Pelayanan Pendidikan H Hildi Hamid melalui penerbitan perbup kayong utara

Hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan merupakan hak asasi rakyat yang harus dapat dipenuhi oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Dengan demikian, di hari pendidikan nasional yang kita peringati saat ini, mestinya kita tidak lagi mendengar berita masih ada anak yang putus sekolah, bangunan sekolah roboh, serta ada peserta didik yang tidak dapat mengikuti ujian karena kekurangan biaya, dan lain-lain.

 

A. PENDAHULUAN: Menyoal Pelayanan Pendidikan

Jika kemiskinan dan kebodohan berwujud seorang manusia,

maka akulah orang pertama yang akan membunuhnya.

(Ali Bin Abi Thalib ra)

Ungkapan fenomenal sahabat utama Rasulullah SAW itu menggambarkan bahwa kemiskinan dan kebodohan adalah masalah klasik yang dihadapi umat manusia sejak zaman kenabian. Secara faktual, ungkapan Khalifah ke-4 pemerintahan islam tersebut menunjukkan adanya komitmen kuat guna menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi  umat. Dalam konteks ke-kinian di abad millenium ini, komitmen kuat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi umat (baca; warga negara) harus diwujudkan dalam berbagai aturan dan kebijakan operasional yang sistematis dan terukur.

Konstitusi Republik Indonesia UUD 1945 amandemen ke-empat, secara tegas telah mengatur tentang hak warga negara untuk mendapatkan pelayanan pendidikan. Pemerintah diwajibkan untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang dapat menjangkau kebutuhan warga masyarakat. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 ayat (3) dan (4) UUD 1945, yang berbunyi ;

Ayat (3) : “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam undang-undang”.

Selanjutnya ayat (4) menyebutkan : “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.

Mandat konstitusi tersebut kemudian telah dijabarkan oleh Pemerintah RI dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003, yang secara teknis menjadi acuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan harus berpegang pada prinsip sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003, bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Kemudian pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Oleh karenanya, hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan merupakan hak asasi rakyat yang harus dapat dipenuhi oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Dengan demikian, di hari pendidikan nasional yang kita peringati saat ini, mestinya kita tidak lagi mendengar berita masih ada anak yang putus sekolah, bangunan sekolah roboh, serta ada peserta didik yang tidak dapat mengikuti ujian karena kekurangan biaya, dan lain-lain.

Pertanyaannya kemudian, kenapa dengan kebijakan yang berlaku secara nasional dan mewajibkan pemerintah daerah untuk melaksanakannya, akan tetapi manfaat yang dirasakan oleh masyarakat di daerah berbeda-beda. Ada masyarakat yang setiap memasuki tahun ajaran baru, menambah hutang baru untuk biaya pendidikan anaknya. Ada orang tua murid yang hingga menggadaikan perhiasan dan barang berharga lainnya hanya sekedar untuk memenuhi permintaan anaknya yang harus membayar sumbangan di sekolah. Sementara ada juga warga masyarakat yang tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun untuk biaya pendidikan anaknya, karena semua kebutuhan biaya sudah ditanggung oleh pemerintah daerah.

Di Indonesia, Kabupaten Jembrana Bali, Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Kayong Utara adalah daerah-daerah yang melaksanakan kebijakan pendidikan gratis hingga 12 tahun. Bahkan Kayong Utara sebagai daerah terpencil dan tertinggal merupakan satu-satunya yang menerapkan kebijakan pendidikan gratis 12 tahun lengkap dengan penyediaan seragam sekolah.

B. Strategi Kebijakan Pemerintah dalam Pelayanan Pendidikan di Kabupaten Kayong Utara 

Kabupaten Kayong Utara yang terletak di ujung selatan wilayah Kalimantan Barat, adalah daerah otonom baru hasil pemekaran dari kabupaten Ketapang pada tahun 2007. Awalnya ketika masih berjuang dalam proses mendapatkan persetujuan pemekaran dari pemerintah pusat, saya yang dipercaya sebagai penasehat Tim Pemekaran sempat bertanya-tanya, “apakah mungkin Kayong Utara ini dapat mengejar ketertinggalan dari kabupaten lain di Kalbar ?” Dari situlah kemudian kami meminta Tim Kajian dari Universitas Diponogoro Semarang untuk melihat situasi dan kodisi riil masyarakat Kayong Utara. Sebab sebagai daerah pemekaran baru dengan kondisi yang ada, jika membutuhkan waktu terlalu lama hingga  15 tahun untuk keluar dari ketertinggalan, tentu saja sangat berat untuk di capai.

