
Perempuan petani Sambas kini mulai mencatat sendiri titik koordinat lahan mereka menggunakan teknologi digital. Melalui program pemetaan partisipatif yang digelar Gemawan selama sepekan, warga desa tidak hanya belajar menggunakan aplikasi Google Earth, tetapi juga mulai membangun kesadaran baru atas tanah yang mereka kelola selama ini. (02/07).
Kegiatan ini menyasar tujuh desa, yaitu Setalik, Penangkalan, Sekuduk, Gapura, Serindang, Bakau, dan Parit Setia. Hasilnya, puluhan titik lahan padi, nanas, karet, sawit, kopi, hingga buah naga berhasil dipetakan secara perorangan.
Siti Rahmawati yang akrab disapa Cik Wati selaku CO (community organizer) Lokal di Sambas mengungkapkan bahwa adanya kegiatan ini sebagai wadah kemandirian masyarakat terhadap titik dan nilai lahan.
“Masyarakat bukan hanya belajar mencatat titik, tapi juga mulai mengenali nilai dari lahan yang mereka punya. Ini soal kemandirian, bukan sekadar pelatihan teknis,” ujar Wati
Selain pemetaan, fasilitator bersama warga juga berhasil mengidentifikasi komoditas utama dan strategi bertani tiap desa. Ini menjadi langkah awal menuju pengelolaan pertanian berbasis data dan potensi lokal.
Namun, tak semua berjalan mulus. Beberapa desa menghadapi tantangan seperti akses jalan yang licin, keterbatasan sinyal internet, hingga kurangnya pelatihan lanjutan. Untuk itu, tindak lanjut telah disusun bersama warga ialah pelatihan pengolahan hasil tani, pendampingan strategi adaptif iklim, penguatan UMKM perempuan, hingga akses pada teknologi offline seperti Avenza Maps, aplikasi pemetaan yang bisa digunakan tanpa jaringan internet.
Kegiatan ini membawa harapan baru. Pemetaan partisipatif tak lagi dimaknai sekadar teknis, melainkan sebagai gerbang menuju kemandirian perempuan tani dalam mengelola, mendokumentasikan, dan mempertahankan lahan mereka. Dari titik ke peta, dari peta ke rencana, dari rencana ke kedaulatan.
Penulis: Muhammad Daffa
Perempuan Petani Sambas Mencatat Lahan, Menata Masa Depan