
Pisang: Komoditas Unggulan Sambas yang Melimpah
Tanaman pisang adalah komoditas hortikultura tropis yang mudah dijumpai di hampir seluruh wilayah Indonesia. Ratusan varietas pisang tumbuh di berbagai daerah nusantara. Pisang memiliki nilai ekonomi tinggi karena dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, dari skala rumah tangga hingga industri.
Di Provinsi Kalimantan Barat, pisang termasuk salah satu buah unggulan. Berdasarkan data tahun 2024, tiga daerah dengan produksi pisang tertinggi adalah Mempawah (66 juta kilogram), Bengkayang (34,2 juta kilogram), dan Sambas (22 juta kilogram). Kabupaten Sambas menempati posisi penting karena menjadi salah satu sentra produksi pisang terbesar di pesisir utara Kalimantan Barat. Produksi pisang dari Sambas berkontribusi lebih dari 15% terhadap total produksi provinsi yang mencapai 144,8 juta kilogram.
Di Desa Matang Segarau, Kecamatan Tekarang, yang dikenal sebagai salah satu kantong pertanian rakyat di Sambas, hampir setiap rumah memiliki pohon pisang. Warga mengembangkan komoditas ini di pekarangan maupun di lahan kebun. Potensi yang melimpah inilah yang menginspirasi sekelompok perempuan desa untuk melakukan inovasi sederhana namun berdampak besar: mengolah buah pisang menjadi tepung pisang sebagai bahan pangan alternatif dan produk bernilai jual tinggi.
Inovasi bernama Tepung Pisang
Kelompok perempuan Serikat Perempuan Pantai Utara (Serumpun) Sambas melihat potensi besar pisang sebagai bahan dasar industri pangan rumahan. Mereka mengembangkan produk turunan pisang berupa tepung pisang secara berkelompok, sebuah kekhasan budaya di daerah ini. Produk turunan ini tidak hanya tahan lama, tetapi juga memiliki nilai ekonomi dan gizi tinggi. Ide awalnya sederhana: menemukan metode agar pisang yang berlimpah tidak cepat busuk dan bisa memberi tambahan pendapatan bagi keluarga.
Jenis pisang yang digunakan adalah pisang kepok (nipah), varietas lokal yang teksturnya padat dan kadar airnya rendah — cocok untuk dijadikan tepung. Proses pembuatan tepung pisang dilakukan sepenuhnya secara manual dengan memanfaatkan keterampilan tradisional perempuan desa.
Tahapannya dimulai dengan mengupas kulit pisang dan merendam buah pisang ke dalam air bersih agar getahnya hilang dan warna pisang tidak menghitam. Setelah itu, pisang dicuci dan dibilas beberapa kali hingga benar-benar bersih.
Buah pisang kemudian diserut menjadi potongan kecil menggunakan alat sederhana. Potongan ini dijemur di bawah sinar matahari selama 1–2 hari, tergantung kondisi cuaca. Jika cuaca tidak mendukung, pengeringan dilakukan menggunakan oven untuk menjaga kualitas dan kebersihan hasil. Setelah kering, irisan pisang digiling hingga halus dan diayak untuk mendapatkan tekstur lembut. Hasil akhirnya adalah tepung pisang siap pakai yang dikemas dengan harga sekitar Rp25.000 per kilogram.
Dari Dapur Desa ke Rumah Produksi
Pada tahap awal, produksi tepung pisang dilakukan berdasarkan pesanan (pre-order) karena produk ini masih dalam tahap pengenalan ke pasar lokal. Namun, berkat ketekunan dan konsistensi kelompok Serumpun, inovasi mereka menarik perhatian Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat. Melihat potensi dan dampak sosial yang dihasilkan, dinas tersebut memberikan dukungan berupa pendirian rumah produksi serta bantuan alat berupa oven pengering dan mesin penggiling untuk meningkatkan kapasitas produksi.
Rumah produksi ini kini menjadi pusat aktivitas ekonomi perempuan Matang Segarau. Selain memproduksi tepung pisang, kelompok juga melakukan pelatihan olahan berbasis tepung pisang, seperti kue kering, kukis, dan kue lapis. Dengan demikian, tepung pisang tidak hanya dipandang dari sisi ekonomis, tetapi juga sebagai alternatif bahan pangan lokal pengganti tepung gandum, sekaligus upaya menekan ketergantungan impor bahan baku.
Jejak Pemberdayaan dari Desa Matang Segarau
Dalam budaya Sambas, semangat ber-umme dan belale’ — nilai kebersamaan dan gotong royong — menjadi roh dari setiap kegiatan kelompok. Dari nilai-nilai inilah tumbuh kekuatan perempuan desa untuk berdaya secara ekonomi, tanpa meninggalkan akar tradisi dan harmoni sosial.
Dengan memanfaatkan potensi yang melimpah dan mengolahnya secara bijak, perempuan Sambas menunjukkan bahwa kemandirian ekonomi bisa tumbuh dari hal sederhana — bahkan dari buah pisang di halaman rumah.
Penulis: Ersa D. & Mohammad R., pegiat Gemawan