Akan tetapi ternyata hasil kajian Tim Pemekaran merekomendasikan bahwa Kayong Utara butuh waktu 8 tahun membangun infrastruktur dasar, sarana dan prasarana dan  pertumbuhan ekonomi sehingga dapat keluar dari kondisi ketertinggalan. Hanya saja, menurut hasil kajian Tim Pemekaran memang tantangan terberat adalah keterbelakangan Sumber Daya Manusia/SDM. Misalnya pada saat itu hanya 6% warga masyarakat Kayong Utara yang berpendidikan tamatan SMA sederajat. Berangkat dari fakta empirik itulah ketika akan mencalonkan diri sebagai Bupati Kayong Utara, secara tegas visi misi yang saya angkat adalah Pedidikan dan Kesehatan Gratis.

Langkah pertama yang saya lakukan setelah dilantik sebagai Bupati Kayong Utara adalah melakukan assesment kondisi riil masalah pendidikan. Hal itu dilakukan untuk mengetahui secara pasti berapa anak usia sekolah, angka putus sekolah, ketersediaan tenaga guru seluruh tingkatan, hingga sarana prasarana penunjang kegiatan pendidikan. Setelah mendapatkan gambaran jelas tentang kondisi pendidikan, saya kemudian pada tanggal 13 Juli 2009 mengeluarkan kebijakan lewat Peraturan Bupati Nomor 60.A Tahun 2009 tentang “Penyediaan Layanan Pendidikan Gratis Pada Jenjang Pendidikan SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/MA/SMK Sederajat di Kabupaten Kayong Utara”.

Pasal 2 ayat (1) Perbub Nomor 60.A Tahun 2009 menyebutkan bahwa “Pendidikan Gratis adalah penyediaan dana layanan pendidikan secara Cuma-Cuma kepada peserta didik dalam hal penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar, ketersediaan bahan ajar, kelengkapan media dan sumber bahan pelajaran, buku-buku paket pelajaran serta penyediaan sarana dan prasarana pendidikan tanpa adanya pungutan biaya apapun terhadap siswa dan/atau orang tua/wali murid”.

Selanjutnya ditegaskan lagi dalam Pasal 2 ayat (6) bahwa “Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan gratis yaitu pemenuhan kebutuhan standar pelayanan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah daerah tanpa memungut iuran, sumbangan, atau sebutan lainnya kepada siswa atau orang tua murid/wali murid”. Sarana dan prasarana dimaksud ditegaskan dalam pasal 3 ayat (1), yang berbunyi; “Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Gratis sebagaimana maksud pasal 2 ayat (6) terdiri dari : a. Biaya Investasi, b. Biaya Operasional, c. Bantuan biaya pendidikan, dan d. Bantuan beasiswa pendidikan”.

Kebijakan pendidikan gratis dengan full cover yang diterapkan di Kayong Utara harus ditopang oleh dukungan anggaran yang cukup. Sebagai contoh misalnya, Pemerintah Kabupaten kayong Utara pada tahun 2011 meng-alokasikan anggaran sebesar 114 milyar atau 29,23%  dari total APBD 2011 sebesar 390,8 milyar. Anggaran untuk sektor pendidikan tersebut bersumber dari APBN sebesar 71,45 milyar, bantuan provinsi 6,2 milyar dan APBD kabupaten sebesar 36,35 milyar.

Peruntukkan dana dari APBN dan provinsi guna membayar gaji guru, tunjangan tenaga pendidik dan pembangunan infrastruktur sekolah. Sedangkan  dari APBD kabupaten sebesar 19,62 milyar untuk pembangunan infrastruktur sekolah, 15,38 milyar untuk biaya operasional belajar-mengajar, serta 1,34 milyar untuk pemberian seragam sekolah. Sekedar informasi saja, setiap siswa mulai SD hingga SMA sederajat di Kayong Utara mendapatkan 3 stel pakaian seragam yang meliputi; satu, putih-merah (SD), putih-biru (SMP), putih-abu (SMA), dua, seragam batik dan tiga, seragam pramuka atau seragam olah raga.

Selain dukungan dana, program pelayanan pedidikan juga harus dibarengi dengan terobosan-terobosan kongkrit seperti menyelenggarakan Try Out menjelang UAN yang diselenggarakan di setiap kecamatan guna mendongkrak angka kelulusan siswa.

