Persetujuan pengelolaan perhutanan sosial di Desa Tri Mandayan dikeluarkan melalui skema Hutan Kemasyarakatan (HKm) dengan luas 833 Ha, yang tertuang dalam SK.5473/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/10/2020. Areal tersebut merupakan lahan gambut di dalam kawasan hutan produksi, yang sudah dikelola oleh masyarakat setempat. Hadirnya program perhutanan sosial memberikan peluang akses legal masyarakat sekitar yang selama ini menjadikan wilayah tersebut sumber penghidupan mereka.
Community organizer (CO) Gemawan, A’la Maududi, mendorong penguatan kelembagaan pengelola perhutanan sosial. Aktivitas ini dilakukannya di Desa Sarang Burung Kuala, Kecamatan Jawai dan Desa Tri Mandayan, Kecamatan Teluk Keramat, Rabu (15/06). Ini merupakan bagian dari program Gemawan untuk Penguatan Pengelolaan Lahan dan Hutan Berbasis Masyarakat di Kalimantan Barat. Kedua desa ini memiliki karakteristik yang sama, merupakan lahan gambut yang masuk dalam kawasan hutan produksi.
“Penguatan kelompok masyarakat, khususnya pengelolaan lahan dan hutan ini, merupakan komitmen Gemawan dalam upaya mendorong tata kelola dan pengelolaan sumberdaya alam yang adil dan berkelanjutan,” ungkap A’la.
Gemawan memiliki visi mewujudkan masyarakat sipil yang berdaulat dan bermartabat: kuat secara politik dan mandiri secara ekonomi berbasis kearifan lokal, keadilan gender dan keadilan ekologis. Lima program prioritas untuk meraih visi itu dilakukan dengan pemberdayaan perempuan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, tata kelola, pembangunan berbasis masyarakat, dan ekonomi kerakyatan.
Persetujuan pengelolaan perhutanan sosial di Desa Tri Mandayan dikeluarkan melalui skema Hutan Kemasyarakatan (HKm) dengan luas 833 Ha, yang tertuang dalam SK.5473/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/10/2020. Areal tersebut merupakan lahan gambut di dalam kawasan hutan produksi, yang sudah dikelola oleh masyarakat setempat. Hadirnya program perhutanan sosial memberikan peluang akses legal masyarakat sekitar yang selama ini menjadikan wilayah tersebut sumber penghidupan mereka.
Bangkitkan Ghirah Pengelolaan Perhutanan Sosial melalui Peremajaan LDPH
Lebih lanjut A’la menjelaskan, proses penguatan kelembagaan kelompok pengelola perhutanan sosial ini diawali dengan peremajaan organisasi yang diharapkan membawa semangat baru dalam gerak dan aktivitas pengelolaan perhutanan sosial ini. “Penguatan ini juga melibatkan para pihak, termasuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang diwakili oleh fasdes di Desa Tri Mandayan, KPH Sambas, dan Pemerintah Desa” imbuhnya.
Desa Sarang Burung Kuala memiliki situasi yang berbeda. Usulan dengan skema Hutan Desa (HD) di atas luasan 111 Ha belum mendapat persetujuan oleh KLHK. Lembaga Desa Pengelola Hutan (LDPH) yang sebelumnya dibentuk sebagai lembaga pengelola juga sudah mengalami perubahan struktur. “Di sini kami mendampingi proses usulan pengelolaan perhutanan sosial ini, hingga akses legal benar-benar terpenuhi,” papar A’la.
Usulan pengelolaan dengan skema HD ini sudah ditempuh sejak tahun 2020. Namun hingga kini belum mendapatkan informasi lanjutan persetujuannya. Meski demikian, kelompok sudah melakukan aktivitas di lahan yang diusulkan tersebut sejak beberapa waktu ke belakang.
Selanjutnya, masing-masing kelompok pengelola ini akan melakukan pendataan batas dan zonasi wilayah, menyusun Rencana Kerja Perhutanan Sosial (RKPS) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) serta merencanakan pembentukan unit usaha perhutanan sosial. “Desa Sarang Burung Kuala memang belum memiliki persetujuan pengelolaan, tapi akan tetap didorong untuk menyusun dan melengkapi bagian tersebut, agar mempercepat proses pasca diterbitkannya SK nanti,” terang A’la.
Penulis: Muhammad Y. A. P.
Simak juga video Pelatihan Drone untuk Monitoring Karhutla di Kabupaten Sambas berikut: