Kulit Pisang Banana Peels

Proses pembuatan kerupuk kulit pisang di Matang Segarau masih mempertahankan cara-cara tradisional yang sarat nilai gotong royong. Kegiatan biasanya dimulai sejak pagi, ketika para perempuan berkumpul di rumah produksi yang sederhana namun hidup dengan semangat kerja sama.

Pisang: Komoditas Unggulan Kalimantan Barat

Pisang merupakan salah satu komoditas unggulan Kalimantan Barat. Berdasarkan data produksi tahun 2024, tiga kabupaten dengan produksi pisang tertinggi adalah Mempawah dengan 66 juta kilogram, disusul Bengkayang sebanyak 34,2 juta kilogram, dan Sambas di urutan ketiga dengan 22 juta kilogram. Ketiganya menyumbang lebih dari 80% total produksi pisang Kalimantan Barat yang mencapai 144,8 juta kilogram pada tahun yang sama.

Potensi besar itu tentu ikut menghasilkan tantangan baru, berupa peningkatan volume kulit pisang yang tinggi. Dalam praktik tradisional, kulit pisang umumnya dibuang karena dianggap tidak memiliki nilai guna. Namun di tengah limpahan hasil panen dan meningkatnya kesadaran lingkungan, muncul inisiatif baru yang mengubah cara pandang terhadap limbah kulit pisang.

Salah satu contoh nyata datang dari Desa Matang Segarau, Kecamatan Tekarang, Kabupaten Sambas. Di sini, kelompok perempuan Serikat Perempuan Pantai Utara (Serumpun) menggagas inovasi pengolahan kulit pisang menjadi kerupuk kulit pisang —produk turunan bernilai ekonomi sekaligus ramah lingkungan. Inisiatif ini merupakan pionir ekonomi sirkular berbasis desa, berpotensi menyulap limbah menjadi sumber pendapatan dan pemberdayaan perempuan.

Kab/ Kota

2019 2020 2021 2022 2023

2024

Mempawah 13,460,700 13,725,850 58,142,330 43,526,780 57,351,520 66,001,500
Bengkayang 1,780,000 7,228,100 58,100,200 46,612,200 50,018,500 34,249,600
Sambas 6,031,300 8,632,200 7,262,785 20,570,170 19,557,120 22,001,220
Sanggau 4,027,600 2,042,400 2,603,388 3,716,967 3,107,300 7,701,010
Ketapang 1,522,800 1,883,355 2,674,697 3,963,855 5,575,387 4,040,636
Kubu Raya 3,528,700 7,512,300 4,689,623 3,980,226 3,181,272 3,163,207
Kota Singkawang 8,984,700 5,512,10 1,473,700 5,479,800 3,937,400 2,870,100
Kota Pontianak 1,359,600 1,756,900 1,223,100 1,599,600 1,049,132 1,413,437
Sintang 3,523,800 2,144,900 2,838,400 2,129,560 1,624,280 1,181,630
Landak 425,500 370,700 226,708 141,700 128,400 834,300
Kapuas Hulu 1,258,920 8,652,800 705,620 1,289,452 1,156,040 624,156
Melawi 430,000 464,214 332,378 588,989 445,651 439,200
Kayong Utara 302,800 166,500 171,260 134,240 199,000 231,800
Sekadau 342,700 188,200 189,325 363,321 142,734 140,461
Kalimantan Barat 46,979,120 60,280,519 140,633,514 134,096,860 147,473,736 144,892,257

Sumber: BPS, 2025.

Langkah-Langkah Tradisional yang Menghidupkan Limbah

Proses pembuatan kerupuk kulit pisang di Matang Segarau masih mempertahankan cara-cara tradisional yang sarat nilai gotong royong. Kegiatan biasanya dimulai sejak pagi, ketika para perempuan berkumpul di rumah produksi yang sederhana namun hidup dengan semangat kerja sama.

Kulit pisang yang baru dikupas dari buah dipisahkan dari lapisan kerasnya, lalu direndam dalam air garam untuk mengurangi getah dan rasa pahit. Sementara sebagian anggota mengawasi proses perendaman, yang lain menyiapkan air mendidih untuk perebusan. Kulit pisang yang sudah bersih direbus selama 5–6 menit hingga warnanya berubah lebih gelap dan teksturnya menjadi lembut. Setelah diangkat, kulit diangin-anginkan selama sekitar 10 menit agar dingin secara alami.

Tahapan berikutnya adalah pembuatan bumbu alami. Di sudut dapur, aroma rempah menyebar dari ulekan batu berisi bawang putih, bawang merah, cabai, ketumbar, dan ikan teri. Semua bahan ditumbuk manual tanpa blender. Inilah ciri khas produk ini: tanpa tambahan MSG, dengan rasa gurih alami yang berasal dari ikan teri.

Setelah kulit pisang cukup dingin, bahan tersebut ditumbuk hingga halus untuk mendapatkan tekstur lembut. Proses manual ini dipertahankan karena hasilnya lebih baik daripada blender, yang sering rusak oleh getah pisang dan tidak menghasilkan konsistensi yang diinginkan. Kulit pisang yang telah halus dicampur dengan tepung tapioka dan bumbu halus, lalu diuleni hingga kalis menggunakan tangan.

Adonan yang sudah siap kemudian dicetak di atas daun pisang yang telah dilayukan di atas api, agar lentur dan tidak mudah robek. Setelah dipipihkan, adonan dikukus selama 5–6 menit hingga berubah bening, tanda bahwa adonan telah matang sempurna. Selanjutnya dilakukan penjemuran dua tahap: pertama hingga setengah kering agar mudah dipotong, lalu dijemur kembali sampai benar-benar kering di bawah sinar matahari. Waktu pengeringan bergantung pada kondisi cuaca—bisa memakan waktu satu hingga dua hari.

Langkah terakhir adalah penggorengan. Minyak dipanaskan pada suhu stabil di atas api sedang agar kerupuk tidak gosong. Setelah mekar dan renyah, kerupuk diangkat, didinginkan, lalu dikemas.

Seluruh proses ini dikerjakan secara berbagi peran dan gotong royong: ada yang mengupas, menumbuk, mengaduk, menjemur, hingga mengemas. Nuansa kekeluargaan ini memang sudah menjadi kekhasan masyarakat Sambas, dari praktik umme dan belale‘. Kearifan lokal ini mencerminkan kekuatan perempuan, juga melahirkan inovasi ekonomi baru yang berbasis keberlanjutan lingkungan. Kulit pisang itu kini menjadi inovasi lokal yang dapat menyokong ekonomi keluarga.

Penulis: Ersa D. & Mohammad R., pegiat Gemawan

Peluang dari Kulit Pisang: Inovasi Perempuan Serumpun Sambas untuk Ekonomi Berkelanjutan
Tag pada: