
Gotong royong dalam menanam dan merawat tanaman menjadi simbol ketahanan pangan berbasis komunitas. Dengan menanam sendiri, keluarga merasa lebih aman karena tahu persis asal-usul makanan yang mereka konsumsi.
Ketika mendengar istilah sayur organik, yang terlintas di benak kita adalah sayuran yang dibudidayakan tanpa bahan kimia. Itulah yang dilakukan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) Sinar Pagi di Dusun Keranji, Desa Tanjung Mekar, Kecamatan Sambas.
Dusun ini merupakan salah satu wilayah dampingan Lembaga Gemawan, di mana mayoritas perempuan sehari-harinya adalah penenun. Salah satu sosok penggeraknya adalah Ibu Budiana, yang prihatin melihat kondisi lingkungan dan keterbatasan lahan. Ia menginisiasi gerakan berkebun organik dari halaman rumah, mengajak ibu-ibu rumah tangga memanfaatkan ruang sempit dengan menanam sayuran organik menggunakan media seperti polibag, bekas kemasan deterjen, minyak goreng, bahkan bambu besar sebagai pot tanam.
Memulai Ketahanan Pangan
Bersama para ibu rumah tangga, didampingi oleh Lembaga Gemawan dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dari Dinas Pertanian, terbentuklah KWT Sinar Pagi pada tahun 2017. Dipimpin oleh Ibu Karnatik, kelompok ini beranggotakan 20 perempuan yang berkomitmen membudidayakan sayuran organik dari pekarangan rumah.
Mereka menanam berbagai jenis sayur seperti sawi, kangkung, seledri, terong, cabe, tomat, bayam, selada, lobak, kacang panjang, jagung, hingga kacang hijau. Aktivitas ini tidak hanya menjadi solusi pangan sehat, tetapi juga membuka peluang ekonomi.
KWT Sinar Pagi mendapat dukungan dari Dinas Pertanian, mulai dari bantuan bibit, pelatihan peningkatan kapasitas, hingga promosi hasil panen. Dalam waktu tiga bulan, sayuran organik sudah bisa dipanen dan dijual melalui berbagai kanal: kegiatan PKK, pameran dinas, bahkan secara online melalui media sosial. Beberapa konsumen datang langsung untuk memilih dan memetik sayur segar dari kebun rumah anggota.
Berkebun di pekarangan terbukti menjadi solusi nyata atas kebutuhan pangan keluarga. Sayuran hasil kebun ini lebih higienis karena menggunakan pupuk kompos organik buatan sendiri. Gotong royong dalam menanam dan merawat tanaman menjadi simbol ketahanan pangan berbasis komunitas. Dengan menanam sendiri, keluarga merasa lebih aman karena tahu persis asal-usul makanan yang mereka konsumsi.
Semangat para perempuan di KWT Sinar Pagi juga menginspirasi banyak pihak. Kelompok ini sering menjadi tujuan studi banding, seperti kunjungan dari KWT Kecamatan Paloh. Dalam kunjungan tersebut, anggota KWT Sinar Pagi berbagi pengalaman dalam mengelola lahan sempit, membuat pupuk organik seperti Mol Nanas, serta mendemonstrasikan cara pemanfaatan halaman rumah sebagai kebun produktif.
Antusiasme peserta kunjungan sangat tinggi. Mereka tertarik mempraktikkan langsung ilmu yang dibagikan, seperti teknik pembuatan pupuk dan strategi pemanfaatan media tanam alternatif dari limbah rumah tangga.
Apa yang dilakukan oleh para perempuan di Dusun Keranji menjadi bukti bahwa ketahanan pangan bisa dibangun dari rumah. Pertanian organik bukan sekadar alternatif, tetapi jalan menuju kedaulatan pangan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Sayuran organik selalu tersedia di desa mereka, segar, bebas pestisida, dan mendukung kesehatan keluarga.
KWT Sinar Pagi kini bahkan menyuplai kompos ke pegiat pertanian organik lainnya. Pendampingan dari Lembaga Gemawan dan PPL terus berlanjut, memastikan keberlanjutan gerakan ini sekaligus meningkatkan ekonomi keluarga. Semangat menanam buah dan sayur pun semakin besar, menjadikan rumah-rumah di dusun ini sebagai contoh nyata urban farming berbasis masyarakat.
Inisiatif ini diharapkan dapat ditiru masyarakat luas, khususnya petani di desa-desa lain. Lahan sempit atau lahan tidur sebaiknya dimanfaatkan untuk menanam sayuran organik. Mulailah dari diri sendiri, dari langkah kecil, dengan menjaga pola hidup sehat dan memanfaatkan lahan yang ada menjadi produktif serta ramah lingkungan.
Penulis: Siti Rahmawati, pegiat Gemawan.