Demokrasi terpenuhi, kesempatan terbuka bagi figure muda. Penghuni yang berkarat bisa hengkang. Kader Parpol kutu loncat gigit jari?
HARAPAN besar tertuju pada Pemilu legislatif 2009 untuk memperoleh Anggota Dewan yang berkualitas. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi UU No 10/2008 mengamanahkan Caleg ditentukan suara terbanyak, tak lagi berdasar nomor urut.
“Penentuan melalui suara terbanyak sudah sangat menghormati suara rakyat. Apalagi selama ini lembaga legislatif hanya dikuasai orang-orang lama, itu-itu saja,” kata Ireng Maulana, aktivis sosial dari Lembaga Gemawan kepada Equator, Jumat (26/12).
Dijelaskannya, wajah legislatif mendatang akan muncul wajah baru yang benar-benar berpotensi, komitmen dan memiliki dedikasi kuat serta mengakar di masyarakat.
Dengan putusan MK itu, mantan aktivis mahasiswa ini menilai putusan tersebut akan memberikan kesempatan kepada Caleg-Caleg muda yang jadi pendatang baru dalam dunia politik. “Putusan ini sangat mengusik para petinggi partai yang selama ini hanya duduk manis menunggu limpahan suara dari jumlah Caleg yang dipasang di bawahnya,” jelas dia.
Apalagi lanjut Ireng, keputusan ini sangat berdampak bagi mereka yang masuk ke partai besar yang punya nama dan konstituen jelas. Banyak yang menempuh cara instant sehingga mendapatkan nomor urut jadi. “Saya kira kelompok mereka ini yang sangat merasa dirugikan karena saya yakin untuk mendapatkan nomor urut jadi tak sedikit dana yang telah dikeluarkan,” kata Ireng.
Dampak lain dari putusan tersebut, ujarnya, memutus mata rantai politik uang dalam perebutan nomor jadi. Belum lagi memutus karakter politisi yang hanya ABS (Asal Bapak Senang, red) terhadap pimpinannya. Pemilu 2009 ini sangat menentukan regenerasi figure politisi yang selama ini hanya berada pada sosok elit partai.
Menurut Ireng, momen ini juga bisa jadi saat yang tepat untuk mendudukkan utusan rakyat yang memang benar-benar dipilih rakyat. “Para caleg juga bisa mengikat diri dengan kontrak sosial atau semacamnya kepada masyarakat pemilihnya. Sehingga caleg itu benar-benar diutus oleh rakyat untuk duduk di lembaga legislatif tanpa peduli dari partai mana rakyat bisa mengutusnya,” ungkap alumni FKIP Untan ini.
Dengan pemberlakuan sistim ini, diharapkan juga kepada para Caleg nantinya ketika sudah duduk di legislatif agar tetap memerhatikan partai yang mengantarnya menjadi utusan rakyat. “Karena sistem ini punya kecenderungan orang untuk tidak begitu peduli lagi pada nama dan latar belakang partai, tapi lebih pada kepiawaian caleg yang bersangkutan dalam menggaet hati rakyat,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Rustam Halim SH, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kalbar, Jumat (26/12) mengatakan penentuan suara terbanyak membuyarkan strategi politik kutu loncat (pindah partai). “Mereka yang menjadi kutu loncat, mungkin awalnya tidak menyangka kalau MK akan mengeluarkan putusan caleg suara terbanyak. Apalagi putusan tersebut dikeluarkan setelah Daftar Calon Tetap (DCT) disahkan KPU,” kata Rustam.
Politisi yang keluar partai karena diiming-imingi nomor urut satu atau primadona di partai lain mungkin saja menyesal. Apalagi kebanyakan mereka yang sebelumnya menjadi kader di partai besar, pindah ke partai yang baru menjadi peserta pemilu 2009. Padahal tak gampang mensosialisasikan nama partai kepada masyarakat. “Belum lagi banyaknya jumlah partai peserta pemilu juga akan memengaruhi ketenaran partai baru. Apabila mereka bertahan pada partainya yang lebih dikenal masyarakat karena menjadi peserta pemilu sebelumnya, justru akan lebih berpeluang untuk duduk,” ujar Rustam.
Mantan anggota Panwas Pilgub Kalbar itu mengatakan, dibatalkannya pasal 214 hurud a, b, c, d dan e UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD menjadi cermin kedaulatan rakyat. Tujuan utama Pemilu, memilih figure yang benar-benar dikenal dan bisa diandalkan. “Memang sudah layak Pemilu menerapkan suara terbanyak. Dengan demikian, tidak ada bedanya seperti pilkada kepala daerah dan pilpres,” ungkap Rustam.
Anggota DPRD Kabupaten Kubu Raya (KKR) Darmawansyah H Mahmud tidak memungkiri banyak anggota dewan pindah partai karena mencari nomor urut satu. Tetapi ada juga pindah partai karena perahu lama tidak mengakomodir dirinya untuk menjadi Caleg. “Contohnya saya, pada saat rapat penempatan posisi Caleg Partai Amanat Nasional (PAN), saya ditempatkan pada nomor urut tujuh dapil Sungai Raya untuk Kabupaten Kubu Raya. Setelah persyaratan terpenuhi, ternyata berkas saya tidak diserahkan oleh Ketua DPC Kubu Raya kepada KPU,” ungkap Darmawansyah.
Legislator PAN itu mengaku, pindah partai bukan karena ingin merebut posisi nomor urut satu. Meskipun di Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) diposisikan pada nomor urut satu. “Sebelum putusan MK dikeluarkan, PAN dan PPRN sudah menerapkan suara terbanyak. Dengan demikian, tidak ada niat saya pindah partai karena merebut posisi nomor urut satu,” kilah Darmawansyah.
Khusus di DPRD Kalbar, ada enam legislator yang menjadi kutu loncat dan diposisikan pada nomor urut satu di partai lain. Mereka adalah Erfani Islami SH MH perwakilan PBR, pindah ke Partai Gerindra, Caleg nomor satu dapil Kota Pontianak. Legislator PDI-P, Yulhelmi SE pindah ke Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), Caleg nomor satu DPR-RI dapil Kalbar. Rekannya Thamrin SSos dan Hamdani Adeni yang juga dari PDI-P juga pindah ke PDP dan menjadi caleg nomor satu dapil Sambas dan Ketapang-Kayong Utara.
Tindakan surpa juga dilakukan legislator Partai Demokrat, M Arya Tanjungpura SSos yang pindak ke Partai Barisan Nasional, Caleg nomor satu DPR-RI dapil Kalbar. Rekan partainya Drs Herman Ivo pindah ke Partai Kedaulatan caleg nomor satu dapil Singkawang-Bengkayang. (her/amk)
Sumber: www.equator-news.com, Sabtu, 27 Desember 2008, 11:26:00