*Lembaga Gemawan
Cita-cita damai tidak didapat begitu saja sebagai sesuatu yang taken for granted, sebagaimana kekerasan, damai juga merupakan hasil proses belajar dari lingkungan. Oleh karena itu untuk menciptakan perdamaian membutuhkan keinginan, kesadaran dan perjuangan. Jika kesadaran akan pentingnya perdamaian ini sudah mengakar dalam kesadaran manusia, maka umat manusia akan memiliki tuntutan terhadap struktur sosial yang dapat mengurangi resiko adanya kekerasan. Sehingga usaha menciptakan perdamaian tidak hanya berhenti adanya usaha meningkatkan keinginan untuk damai tapi juga mempromosikan cara-cara untuk mencapai damai dengan memberikan alternatif tanpa kekerasan (Mutiara damai dari kalimantan, 2006)
Secara pribadi saya ingin mengatakan saya tidak berhak memberikan komentar atas isi buku ini, tapi justru yang harus saya berikan adalah apresiasi terhadap kerja-kerja yang sudah dilakukan oleh para penulis dan pelaku dari kerja-kerja membangun perdamaian dari Asia ini. Karena kerja-kerja yang telah, sedang dan akan mereka lakukan ini sedikit banyak telah mampu memberi warna dalam merubah dunia yang lebih adil dan lebih damai. Karena pengalaman yang dituliskan dalam buku ini bukan sekedar pengalaman dan tidak memerlukan legitimasi ilmiah untuk memberikan penilaian di dalamnya, namun bagaimana kisah-kisah empiris dan konkrit di lapangan ini mampu mengubah dunia yang buram menjadi dunia yang lebih manusiawi.
Kondisi tertindas, teraniaya, kemiskinan, sejarah kepahitan tentang hidup yang tak kunjung selesai, korban mati dan korban hidup terus saja berjatuhan dan tak tertangani. Dimana kekerasan benar-benar mencabik nilai-nilai kemanusian, tidak bisa diterima oleh akal sehat, sebagaimana yang dipaparkan dalam cerita-cerita dari dunia Asia ini, seolah-olah nyawa itu tidak ada harganya, padahal hak hidup adalah hak asasi yang dasar. Saya jadi teringat lagu Future world yang juga menjadi cita – cita grup band rock Helloween , dunia yang makmur, dunia dimana semua orang merasa tentram agaknya sulit untuk dicapai, apabila kita tidak berusaha untuk memperjuangkannya tambah mereka dalam bunyi lirik yang optimis. Barangkali isyarat yang dikemukakan para rocker tadi sepintas lalu adalah utopia belaka tetapi kehendak untuk berbuat bukan tanpa sebab, seperti yang diyakini oleh seorang Yuri Zhivago tentang menerima hidup sebagai prinsip pembaharuan diri, yang terus menerus memperbaharui dan membuat dan berubah dan mengubah diri. Bagaimana kita bisa membentuk kembali hidup sementara tidak mau menerima hidup sebagai sebuah realitas sosial yang mesti diubah dengan tangan kita sendiri ?
Salah satu pemikiran ada menyebutkan tentang Proletariat yang adalah sebagai “wakil tunggal” rakyat tertindas, merupakan nama dari sebuah ide tentang nalar, dari suatu subjek yang harus dibebaskan. Hanya integritas, personality yang tahan uji, kemurniaan niat sehingga mampu menggerakkan keyakinan tentang harus adanya perbuatan yang mesti dilakukan untuk pembebasan itu sendiri. ketekunan berbuat dalam masa melakukan kerja kerja melelahkan untuk waktu yang lama benar – benar telah berhasil mengobarkan semangat yang menyala – nyala bahwa senatiasa ada setitik tempat dimana hati kita akan damai dan akhirnya kepastian – kepastian untuk dapat hidup sebagaimana cita tidak lagi terbantahkan
Konflik sebenarnya mengisyaratkan adanya dendam sebagaimana dendam mengandung unsur pembalasan dan rasa adil tapi tiap – tiap pembalasan mengatasnamakan rasa adil itu hanya akan memunculkan korban baru dan kebencian yang baru pula. Konflik dan dendam dalam perspektif korban yang merasakan kepahitan itu ternyata dikalahkan oleh wilayah nilai yang berbeda – beda dari kehidupan sosial itu sendiri. Adanya pencerahan rasional yang menolak untuk keluar dari konflik dan dendam dengan skenario represif. Sungguh mereka keluar melalui wilayah nilai dalam sebuah basis sosial – budaya tanpa pembalasan.
