya sudah menerjunkan beberapa petugas di lapangan untuk memadamkan titik api yang menyebar hampir merata di seluruh kecamatan di Sambas. Sekitar 12 unit mesin pemadam kebakaran sudah dikerahkan. Namun, kendala di lapangan, petugas kewalahan untuk memadamkan api, selain medan yang hendak dijangkau terlalu berat, juga tidak ada pasokan air untuk memadamkan api.
Ia mengatakan, saat ini, dari kesimpulan sementara, penyebab kabut asap yang terjadi di Kabupaten Sambas adalah pembakaran lahan oleh masyarakat sekitar. Bisa saja, saat melakukan pembakaran lahan, si pemilik lahan meninggalkan lahan yang ia bakar, akibatnya api menjalar luas ke lahan lain. Apalagi saat ini memasuki musim kemarau, ditambah dengan struktur tanah gambut, sehingga memudahkan lahan cepat dilahap api. Petugas lapangan tidak bisa berbuat banyak memadamkan api.
Bulyamin mengakui, selama penanganan kabut asap di Sambas, tidak ada bantuan dana dari pemerintah daerah untuk biaya operasional, termasuk bahan bakar mesin pemadam kebakaran dan petugas lapangan.
“Semuanya bekerja dengan sukarela,” kata Bulyamin.
Saat ditanya apakah ada keterlibatan pihak perusahaan melakukan pembakaran lahan, Bulyamin menjawab, tidak ada. Ia mengatakan, justru yang terjadi kabut asap saat ini, ada beberapa perusahaan yang membantu memadamkan api, untuk menghindari lahan perusahaan yang ikut terbakar.
Namun, kabut asap yang terjadi saat ini, Dishutbun bukan tanpa upaya, jauh hari sebelumnya, pihaknya sudah melakukan penyuluhan pada pelaku perkebunan, untuk tidak melakukan pembakaran lahan saat musim kemarau.
“Bahkan kita sudah mengirimkan surat imbauan tersebut di seluruh desa dan kecamatan. Tampaknya belum direspon sepenuhnya,” kata Bulyamin.
Sementara pandangan berbeda disampaikan anggota Gemawan, M Lutharif. Dia mengatakan, bencana kabut asap yang kerap kali terjadi di Kabupaten Sambas dan daerah lain, pemerintah daerah jangan selalu menyalahkan masyarakat sebagai biang keladinya. Seharusnya Pemda harus berkaca dari kabut asap tahun sebelumnya, bagaimana mengantisipasi agar kabut asap tidak terjadi lagi.
Ia mencontohkan, petani Sambas dikenal dengan sistem ladang berpindah, dimana saat itu juga ia melakukan pembakaran lahan. Namun, dulu tidak ada yang namanya kabut asap. Tapi sekarang, petani selalu menjadi biang kerok kabut asap.
“ Hal ini tidak bisa diterima, “ kata Lutharif.
Justru yang menjadi penyebab kabut asap adalah pemerintah daerah sendiri, dimana setiap tahunnya selalu membuka lahan perkebunan sawit untuk investor.
Banyak lahan hutan produktif disulap menjadi lahan sawit. Padahal, keberadaan hutan produktif berfungsi mengurangi kabut.
Selain itu, kata Lutharif, Pemda seharusnya sudah mulai membuat suatu sumber mata air baru, seperti sumur dengan kedalaman yang cukup di titik rawan kebakaran hutan. Ini sebagai langkah antisipasi, jika sungai mengalami kekeringan, sumber mata air tadi sebagai alternatif memadamkan api.
“ Jadi kerja Pemda jangan hanya berusaha memadamkan api, sementara air tidak ada, lalu pasrah, masih ada jalan lain, untuk menanggulangi kebakaran hutan, “ kata Lutharif.
Sumber: Harian Borneo Tribune, Kamis, 6 Agustus 2009