
Kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang ikut serta dalam aksi massa dan dilindas mobil aparat, tidak dapat dipandang sebagai insiden tunggal. Peristiwa ini adalah bagian dari wajah kekerasan negara yang sistematis; aparat digunakan untuk membungkam suara rakyat dengan impunitas yang terus dibiarkan.
Gelombang kemarahan rakyat hari ini adalah akumulasi kemuakan atas kebijakan sembrono dan arogansi pejabat negara. Harga kebutuhan pokok naik, pajak semakin mencekik, barisan pengangguran terus meningkat, PHK massal, perampasan tanah adat, anak-anak korban keracunan MBG. Ketika rakyat menanggung kesengsaraan yang ditimbulkan oleh negara, bukannya menunjukkan empati, anggota DPR yang katanya perwakilan rakyat itu bersama para pejabat malah berpesta pora dalam kemewahan, menikmati tunjangan, fasilitas, dan gaji yang melambung tinggi. Tidak hanya itu, DPR dan pemerintah juga memberi penghargaan kepada kerabat serta koleganya, bahkan membiarkan pejabat merangkap kursi komisaris BUMN dengan fasilitas berlimpah.

Di lapangan, rakyat yang berani menyuarakan kekecewaan dan kemarahannya justru dihadapkan dengan represi brutal dari aparat negara. Ratusan orang ditangkap sewenang-wenang, dipukuli, dan diperlakukan tidak manusiawi. Gas air mata ditembakkan tanpa pandang bulu, bahkan mengarah ke rumah ibadah dan tim medis yang sedang menjalankan tugas kemanusiaan. Situasi ini tidak hanya mengancam keselamatan peserta aksi, tetapi juga memperlihatkan bagaimana aparat menanggalkan kewajiban dasarnya untuk melindungi warga sipil. Perempuan dan pelajar yang berada di barisan depan aksi pun tidak luput dari kekerasan; mereka mengalami intimidasi, pemukulan, dan perlakuan diskriminatif hanya karena berani menyatakan pendapat. Semua tindakan represif ini menegaskan bahwa negara lebih memilih jalan kekerasan daripada membuka ruang dialog yang demokratis.
Wajah kekerasan negara juga terlihat di banyak daerah: pemindahan tahanan politik Papua ke Makassar, konflik agraria dan sumber daya alam di Rempang, Sulawesi, Maluku Utara, hingga makin luasnya teritorial militer di wilayah sipil. Negara memilih pendekatan kekerasan ketimbang membuka ruang dialog dengan rakyat.
Hal ini mencerminkan karakteristik pemerintahan Prabowo yang sangat militeristik, anti perempuan, dan tidak berpihak pada rakyat. Prabowo sebagai penanggung jawab pemerintahan melanggengkan budaya kekerasan dengan menambah batalion, kodam, kodim, dan sebagainya demi membangun benteng pertahanan untuk memberangus perlawanan rakyat yang meminta keadilan serta melancarkan Proyek Strategis Nasional. Prabowo dengan omong kosong efisiensinya memilih menekan anggaran yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat dan justru menaikan tunjangan bagi DPR yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Saat rakyat protes, Prabowo sibuk membagi-bagi bintang kehormatan termasuk pada mantan narapidana korupsi.
Kondisi ini adalah krisis politik dan kemanusiaan! Negara yang seharusnya melindungi justru melukai. DPR yang seharusnya mewakili dan menyuarakan kepentingan rakyat justru menjadi bagian dari mesin penindasan. Demokrasi Indonesia semakin tercederai!
Hari ini negara tak lagi malu-malu mempertontonkan pembungkaman demokrasi. Represi yang sadis dan brutal dilakukan terang-terangan, menyasar rakyat yang bersuara lantang menolak kebijakan diskriminatif. Negara terus memperlebar jurang ketimpangan sosial dan ekonomi dengan berbagai kebijakan yang tidak berpihak serta berdampak buruk pada kehidupan perempuan, kelompok disabilitas, masyarakat adat, serta kelompok rentan.
Maka dari itu Aliansi Perempuan Indonesia menuntut:
1. Prabowo harus bertanggung jawab atas segala kekerasan terhadap rakyat!
2. Keadilan untuk Affan Kurniawan dan seluruh korban kekerasan aparat.
-
- Turunkan Kapolri dan Kapolda karena telah gagal menjadikan POLRI sebagai institusi negara untuk menjalankan fungsi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memelihara perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.
- Rilis nama-nama pelaku aparat, kawal proses hukum sampai tuntas, dan hentikan impunitas pada pelanggar HAM.
3. Reformasi Kepolisian menyeluruh.
-
- Hapus budaya militeristik yang penuh kekerasan.
- Hentikan penggunaan senjata, gas air mata, perlengkapan perang dan alat lainnya terhadap rakyat.
- Hentikan penggunaan kekerasan atau penangkapan tak berdasar pada massa aksi, pelajar, perempuan, masyarakat adat dan kelompok rentan.
4. Cabut fasilitas dan tunjangan berlebihan DPR dan pejabat negara.
-
- Cabut fasilitas istimewa DPR dan pejabat negara.
