Oleh : Ireng Maulana*

Semakin banyak dari kita, terkadang terlalu menumpuk harapan kepada kemenangan sepasang calon dalam PILKADA. Gegap-gempita pemilihan, perilaku dukung-mendukung cenderung membuat sebagian besar orang cepat lupa tentang kenyataan setelah sorak-sorai selesai, frustasi berkali-kali mendera masyarakat oleh karena kepemimpinan yang payah hasil dari kemenangan PILKADA. Barangkali, kita terlalu naïf, atau mungkin saja kita telah diserang amnesia! Sering terjadi, sepasang calon yang dielu-elukan kemenangannya, sepanjang periode kepemimpinan mereka tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perbaikan nasib masyarakat, padahal kekuasaan telah digenggam. Begitu sulitkah melakukan sesuatu yang membanggakan selama memimpin, yang terbaik bagi masyarakat?

Sebaiknya kita berhitung ulang, apakah PILKADA yang mahal berbanding lurus dengan kualitas kepemimpinan di daerah? Memimpin dalam kerangka kinerja yang baik dan moralitas yang baik pula. Penulis berpendapat, prosesi PILKADA yang mengeluarkan biaya besar dan menguras energi luar biasa, telah memberikan ketidakpastiaan hasil karena kepemimpinan demi kepemimpinan di daerah mengkandaskan mimpi-mimpi masyarakat untuk memperoleh perbaikan kualitas hidup. Pemimpin yang dipilih ternyata gagap merespon secara tepat realitas hidup masyarakat yang masih serba kekurangan dan belum terlayani dengan proporsional oleh pemerintah.

Beberapa dari kita percaya bahwa inilah resiko yang mesti ditanggung karena memilih sebuah sistem, perubahan akan terjadi seiring perbaikan-perbaikan yang dengan sendirinya muncul di masa mendatang.

Memang benar kegemilangan akan terjadi suatu hari nanti, tapi penulis lebih percaya bahwa perubahan tidak saja terjadi secara alamiah melainkan dapat di rancang secara komprehensif dan terukur. Barangkali, ruang kosong inilah yang secara sengaja di biarkan oleh para pemenang PILKADA dengan berlindung di balik alasan keterbatasan, yang barangkali pula salah satu alasan tersebut di sebabkan oleh ketidakmapanan cara memimpin dan ketidakcakapan mengendalikan managemen sebuah organisai sangat besar bernama pemerintah daerah. Pada situasi ini, penulis hendak menarik peristiwa ke belakang ketika kita semua perlu menoleh kepada partai politik, yang menjadi salah satu penentu lolosnya kandidat dalam perhelatan PILKADA. Apabila partai politik tidak mengedepankan kualitas kepemimpinan (kinerja dan moral baik) sebagai salah satu tolak ukur wajib dalam penentuaan kandidat maka partai politik patut dipersalahkan sehina- hinanya karena telah menempatkan orang yang salah untuk memimpin.

PILKADA bukan semata-mata peristiwa tentang sirkulasi pemimpin-pergantiaan orang setiap lima tahun. Lebih dari itu, prosesi ini adalah sebuah momentum supaya terlahir pemimpin-pemimpin baru yang lebih muda, lebih bersih, lebih berani dan lebih cakap sehingga mampu menggerakkan kepemimpinan berwatak pembaharu dan berfikiran maju.

Apa akibatnya jika sebagiaan besar kita keliru memilih? Dalam beberapa tahun ini, masyarakat tentu sudah tahu bahwa PILKADA memerlukan pembiayaan yang sangat besar jumlahnya, karena perhelatan ini dapat menghamburkan uang bernilai belasan hingga puluhan milyar rupiah agar sukses, bahkan jumlah sebanyak itu sekiranya lebih dari cukup apabila dipergunakan untuk menopang kemajuaan lapangan ekonomi masyarakat. Maka dampaknya, masyarakat harus menanggung kerugian berlipat, setelah mengeluarkan banyak sekali biaya kemudiaan harus mendapatkan sepasang pemimpin yang membuat kecewa. Padahal dalam ilmu dagang dasar, kita mengenal ‘mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya. Tapi ilmu berhitung kita barangkali tumpul, modal yang sebesar-besarnya tidak memberikan untung sama sekali-uang habis dan pemimpin asal jadi. Agaknya, berdaulat dalam politik (meminjam kata-kata Bung Karno) belum menemukan keharusan nya. Sebagiaan dari kita masih saja mau diperdaya oleh elite politik, terus menerus mau mendukung yang salah, dan memilih yang salah pula. Penulis ingin ingatkan, Apabila kita tidak dapat keluar dari kekeliruaan ini!. JIka ini masih terus terjadi maka rantai penghubung dari satu buah kepemimpinan yang buruk akan tetap berlanjut kepada kepemimpinan yang buruk lainnya. Lantas, apa untung nya masyarakat memilih pemimpin yang lebih pantas di pimpin. Kemudian, apa urgensinya mengeluarkan uang belasan bahkan puluhan milyar hanya untuk menyelenggarakan pemilihan pemimpin yang akan cacat memimpin.

Masyarakat secara luas sudah sewajarnya mendapatkan manfaat dalam proses berdemokrasi. Semangat PILKADA salah satunya adalah sebagai sistem seleksi kepemimpinan di daerah karena peran pemerintah daerah diharapkan dapat di kepalai oleh pemimpin yang kredibel dan berintegritas tinggi, berkemampuan serta handal sehingga dapat membangun pemerintahan efektif di daerah, yang dapat memberikan manfaat nyata bagi kehidupan masyarakat. Sebagaimana demokrasi oleh sebagiaan orang diyakini sebagai cita-cita yang belum selesai, maka PILKADA yang mahal hari ini, di dinilai pula oleh sebagiaan orang, baru sebatas ajang memilih idol (idola) secara beramai-ramai dan tanpa semangat PILKADA itu sendiri !

 

(* Aktif di Lembaga Gemawan)

 

Titik Balik PEMILUKADA Kalbar; Mahal & Harapan Kita!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *