perempuan petani Sintang

Bagi perempuan petani ini, memang tak semua berjalan mulus. Ada hari ketika hujan mengguyur deras, merusak benih yang baru ditanam. Tapi dari hal itu mereka belajar: kegagalan adalah pupuk untuk tumbuh lebih kuat. Mimpi mereka yang besar mampu menggerakkan para perempuan ini selangkah demi selangkah.

Titik Awal, Sebuah Mimpi  

Namanya Mariana Endang, dulu hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa di Dusun Linggam 1, Desa Linggam Permai, Sintang. Tapi di akhir 2024, hidupnya dan 19 perempuan lain berubah. Semua berawal dari pertemuan di sebuah cafe di Sintang yang digagas Perkumpulan Gemawan. Saat itu, cerita tentang kelompok petani perempuan dari Mangat Baru yang sukses mengelola lahan membuat jantung saya berdegup kencang. “Kami juga bisa!” bisiknya dalam hati.  

Dari Diskusi ke Lahan Percontohan Perempuan

Bersama Ibu Natalia — kelak menjadi ketua Kumang Berseri — mereka sepakat: perempuan desa harus punya wadah untuk berkarya. Dengan pendampingan dari community organizer (CO) Gemawan, pada November 2024, lahirlah Kelompok Lebang Mandiri: 20 perempuan petani dari RT 002 Dusun Linggam 1. Nama “Lebang” dipilih sebagai simbol tekad: lepas dari kebiasaan pasif, mandiri mengelola potensi desa.  

Lahan 20 x 20 meter yang awalnya ditumbuhi semak, kami garap bersama. Tangan-tangan yang biasa mengurus dapur dan anak, kini mencangkul, menanam kangkung, kacang panjang, jagung, dan kacang tanah. “Ini untuk masa depan kita!” seru salah satu anggota saat matahari terik menyengat.  

Menyemai Semangat: Panen Pertama dan Kebanggaan  

Tiga bulan kemudian, kelompok Lebang Mandiri panen perdana. Hasilnya? Rp400.000,00. Jumlah itu mungkin kecil bagi sebagian orang, tapi bagi mereka, itu bukti bahwa kerja kolektif membuahkan hasil. Uang itu mereka putar kembali untuk benih kacang tanah dan jagung. Setiap kali melihat tunas baru muncul, semangat para perempuan petani ini seperti disiram hujan pertama: segar dan penuh harap.  

Bukan Soal Angka

Mereka merasakan perubahan yang sangat signifikan. Solidaritas mereka tumbuh. Dari yang awalnya hanya kenal wajah, kini mereka seperti saudara. Setiap Rabu pagi, mereka berkumpul di lahan, berbagi cerita sambil menyiangi gulma. Hal yang lain yang mereka peroleh adalah melahirkan para pemimpin perempuan baru. “Saya, yang dulu hanya bisa mendengar, kini percaya diri memimpin rapat kecil sebagai sekretaris. Ibu-ibu lain juga mulai berani menyuarakan ide,” ujar Mariana Endang. Mereka juga mulai mendapat pengakuan di desa. Lahan yang mereka kelola kini menjadi spot yang sering dikunjungi warga, bahkan Kepala Desa pernah mengatakan bahwa kelompok ini merupakan bukti bahwa perempuan bisa menjadi motor perubahan.

Kunci Kesuksesan: Kolaborasi dan Dukungan

Gemawan tidak hanya memberi teori, tapi juga mendampingi kami secara perlahan. Mulai dari pelatihan pengelolaan lahan, penyusunan rencana kerja, hingga cara menjual hasil panen. Mereka percayakan kami mengambil keputusan, dan itu membuat kami merasa dianggap mampu.  

Memang tak semua berjalan mulus. Ada hari ketika hujan mengguyur deras, merusak benih yang baru ditanam. Tapi dari hal itu mereka belajar: kegagalan adalah pupuk untuk tumbuh lebih kuat. Mimpi mereka yang besar mampu menggerakkan para perempuan ini selangkah demi selangkah.

 

Penulis: Natalia Kori, pegiat Gemawan.

 

Lebang Mandiri: Perempuan yang Menanam Harapan
Tag pada: