Penyerahan Cinderamata Love Mangrove kepada Generasi Z

Keterlibatan Generasi Z di media sosial tidak berhenti pada peran sebagai konsumen. Mereka aktif memproduksi konten, menciptakan tagar, hingga mengorganisir kampanye daring. Hashtag global seperti #FridaysForFuture atau #ClimateStrike menjadi contoh bagaimana suara anak muda bisa menembus batas negara.

Perubahan iklim telah menjadi tantangan besar dunia: naiknya permukaan laut, banjir yang makin sering, kekeringan panjang, hingga krisis pangan. Generasi Z—anak muda yang kini tumbuh dalam era digital—akan menjadi kelompok yang paling merasakan dampaknya di masa depan. Karena itu, kesadaran iklim di kalangan mereka menjadi hal yang mendesak.

Media sosial hadir sebagai ruang belajar, berinteraksi, sekaligus berjuang. Bagi Generasi Z, isu iklim bukan lagi topik yang hanya dibicarakan di ruang kelas atau seminar, melainkan menjadi bagian dari percakapan sehari-hari di Twitter, Instagram, TikTok, dan Facebook. Di sinilah peluang besar muncul: mengubah media sosial dari sekadar sarana hiburan menjadi panggung kampanye lingkungan yang mampu menjangkau jutaan orang.

Media Sosial sebagai Panggung Aksi Iklim Generasi Z

Literatur menunjukkan bahwa media sosial efektif untuk menyebarkan isu iklim karena jangkauannya luas, cepat, dan interaktif. Informasi yang dibagikan bisa dalam bentuk artikel, video, infografis, hingga meme yang menghibur namun edukatif. Visualisasi seperti gambar banjir, kebakaran hutan, atau aksi protes anak muda mampu menggugah emosi dan mendorong orang lain untuk ikut peduli.

Keterlibatan Generasi Z di media sosial tidak berhenti pada peran sebagai konsumen. Mereka aktif memproduksi konten, menciptakan tagar, hingga mengorganisir kampanye daring. Hashtag global seperti #FridaysForFuture atau #ClimateStrike menjadi contoh bagaimana suara anak muda bisa menembus batas negara. Dari sini lahirlah solidaritas digital yang kemudian bertransformasi menjadi gerakan nyata: penggalangan dana untuk korban bencana, kampanye pengurangan plastik, hingga aksi protes menuntut kebijakan ramah lingkungan.

Media sosial juga memberi ruang bagi anak muda untuk mengekspresikan nilai dan ideologi mereka. Twitter, misalnya, sering dipakai sebagai arena diskusi kritis tentang kebijakan iklim. Di sisi lain, Instagram dan TikTok dipenuhi dengan konten visual kreatif yang lebih mudah dicerna. Semua ini membentuk ekosistem digital di mana anak muda saling memengaruhi dan memperkuat semangat kolektif.

Keterlibatan Generasi Z dalam program Borneo Mangrove Action yang digagas Gemawan bersama AJI Pontianak. Sumber: Istimewa.

Dari Kesadaran Digital ke Gerakan Nyata

Meski kesadaran digital penting, tantangan besar adalah bagaimana mengubahnya menjadi aksi nyata. Penelitian menunjukkan bahwa Generasi Z bukan hanya peduli secara wacana, tetapi juga termotivasi untuk bertindak. Mereka percaya bahwa gaya hidup ramah lingkungan—seperti mengurangi sampah plastik, menggunakan produk organik, atau mendukung energi terbarukan—adalah bagian dari kontribusi nyata menghadapi krisis iklim.

Strategi untuk meningkatkan sensitivitas iklim di kalangan anak muda bisa beragam. Pertama, edukasi yang komprehensif agar mereka memahami dampak perubahan iklim secara ilmiah. Kedua, pengalaman langsung seperti ikut aksi penanaman pohon atau kunjungan ke wilayah terdampak bencana. Ketiga, pemberdayaan suara orang muda, misalnya memberi ruang bagi mereka dalam forum kebijakan publik. Keempat, koneksi emosional dengan alam, melalui storytelling atau aktivitas outdoor yang menumbuhkan rasa memiliki.

Generasi Z melihat dirinya sebagai bagian dari gerakan global. Mereka sadar bahwa aksi kecil yang dilakukan di media sosial bisa menjadi percikan api untuk perubahan besar. Kampanye digital memberi mereka ruang untuk bersuara, tetapi komitmen untuk mengubah gaya hidup dan ikut dalam gerakan nyata lah yang akan menentukan arah masa depan.

Kesimpulannya, media sosial adalah jembatan penting antara kesadaran dan aksi. Ia mempertemukan jutaan orang muda di seluruh dunia, menyatukan kepedulian mereka, dan menyalurkan energi kolektif menuju gerakan lingkungan yang lebih kuat. Dengan kombinasi teknologi digital, kreativitas, dan semangat solidaritas, Generasi Z memiliki kekuatan untuk menjadi motor penggerak utama dalam melawan krisis iklim dan menjaga bumi tetap lestari.

Penulis: Mohammad R., pegiat Gemawan.

Sumber: Yanuar Yoga Prasetyawan, A Literature Review of Adolescents Climate Action: Using Social Engagement to Communicate Climate Change Information in Social Media, 2023.

Generasi Z, Media Sosial, dan Aksi Iklim
Tagged on: