Tambang di Kalbar

Dalam upaya memperdalam pemahaman kolektif tentang dinamika pertambangan di Kalimantan Barat, Gemawan menyelenggarakan diskusi melalui agenda rutin G-TALKS (Gemawan Team Agenda, Learning, and Knowledge Sharing). Diskusi bertajuk “Tambang di Kalimantan Barat: Antara Pertumbuhan, Kerusakan Ekologis, dan Nasib Rakyat?” digelar di Rumah Gesit Borneo pada 1 Agustus 2025.

Kegiatan ini menghadirkan perwakilan organisasi masyarakat sipil, akademisi, pegiat lingkungan Kalimantan Barat, serta narasumber utama Dr. Abdul Harris Fahmi, M.T., Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Kalimantan Barat (PERHAPI). Diskusi bertujuan menggali akar permasalahan, kebijakan perizinan, dan narasi masyarakat yang sering terabaikan, sekaligus membuka ruang penyusunan kebijakan berbasis keadilan ekologis dan sosial.

Tambang Rakyat dan Kontradiksi Sumber Daya

Kalimantan Barat dikenal memiliki potensi besar sektor tambang, seperti emas, batu bara, dan nikel. Namun, kelimpahan sumber daya ini tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat sekitar. Kontradiksi muncul ketika aktivitas pertambangan yang dilakukan rakyat justru memicu kerusakan lingkungan, konflik lahan, hingga kriminalisasi penambang.

Isu yang masih masif dibahas adalah Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) sebagai bentuk pelanggaran hukum. Di balik ketidaklegalannya, PETI juga menjadi alternatif sumber penghidupan masyarakat.

Hermawansyah, Dewan Pengurus Gemawan, dalam sambutannya menegaskan diskusi ini sebagai ruang untuk memahami lebih jauh konteks PETI bagi masyarakat lokal. “Kegiatan ini adalah upaya memaknai dan mencari solusi legal untuk kontribusi pertambangan rakyat tanpa diskriminasi. Di sini kita bisa mendengar perspektif masyarakat sipil,” ujarnya.

Hermawansyah menyoroti lemahnya implementasi kebijakan yang ada, seperti 10 Standar Operasional Prosedur (SOP) penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Menurutnya, tanggung jawab Pemerintah Provinsi dalam hal ini masih minim. “Dibutuhkan pendekatan konseptual yang berpihak agar kita tidak terus menyalahkan rakyat yang berjuang untuk hidup,” tegasnya.

Dr. Abdul Harris Fahmi, M.T., Ketua PERHAPI, menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor tambang sering mengabaikan kapasitas lingkungan. “Jika kita hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhitungkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, kita membangun masa depan yang rapuh. Bicara legalitas pertambangan, tidak ada ‘perusahaan lingkungan’. Yang ada hanyalah perubahan fungsi lingkungan,” tegasnya.

Diskusi ini menjadi ruang refleksi kolektif bagi organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk menyusun langkah strategis ke depan, termasuk penyusunan policy brief yang akan disampaikan kepada pemerintah daerah hingga pusat.

Feby Kartikasari & Ersa Dwiyana, pegiat Gemawan.

Tambang Di Kalbar: Antara Ekologis dan Nasib Rakyat
Tag pada: