
Lebih dari 50 Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Sumatra dan Kalimantan yang hadir di dalam kegiatan ICSF Regional Sumatra dan Kalimantan sepakat untuk menjadi kekuatan utama untuk memajukan demokrasi dan penegakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mereka berkomitmen untuk menghadapi tantangan penyempitan ruang sipil yang semakin berat, termasuk pengesahan UU No. 3/2025 tentang Tentara Nasional Indonesia yang berpotensi membangkitkan dwifungsi militer.
Digelar tahunan dalam enam tahun terakhir, Indonesia Civil Society Forum (ICSF) 2025 menjadi ruang konsolidasi masyarakat sipil. Pada tanggal 19-21 Agustus 2025, ICSF Regional Sumatra dan Kalimantan kembali digelar oleh Lembaga Gemawan, Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis), dan YAPPIKA. Tahun ini ICSF mengangkat tema “Membela Demokrasi, Menuntut Keadilan: Memadukan Masyarakat Sipil di Indonesia”
Nisrina Nadhifah dari Humanis membuka acara dengan pengingat penting bagi masyarakat sipil akan tantangan besar yang sedang dihadapi.
“Kita hadir di forum ini dengan kesadaran bahwa demokrasi dan ruang sipil di Indonesia sedang menghadapi ujian yang tidak main-main. Berbagai temuan baik dalam dan luar negeri menyatakan demokrasi tidak runtuh secara tiba-tiba, tetapi terkikis perlahan—seperti sindrom katak dalam air mendidih. Penyempitan ruang sipil terjadi begitu subtil dan bertahap, sehingga banyak yang masih menyangkal bahwa ini “baik-baik saja””, ucap Nisrina.
Selain ancaman kekerasan yang membayang-bayangi aktivis dan pekerja OMS, peserta ICSF 2025 Regional Sumatra dan Kalimantan juga mengidentifikasi permasalahan lain yang kerap dihadapi masyarakat sipil. Misalnya, ketika melakukan kampanye, kritik terhadap pemerintah dianggap hal tabu, seperti dalam isu kesetaraan gender dan inklusivitas. Ancaman terhadap pers juga kian terasa, walaupun sudah ada undang-undang terkait hak dan perlindungan jurnalis. Tapi implementasinya masih belum maksimal dan kadang malah tidak diterapkan.

Refleksi Masyarakat Sipil
Perwakilan masyarakat sipil juga turut melakukan refleksi internal untuk pergerakan yang lebih berkelanjutan dan inklusif dalam ICSF 2025 Regional Sumatra dan Kalimantan. Beberapa tantangan yang diidentifikasi adalah proses pembagian pengetahuan intergenerasional, kesejahteraan aktivis, dan keamanan holistik untuk para aktivis, termasuk mengenai kesehatan mental.
Dalam konteks Kalimantan, Laili Khainur dari Lembaga Gemawan menuturkan, “Di Kalimantan, banyak sekali isu lingkungan hidup, sumber daya alam, dan krisis iklim. Itu adalah isu yang menjadi fokus yang sama-sama kita perjuangkan. Dulu, Sumatra dianggap sebagai masa lalu (sudah dieksploitasi), Kalimantan adalah masa sekarang, dan selanjutnya adalah Papua. Tapi sekarang ini, Kalimantan adalah masa lalu (sudah dieksploitasi) dan masa sekarang adalah Papua. Pemerintah meninggalkan banyak sekali kerusakan, melalui kebijakan, dengan dalih pendapatan negara.”
OMS kerap disingkirkan dalam berbagai diskusi dan pengambilan keputusan. Padahal, dalam kenyataannya OMS juga berkontribusi kepada kesejahteraan, keadilan, dan pembangunan Indonesia—selaras dengan tujuan institusi pemerintahan. Misalnya, organisasi Aisyiyah, salah satu organisasi masyarakat tertua di Indonesia, tetap menjalankan misinya untuk perlindungan perempuan dan anak.
“Aisyiyah berkolaborasi dengan pemerintah setempat (Bengkulu) untuk merumuskan Strategi Daerah untuk menghapus pernikahan anak. Pencegahan pernikahan anak juga sebenarnya program pemerintah, sehingga kontribusi Aisyiyah juga bekerja sama dengan masyarakat, tokoh adat, dan pemuka agama. Kami juga memastikan sudah ada Peraturan Desa, dan memonitor dampak dari kebijakan ini”, ucap Enung, salah satu perwakilan dari Aisyiyah.
Destika Gilang Lestari dari organisasi Gerak Aceh yang juga merupakan perwakilan dari Sumatra menuturkan bahwa selama proses tiga hari ini, banyak terlihat pola-pola permasalahan serupa yang dihadapi oleh OMS di Sumatra dan Kalimantan.
“(Ada banyak permasalahan), baik itu persoalan korupsi atau hak asasi manusia, kekerasan. Hal itu terus terjadi sehingga yang harus kita lakukan adalah bagaimana OMS bersatu padu agar hak-hak masyarakat bisa terpenuhi” ucapnya.
ICSF 2025 Regional Sumatra dan Kalimantan menghasilkan sebuah komitmen untuk membuat sebuah hub yang mempersatukan OMS kedua pulau tersebut. Hub ini akan dijalankan oleh perwakilan OMS setempat; di Sumatra oleh BITRA, dan di Kalimantan oleh Lembaga Gemawan.
Solidaritas OMS menjadi hal utama dalam melindungi demokrasi dan memastikan keadilan dijamin, baik oleh sesama maupun negara. ICSF 2025 Regional Sumatra dan Kalimantan menjadi salah satu tonggak untuk memastikan solidaritas itu semakin kuat, kerja-kerja kolaborasi semakin bertumbuh, dan demokrasi terjaga.