- Buka ruang dialog dengan menemui dan mengakomodir suara rakyat di semua wilayah.
- Berhentikan anggota DPR yang tidak menjalankan amanat konstitusi.
5. Reformasi kebijakan perpajakan.
-
- Hentikan kenaikan pajak yang semakin membebani rakyat tanpa memperhatikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat, terutama kelompok rentan.
- Buka transparansi ke publik penggunaan alokasi anggaran negara dari pajak.
6. Stop oligarki dan praktik rangkap jabatan.
-
- Tolak praktik rangkap pejabat negara di BUMN.
- Bentuk portal transparansi agar publik bisa mengawasi gaji dan tunjangan pejabat.
7. Hentikan represi dan buka ruang demokrasi.
-
- Dukung independensi media untuk memberitakan fakta tanpa intervensi.
- Hentikan pemblokiran dan penyadapan pada platform komunikasi dan media sosial.
- Hentikan kriminalisasi dan kekerasan kepada masyarakat yang berani bersuara.
8. Evaluasi program dan kinerja pemerintah serta birokrasi kementerian yang tidak berpihak kepada rakyat, tidak tuntas dalam merealisasikan kebijakan pro-rakyat, tidak berfungsi dalam melakukan pencegahan pelanggaran HAM yang justru dilakukan oleh institusi negara dengan menghabiskan anggaran negara.
Dengan demikian Kami, Aliansi Perempuan Indonesia, menyatakan sikap:
- Menuntut tanggung jawab Presiden Prabowo Subianto atas kekerasan negara yang terus terjadi.
- Mengutuk keras tindakan represif aparat dan menuntut keadilan penuh bagi korban.
- Mendesak DPR sebagai pelayan rakyat untuk bekerja sesuai amanat konstitusi, bukan memperkaya diri dengan tunjangan dan fasilitas berlebihan.
- Menolak program dan proyek bermasalah yang menguras APBN tanpa memberi manfaat nyata bagi rakyat.
- Menolak impunitas dan adili para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
- Menuntut pembebasan tanpa syarat terhadap massa aksi yang ditahan di seluruh Indonesia.
Bersama Aliansi Perempuan Indonesia :
- Aliansi Perempuan Bangkit
- Aneta-Papua
- Artsforwomen Indonesia
- Arus Pelangi
- Asosiasi LBH APIK Indonesia
- Betina issue (Sulawesi Utara)
- Cakra Wikara Indonesia
- Emancipate Indonesia
- FAMM Indonesia
- Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI)
- FeminisThemis
- Forum Pengada Layanan
- FPPI
- Gema Alam NTB
- Girl, No Abuse – Makassar
- Y2F Media
- WCC Puantara
- ICJR
- Ikatan Pemuda Tionghoa Banten
- INFID
- Institut KAPAL Perempuan
- Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)
- Jaringan Akademisi GERAK Perempuan
- JASS
- Kaoem Telapak
- Kartini Manakarra
- Kelas Muda
- Koalisi Perempuan Indonesia
- Koalisi Perempuan untuk Kepemimpinan (KPuK)
- Kolektif Semai
- Komunitas Empu Fesyen Berkelanjutan
- Komunitas Feminis Gaia, Yogyakarta
- Konsorsium PERMAMPU – Sumatera
- Konde.c0
- LBH APIK Jakarta
- LBH Kalbar
- Migrant CARE
- Muslimah Reformis, Tangsel
- OPSI
- Peace Women Across the Globe network
- Pamflet Generasi
- Perempuan Mahardhika
- Perempuan Mahardhika Palu
- Perempuan Melawan (Aliansi Tolak Reklamasi Manado Utara)
- Perempuan Solipetra (Petani Penggarap Kalasey Dua) Sulawesi Utara
- Perhimpunan Jiwa Sehat
- Perhimpunan Rahima
- Perkumpulan DAMAR Perempuan Lampung
- Perkumpulan Gemawan
- Perkumpulan Kecapi Batara Indonesia
- Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta
- Perkumpulan Samsara
- Perkumpulan Sawit Watch
- PHD PEREMPUAN AMAN LouBawe
- Proklamasi Anak Indonesia
- Rifka Annisa WCC Yogyakarta
- Rumah Pengetahuan Amartya
- Save All Women and Girls (SAWG)
- Second Chance
- Serikat Buruh Industri Perawatan Taiwan (SBIPT)
- Serikat Buruh Migran Indonesia
- Serikat Pekerja Kampus (SPK)
- Solidaritas Feminis West Papua
- Solidaritas Perempuan
- Serikat Pekerja Kampus
- Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) Indonesia
- Suara Ibu Indonesia
- Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM NTB)
- OPSI
- Warga Humanis
- Women’s March Jakarta 2025
- YAPPIKA
- Yayasan Gemilang Sehat Indonesia
- Yayasan IPAS Indonesia
- Yayasan Kalyanamitra
- Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia
- Yayasan Kesehatan Perempuan
- Yayasan Penabulu
- Yayasan Srikandi Sejati (YSS)