Mereka, orang – orang yang menjadi inspirasi, menyelami masalah konflik yang mereka hadapi. Yang terjadi mereka memulai dari pemahaman sederhana tentang adanya ketidakadilan yang menjadi trigger sekaligus akselerator semakin kusutnya keadaan yang menimpa masyarakat. Mulai dari ketidaknyamanan yang mereka rasakan sampai kepada kesulitan yang mereka terima. Konflik, bagi mereka , satu soal tentang susah nya hidup dan kehidupan, sehingga pendekatan penyelesaian yang dimunculkan berupa strategi yang cocok untuk diterapkan berdasar kepada tinjauan geograpi, etnologi, ekonomi dan politik yang eksis. Dapat dirasakan, bahwa Setelah memperhatikan penguraian tahapan – tahapan proses untuk menangani konfik dengan mencermatinya melalui Tipe konflik, pada beberapa bagian dalam hal merancang pendekatan mengelola konflik dengan memperhatikan konflik melalui tematik penyebab Konflik itu sendiri, mereka membuat rancangan tindakan yang dideskripsikan pada pendekatan ini adalah dengan memperlihatkan strategi yang akan dibuat untuk sasaran yang ingin diupayakan melalui identifikasi terhadap asal muasal masalah yang bergelayut. Maka untuk pendekatan mengelola konflik mereka dihubungkan kepada kerja kerja mereka yang langsung dapat membantu memahami cara – cara mengurangi masalah yang ada di tengah – tengah masyarakat. Mengelola konflik, bagi mereka berarti memberikan kerja nyata untuk membidik sasaran yang ingin diupayakan terhadap ketidakkeseimbangan yang terjadi.
Hikmah yang diambil dari mereka adalah Penggunaan strategi untuk meningkatkan keluaran sasaran yang ingin dicapai yang sangat tergantung pada intensitas kerja – kerja yang terjadi. Dan mereka mampu menjaga komitmen untuk terus dapat melakukan kerja- kerja tersebut. Dengan segala konsekwensi dan kemungkinan mendapatkan kekerasan pula dalam kerja-kerja yang dilakukan. Mereka yang memulai dan mereka terus membidaninya di banyak lini aktifitas. Yang dapat diketahui dari kerja mereka adalah tentang yang biasanya perlu dilakukan dan seharusnya dilakukan , ada proses transformasi nilai sebelum konflik itu benar – benar terjadi yang mereka usahakan. karena apabila kita sandarkan kepada analisa penyebab konflik akan ada peluang dan kesempatan untuk konflik itu merambat dan semakin berambah besar apabila tidak ada usaha – usaha yang dilakukan bertujuan untuk mendidik, membina, dan menyadarkan masyarakat terhadap nilai – nilai yang perlu dijunjung seperti toleransi, persaudaraan, penghargaan, rasa malu, dan cinta kasih.
Mereka yang bekerja di beberapa bagian negara yang berbeda telah menunjukkan bahwa menguatnya proses pelibatan diri dari individu – individu masyarakat kedalam pusaran masalah sosial, ekonomi dan politik. telah didorong pula oleh faktor kesamaan latarbelakang dan sejarah kepahitan hidup . Tak heran apabila dalam buku ini sering dijumpai, potongan – potongan upaya mereka yang terus menerus menyemangati harapan masyarakat untuk dapat hidup lebih baik kemudian hari. Disisi lain beberapa tokoh masyarakat ini, kalau boleh mereka ini disebut tokoh justru memanisfestasikan partisipasi aktif secara lebih praktis . Mereka sudah tentu berproses menjadi aktor – aktor gerakan organisasi sosial yang memperjuangkan kepentingan hak – hak sosial masyarakat secara luas. akibatnya seringkali kita dapat temukan di tiap bagian dalam buku ini dalam setiap peristiwa perjuangan mereka mendapati wilayah nilai yang baru bagi masyarakat. Ruang – ruang partisipasi masyarakat yang semua pasif berubah menjadi dinamis dan memiliki trend perubahan menjadi kelompok – kelompok kepentingan dengan tidak ada lagi sentimen. Masyarakat pun masuk kedalam babak baru ikatan yang lebih ideologis yaitu bersatu untuk memperjuangkan ketertinggalan selama dihantam persoalan, dan dapat bersama – sama berjuang untuk pertumbuhan kualitas kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. sentimental kelompok yang syarat kepentingan temporal dapat disimak sedikit demi sedikit terkikis. Proses fragmentasi tidak lagi terasa kian cepat karena didorong oleh dua sumber motivasi yang berbeda, yaitu motivasi yang muncul dari kebutuhan masyarakat untuk ikut terlibat dalam setiap proses perbaikan hidup dan kehidupan mereka, serta motivasi yang diinduksikan oleh aktor – aktor yang memiliki interest untuk dapat mengubah kehidupan masyarakat kepada nilai baru melalui agenda untuk menstranformasikan Kekuatan Negatif konflik sosial dan Politik menjadi Kekuatan Sosial dan Politk yang Positif demi rasa aman dan damai.
Disini lain, para inspirator dalam kerja-kerja di basis yang dituliskan dalam buku ini sebagian mereka adalah perempuan. Dengan tantangan dan penghakiman social yang tidak kalah berat dari laki-laki atau bahkan bisa dua kali lipat nya mereka maju terus memperjuangkan perdamaian dan keadilan terutama relasi yang adil, akses dan control yang sama terhadap sesuatu serta penegakan hokum untuk sebuah keadilan. Dengan menjalankan 3 fungsi kehidupannya, yakni fungsi reproduktif, produktif dan sosial. Ketiga fungsi ini diperankan perempuan dengan penuh tanggung jawab dan tentu saja penuh tantangan. Fungsi reproduktif yang dimaksud adalah para perempuan inilah yang melahirkan anak-anak bangsa/dunia, fungsi produktif para perempuan ini juga berkontribusi yang cukup besar dalam kehidupan ekonomi dan politik. Fungsi sosial, dimana perempuan memainkan peran-peran sosialnya sebagai penjaga kehidupan bermasyarakat. Potensi dimana perempuan mencoba merajut kembali sisa-sisa kehidupan yang hampir koyak oleh kerakusan, kekerasan dan ketidakadilan dunia (hal ini terbukti dari cerita di 4 negara dalam buku ini).
Melalui buku ini , mereka adalah benar inspirasi dan sebenarnya pemberi inspirasi. Dari awal mereka telah menerima hidup sebagai sebuah kenyataan yang mesti mengalami proses membentuk kembali hidup. Karena, mereka tidak kurang tidak lebih yang telah dibekali dengan keunggulan – keunggulan diri memutuskan untuk berbuat, terus bekerja untuk mewujudkan cita sebagai anak zaman. Masyarakat masa depan yang memiliki nilai baru pada akhirnya.
Dan mereka-mereka ini jugalah yang telah menginspirasi banyak pihak lain khususnya generasi sesudah mereka untuk meneruskan kerja-kerja membangun perdamaian dan keadilan dengan perspektif kemanusiaan. Sebagai human right defender mereka adalah inspirasi bagi banyak orang.
Meskipun saya yakin bahwa teks-teks yang terangkai dalam tulisan ini tidak mampu mengakomodir kekayaan konteks atau situasi dimana para penulis bergelut di dalamnya, dan hanya sejarah lisanlah yang sanggup melestarikan berbagai pengalaman penuh makna dari orang-orang dan kelompok/komunitas yang terlibat dalam peristiwa dan pengalaman tertentu. Namun demi kepentingan keberlanjutan dan inspirasi bagi generasi selanjutnya maka buku yang yang berisi pendokumentasian kerja-kerja yang dilakukan menjadi penting dilakukan karena walau bagaimanapun menulis kata Seno Gumira adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa, suatu cara untuk menyentuh seorang lain yang entah berada di mana.