Sistem Masa Depan | Perempuan memiliki peran penting pada sektor pertanian. Tidak hanya di ranah domestik, perempuan petani berkontribusi besar dalam menjaga kedaulatan pangan. Namun sejumlah tantangan masih saja dihadapi para perempuan pejuang pangan, seperti terbatasnya akses terhadap sumberdaya, pengetahuan, serta serangkaian hambatan struktural dan kultural.
“Mereka tidak memiliki identitas tunggal. Mereka menjadi perempuan, petani, warga negara, dan bekerja,” terang Laili Khairnur, Direktur Gemawan pada Kamis (30/05/2024) di Rumah Gesit Gemawan.
Writeshop yang mengusung tema Sistem Masa Depan Perempuan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam ini melibatkan para pegiat Gemawan dan pegiat sosial perwakilan Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
“Kegiatan writeshop ini bukan hanya merupakan bentuk diskusi Gemawan bersama mitra, melainkan ada inisiasi untuk perubahan sistem pada perempuan petani yang melingkupi beberapa aspek, berupa bentuk partisipasi, suara dan kepemimpinan perempuan, serta tata kelola sumber daya alam di berbagai level di Kalimantan,” jelasnya.
Dr. Abdur Rozaki, S.Ag., M.Ag., akademisi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, menyampaikan refleksinya mengenai aktivitas masyarakat sipil. “NGO seperti membangun istana pasir, sudah berusaha dibangun, kemudian roboh dengan mudahnya. Perlu adanya perubahan sistem,” jelas Wakil Rektor UIN Suka.
Merancang Sistem Masa Depan, Refleksi Masa Kini
“NGO perlu mengevaluasi pilihan yang mau diadvokasi, segmennya, pada perempuannya, yang bagian dari patriarkis. Menurut saya, kita harus keluar dari sistem dan mencari perempuan yang makin tertindas, makin teraniaya, untuk menjadi dampingan kita,” ujarnya.
Senada dengan Laili, Rozaki juga menambahkan bahwa perlu adanya sistem untuk kejelasan identitas petani perempuan agar perempuan tidak anonim dalam pengambilan keputusan.
Sebelum lebih jauh merumuskan sistem masa depan perempuan di sektor pertanian, Dati Fatimah, MA., gender expert asal Yogyakarta, mengajak para peserta untuk mengurai problematika perempuan petani di berbagai level stakeholder pada sistem yang ada saat ini.
“Ada strategi 3R. Pertama, rekondisi, bahwa perempuan bisa membangun dirinya sendiri dan itu membantu mereka untuk akses. Kedua, redistribusi, untuk mengurai problem kerentanan, seperti dampak perubahan iklim, anak, dan lain lain. Ketiga, representasi, yang tidak hanya berbicara tentang deskriptif, melainkan aspek substantif,” jelas Dati.
Deputi Program Gemawan, Ridho Faizinda, mengatakan nasib perempuan petani juga bergantung terhadap luas sawah. “Berdasarkan data yang kami olah, luas sawah di Kalimantan Barat terus mengalami penurunan. Rata-rata terjadi penurunan sebesar 6% selama periode 2014-2022,” ujarnya.
Karena itulah, jelasnya, aspek tata kelola juga menjadi pertimbangan. "Di hari kedua, kami mengundang Mas Adnan Topan Husodo, Koordinator ICW 2015-2022. Kami berharap ada masukan juga dari aspek tata kelola dalam perumusan sistem masa depan ini,” tutupnya.
Penulis: Ersa Dwiyana