Pontianak (Gemawannews)-Masuknya investasi perkebunan sawit dalam skala besar hampir semua ada pada tiap-tiap kabupaten di Kalimantan Barat, dan tak jarang menimbulkan gesekan-gesakan sosial.
Kejadian-kejadian kekerasan dan pelanggaran HAM akibat konflik lahan antara perusahaan sawit dengan masyarakat lokal (adat) tentunya menjadi PR pemerintah dalam memberikan rasa aman terhadap warganya.
Sepanjang Januari-September 2012 ada sekitar 60 pengaduan dari masyarakat yang masuk di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Kalbar. ‘’Pengaduan tersebut di dominasi oleh konflik perkebunan sawit antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Paling tinggi pengaduan tersebut pada beberapa wilayah yakni Kab. Sintang, Kapuas Hulu dan Sambas,’’ kata Kasful Anwar Kepala Perwakilan Komnas HAM Kalbar.
Dalam menindaklanjuti laporan yang masuk tentunya kami lakukan pemantauan secara langsung dengan turun ke lokasi dan menggali informasi pada pihak-pihak yang bersengketa.
“Adapun dasar hukum Komnas menindaklanjuti kasus berdasarkan UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 89 ayat 3, mengenai tugas dan wewenang komnas HAM dalam melakukan pemantauan,” kata kasful.
Perspektif dari Komnas HAM akan lakukan mediasi agar tidak memakan korban. Dan memang kalau ada pelanggaran-pelanggaran daripada hak-hak masyarakat yang di rugikan, tentunya Komnas HAM akan memberikan teguran kepada perusahaan serta pihak yang mengeluarkan kebijakan agar ditindaklanjuti.
“Apa bila ditemukan pelanggaran HAM, Komnas HAM tidak segan-segan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya,“ tegasnya.
Beberapa contoh kasus yang kita tangani seperti konflik warga di Serawai-Ambalau Vs PT. SSA dan SHP, barusan juga kami mendapatkan informasi perkembangan kasus yang terjadi antara warga Dedai dengan PT. WWP.
Dan satu kasus yang telah menjadi menasional yakni sengketa tanah masyarakat Desa Semunying Jaya dengan PT. Ledo Lestari. Kasus Semunying Jaya telah kami lakukan pertemuan beberapa waktu lalu (Mei 2012) dengan beberapa pihak terkait antara lain Kepala Desa Semunying jaya, Masyarakat Adat perbatasan Semunying jaya.
“Mengenai pelanggaran HAM nya juga sudah direkomendasikan dalam poin tersebut dimana agar mengevaluasi kewajiban dan kinerja PT. Ledo Lestari karena diduga telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM,” kata Kasful.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, Dalam menindaklanjuti kasus-kasus, dasar yang kita gunakan apa yang tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dimana disitu mengatur ada 10 hak dasar manusia yang tercakup didalamnya.
Ada 10 point bahwa hak-hak warga negara yang dijamin oleh UU No 39/1999 tentang HAM. “Kesepuluh hak-hak yang telah diatur antara lain, Hak untuk hidup, Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh rasa keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak perempuan dan hak anak,” terang Kasful.
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan mencabut HAM seseorang atau kelompok yang dijamin oleh UU dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak memperoleh hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme yang berlaku, hal ini apa yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 6 UU No 39 tahun 1999 tentang HAM, ujarnya
Mengenai peran pemerintah, menurut Kasful, “Sudah tentunya wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan HAM yang diatur dalam UU, dan Hukum Internasional tentang HAM yang diterima oleh Negara Indonesia hal ini sesuai dengan pasal 71 UU No 39/1999 Tentang HAM,” tukasnya mengakhiri.
Saat ini dalam rangka penguatan HAM di Indonesia, Komnas HAM memiliki enam perwakilan didaerah, yakni, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua. (Joy)