
Di Kabupaten Sambas dan Kota Singkawang, berdiri Serikat Perempuan Pantai Utara (SERUMPUN). Sejak 2009, organisasi ini menjadi rumah bagi ratusan perempuan tangguh dari berbagai desa yang saling belajar, mendukung, dan memperjuangkan hak serta kesejahteraan keluarga mereka. Dari wadah ini mereka membangun jaringan solidaritas para perempuan perdesaan.
Kala itu, pandemi Covid-19 terjadi. Pagebluk ini menjadi ujian berat bagi masyarakat pesisir. Banyak perempuan kehilangan penghasilan dan menghadapi beban ganda di rumah. Namun, anggota SERUMPUN membuktikan bahwa mereka mampu bertahan dan bangkit bersama. Kuncinya adalah solidaritas dan jejaring sosial yang kuat. Mereka rutin bertemu, baik secara langsung maupun daring, untuk berbagi informasi, mencari solusi ekonomi, hingga memberi dukungan moral bagi anggota yang sedang kesulitan.
Resiliensi perempuan SERUMPUN ini tidak hanya bertumpu pada kekuatan individu, tetapi juga pada kekuatan kolektif. Mereka saling membantu memenuhi kebutuhan pokok, mengembangkan usaha bersama, dan memasarkan produk secara kolektif—mulai dari anyaman, tenun, hingga makanan ringan dan hasil pertanian. Inovasi ekonomi ini menjadi bantalan penting di masa krisis.
Selain itu, SERUMPUN juga aktif membekali anggotanya dengan pelatihan kepemimpinan, advokasi hak perempuan, dan pengelolaan keuangan keluarga. Banyak anggota yang awalnya pemalu kini berani tampil sebagai penggerak komunitas, bahkan terlibat dalam forum desa untuk memperjuangkan isu lingkungan dan pemberdayaan perempuan. Ketua SERUMPUN, Budiana, menegaskan bahwa organisasi ini terus mendorong perempuan untuk mandiri dan berdaya, baik di ranah domestik maupun publik.
Menghadapi Tantangan: Menguji Para Perempuan Tangguh
SERUMPUN menjadi inspirasi, namun juga mengingatkan kita pada berbagai tantangan besar yang masih dihadapi perempuan perdesaan di masa depan. Akses terhadap sumber daya dan layanan dasar seperti pendidikan, modal usaha, layanan kesehatan, dan teknologi masih menjadi hambatan yang membatasi peluang perempuan untuk berkembang. Budaya patriarki yang masih kuat membuat perempuan kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan di tingkat keluarga maupun komunitas.
Keterwakilan perempuan di posisi strategis, baik di parlemen maupun lembaga publik, masih jauh dari harapan. Sebagian besar perempuan perdesaan bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa perlindungan sosial yang memadai. Krisis seperti pandemi, perubahan iklim, atau bencana alam dapat dengan cepat memutus sumber penghasilan mereka, membuat perempuan semakin rentan terhadap kemiskinan ekstrem. Selain itu, perempuan perdesaan sangat rentan terhadap dampak bencana dan perubahan iklim, yang seringkali memperparah ketidaksetaraan dan kerentanan sosial. Partisipasi perempuan dalam organisasi, koperasi, atau forum desa juga masih rendah, padahal keterlibatan aktif sangat penting untuk memastikan suara dan kebutuhan perempuan diakomodasi dalam kebijakan pembangunan.
Memang SERUMPUN membuktikan bahwa solidaritas, inovasi, dan keberanian untuk mengambil peran adalah kunci resiliensi perempuan perdesaan. Namun, untuk menghadapi tantangan masa depan, dibutuhkan dukungan lebih besar dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memperluas akses pendidikan, kesehatan, dan modal usaha bagi perempuan perdesaan, serta memastikan keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan strategis. Masyarakat dan organisasi sipil harus terus mendorong perubahan budaya menuju kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Sementara itu, perempuan sendiri perlu terus memperkuat solidaritas, meningkatkan kapasitas, dan berani mengambil peran kepemimpinan di komunitas.
Dari kisah para perempuan tangguh di batas negeri ini, perempuan perdesaan Indonesia dapat mengambil inspirasi mengenai agen-agen perubahan yang siap menghadapi tantangan zaman, sekaligus berkontribusi nyata bagi kemajuan bangsa dan komunitasnya. Cerita mereka adalah bukti bahwa kekuatan perempuan, jika disatukan dalam solidaritas dan inovasi, mampu menjadi fondasi ketahanan dan kemajuan masyarakat perdesaan di masa depan. Perempuan mampu tampil di garis depan menjadi benteng bagi komunitasnya. Mereka adalah para perempuan tangguh.
Penulis: Mohammad Reza, pegiat Gemawan.