C. Hasil Yang Dicapai

Dari strategi kebijakan yang dilakukan sebagaimana dipaparkan di atas, beberapa hasil penting yang dapat diukur misalnya tingkat kelulusan UAN SMA tahun ajaran 2010/2011, antara lain :

No Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelulusan
1 SMA 1 Sukadana
  1. IPA
  2. IPS
100%

100%

2 SMA 1 Simpang Hilir
  1. IPA
  2. IPS
100%

93,10%

3 SMA 2 Simpang Hilir
  1. IPA
  2. IPS
100%

100%

4 SMA 1 Teluk Batang
  1. IPA
  2. IPS
100%

100%

5 SMA 1 Seponti
  1. IPA
  2. IPS
87%

94,59%

6 MA Babussa’adah 100%
7 MA Attaqwa 100%
8 SMK Sukadana 97,44%
9 SMK Pulau Maya Karimata 86,36%
10 SMK Simpang Hilir 71,43%

Selama tiga tahun sejak 2009 hingga 2011, sudah banyak perubahan yang dihasilkan dari kebijakan pendidikan gratis. Selain tingkat kelulusan yang membaik, juga dapat menekan angka putus sekolah, dengan rincian sebagai berikut;

  • Tingkat SD, angka putus sokolah pada tahun 2007 tercatat 1,88%, pada tahun 2011 menurun menjadi 1,02%.
  • Tingkat SMP, angka putus sekolah menurun dari 1,22% pada tahun 2007 menjadi 0,31% di tahun 2011.
  • Tingkat SMA, angka putus sekolah menurun dari 1,8% pada tahun 2007 menjadi 0,98% di tahun 2011

Di samping itu, pembangunan infrastruktur pendidikan berdampak pada meningkatnya daya tampung sekolah untuk jenjang SD hingga SMA/SMK. Misalnya dari 19.238 siswa pada tahun 2008 menjadi 21.843 siswa di tahun 2010, dan meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 24.000 siswa yang dapat ditampung.

Perluasan akses pendidikan ini juga berpengaruh pada meningkatnya animo masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya. Hal itu dapat dilihat dari bergerak naiknya angka partisipasi murni (APM) di setiap jenjang pendidikan. Lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini:

  • Tingkat SD, APM meningkat dari 73,96% pada tahun 2007 menjadi 90,81% di tahun 2011.
  • Tingkat SMP, APM bergerak naik dari 31,46% di tahun 2007 menjadi 94,39% pada tahun 2011.
  • Tingkat SMA/MA/SMK, APM juga meningkat dari 13,77% di tahun 2007 menjadi 30,15% pada tahun 2011.

Kebijakan sektor pendidikan yang diterapkan tersebut, pada akhirnya juga mampu mendongkrak angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kayong Utara setiap tahunnya. Tahun 2007, IPM Kabupaten Kayong Utara mendapat skor 64,20, tahun 2008 sebesar 64,69, tahun 2009 sebesar 65,07, dan tahun 2010 kembali meningkat manjadi 65,38.

D. Penutup

Apa yang kami lakukan, oleh beberapa kalangan dianggap “melawan arus”. Pendapat umum menyatakan bahwa sebagai daerah baru, maka yang harus didahulukan adalah pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana pemerintahan. Akan tetapi prioritas kebijakan saya lebih mengutamakan sektor pindidikan guna investasi SDM ke depan. Karena hal itu merupakan salah satu urusan wajib pemerintah yang harus dilaksanakan. Walaupun bukan berarti infrastruktur pemerintahan tidak penting, tapi kami merancang tahapan pembangunan sesuai dengan kebutuhan prioritas. Misalnya di tahun ke-empat kepemimpinan saya, semua kebutuhan kantor-kantor pemerintahan untuk mengoptimalkan pelayanan publik sudah selesai dibangun.

Satu hal yang ingin saya tegaskan pada kesempatan ini adalah; bahwa apa yang kami lakukan di Kayong Utara sebetulnya juga dapat diterapkan di daerah lain.  Sebab kami hanya meng-efektifkan serta meng-efisiensikan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), serta ditambah dengan alokasi dana APBD kabupaten untuk program yang tepat sasaran. Jika hal tersebut dapat di-implementassikan, maka siapapun yang memimpin dan di daerah manapun dapat membebaskan masyarakatnya dari beban biaya pendidikan. InsyaAllah…


Penulis: H. HILDI HAMID

[1] Disampaikan pada Seminar Sehari dalam rangka Peringatan Hari Pendidikan Nasional, diselenggarakan oleh Rumah Belajar Rakyat & Gerakan Singkawang Cerdas, Singkawang Tanggal 8 Mei 2012;

[2] Penulis adalah Bupati Kayong Utara;

Repost by: Gemawan

Pelayanan Pendidikan = Tanggung Jawab Pemerintah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *